BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan semakin banyaknya perusahaan yang masuk bursa, berarti bahwa akan semakin banyak pula investor yang memerlukan informasi mengenai perusahaan tersebut. Setiap organisasi tidak terkecuali organisasi bisnis seperti perusahaan publik harus menunjukkan keterbukaan kepada semua pihak yang berkepentingan. Pelaporan keuangan menjadi bertambah penting bagi perusahaan publik, karena perusahaan publik menawarkan atau menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat umum. Pemilik perusahaan publik tidak lagi perorangan atau sekelompok orang, tetapi terdiri dari para investor yang pada umumnya tidak mempunyai akses langsung kepada sumber informasi, tetapi semata-mata hanya menyandarkan diri pada pelaporan keuangan yang disampaikan oleh manajemen. Pengungkapan dalam pelaporan keuangan mempunyai arti penting dalam pengambilan keputusan investasi.
Pelaporan keuangan utama dari suatu perusahaan disajikan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Bagi pihak-pihak diluar manajemen suatu perusahaan, laporan keuangan merupakan jendela informasi yang memungkinkan mereka 'mengintip' kondisi perusahaan tersebut (Fitriany, 2000). Dalam laporan keuangan tidak diwajibkan menyajikan informasi non-keuangan, sedangkan pemakai informasi membutuhkan lebih dari sekedar informasi keuangan. Perusahaan mencoba menyikapi hal ini dengan memberikan informasi dalam bentuk lain, salah satunya adalah laporan tahunan, yang akan digunakan sebagai obyek dalam penelitian ini.
Laporan tahunan diharapkan dapat memberikan informasi berkaitan dengan kondisi perusahaan yang diperlukan oleh pihak internal maupun eksternal seperti investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya dan masyarakat yang pada akhirnya informasi-informasi tersebut dapat digunakan untuk mengambil suatu keputusan. Laporan tersebut juga menjadi alat utama para manajer untuk menunjukkan efektifitas pencapaian tujuan dan untuk melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya (Suripto dan Baridwan (1999); IAI (2002)). Sejauh mana informasi yang dapat diperoleh akan sangat tergantung pada sejauh mana tingkat pengungkapan dari laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan (Singhvi dan Desai (1971); Fitriany (2000); Subroto (2004)). Tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa semua informasi mengenai perusahaan tersebut akan diungkapkan. Tentunya perusahaan juga akan mempertimbangkan faktor cost and benefit dari penyajian setiap informasi dalam laporan keuangan (Baskoro, (1998); Mardiyah, (2002)).
Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi 2, pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang diatur oleh badan pembuat standar dan regulator lainnya seperti Badan Pengawas Pasar Modal di Indonesia, aturan ini berupa persyaratan minimal pengungkapan yang harus dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan publik. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang melebihi dari apa yang diwajibkan. Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan untuk pembuatan keputusan oleh para pemakai laporan tahunannya (Meek dkk dalam Suripto, 1999). Menurut peraturan mengenai laporan tahunan yang berlaku di Indonesia, pengungkapan sukarela semacam itu dimungkinkan.
Singhvi dan Desai (1971) menyatakan bahwa kualitas pengungkapan perusahaan mempengaruhi tingkat kualitas keputusan investasi oleh investor. Menurut mereka, dengan tersedianya informasi yang akurat dan memadai, investor publik lebih memiliki kepercayaan terhadap pasar modal, sehingga hal ini dapat meningkatkan jumlah investor di pasar. Buzby (1975) menyatakan bahwa kepercayaan investor di pasar modal akan meningkat dengan adanya pengungkapan yang cukup (adequate). Peningkatan kepercayaan investor ini dapat memperbaiki kemampuan pasar, sehingga pendanaan eksternal melalui pasar modal dapat menjadi mudah dan murah. Apabila sebagian besar investor melakukan keputusan investasi maka pasar menjadi likuid. Pasar modal yang likuid adalah pasar dimana penjual dan pembeli dapat melakukan jual beli surat-surat berharga secara cepat (Hatono (1998) dalam Subroto (2004)). Pasar modal yang likuid akan menarik pembeli dan penjual untuk berpartisipasi di pasar modal. Reaksi pasar dianggap sebagai cerminan dari kepercayaan investor.
Berdasarkan riset empiris yang ada, terdapat beberapa konsekuensi ekonomi dari voluntary disclosure di pasar modal bagi kepentingan perusahaan, yaitu: memperbaiki likuiditas saham (Singhvi dan Desai (1971); Diamond dan Verrecchia (1991); Healy dan Palepu (2000); Subroto (2004)), mengurangi cost of capital (Heflin, Shaw dan Wild1 ; Botosan (1997); Suripto dan Baridwan (1999); Healy dan Palepu (2000); Leuz dan Verrecchia (2000); Komalasari dan Baridwan (2001); Mardiyah (2002); Subroto (2004)), dan meningkatnya jumlah analis keuangan yang mengikuti perkembangan perusahaan (Healy dan Palepu (2000); Lang dan Lundholm (1996) dalam Lobo dan Zhou (2001)).
Manfaat pengungkapan bagi kepentingan investor adalah berkurangnya risiko informasi (Elliot dan Jacobson, 1994). Berkurangnya risiko informasi yang dihadapi oleh investor akan mengurangi kesalahan pembuatan keputusan investasi. Dengan demikian investor menjadi lebih percaya kepada perusahaan yang memberikan pengungkapan yang lengkap, dan akibatnya sekuritas perusahaan menjadi lebih menarik bagi banyak investor serta harganya akan naik. Kenaikan harga saham ini pada akhirnya dapat meningkatkan kemakmuran para investor.
Pengungkapan juga dapat memberikan manfaat bagi kepentingan nasional. Manfaat diperoleh sebagai akibat adanya biaya modal perusahaan yang rendah danberkurangnya risiko informasi yang ditanggung investor. Dengan diperolehnya biaya modal yang lebih rendah oleh perusahaan, pertumbuhan ekonomi dapat meningkat, kesempatan kerja menjadi lebih luas, dan pada akhirnya standar kehidupan akan meningkat pula (Elliot dan Jacobson, 1994).
Menurut Elliot dan Jacobson (1994), pengungkapan tidak hanya memberi manfaat bagi perusahaan tetapi juga menimbulkan biaya yang harus ditanggung. Biaya tersebut antara lain adalah biaya pengumpulan, pemrosesan, pengauditan, penyebaran informasi serta biaya litigasi yang timbul sebagai akibat adanya tuntutan dari pihak lain apabila ada pengungkapan yang dianggap menyesatkan. Biaya pengungkapan lain yang harus ditanggung oleh perusahaan adalah hilangnya keunggulan kompetitif sebagai akibat diungkapkannya beberapa informasi tentang inovasi, perencanaan strategik dan informasi operasi lainnya.
Penelitian mengenai pengungkapan sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti baik untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia maupun di negara-negara lain seperti di USA (Singhvi dan Desai (1971); Buzby (1975); Lang dan Lundholm (1993); Botosan (1997)), Italia (Boesso, 2002); Jerman (Leuz dan Verrecchia, 2000); Meksiko (Chow dan Wong-Boren, 1987), Jepang (Globerman dan Singleton) dan di Indonesia sendiri (Suripto dan Baridwan (1999); Gunawan (2000); Fitriany (2000); Marwata (2000); Mardiyah (2002); Dahlan (2003); Subroto (2004); Arifin (2004)). Serta masih banyak studi-studi tentang pengungkapan laporan keuangan yang lain yang tidak dipublikasikan. Penelitian-penelitian tersebut ada yang hanya mengkaji tentang pengungkapan wajib atau pengungkapan sukarela saja, namun ada juga yang mengkaji keduanya. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut bervariasi walaupun diantaranya ada yang memiliki keseragaman.
Lobo dan Zhou (2001) menyebutkan beberapa penelitian (Barry dan Brown (1984&1985); Merton (1987); Diamond dan Verrecchia (1991) juga Kim dan Verrecchia (1994)) yang menyarankan untuk meningkatkan pengungkapan sukarela karena dapat mengurangi asimetri informasi antara pihak manajemen dengan para investor, dengan begitu akan meningkatkan likuiditas saham perusahaan karena membuat saham makin menarik bagi investor.
Bertolak dari bukti-bukti empiris yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan dinegara lain akan keuntungan dan nilai tambah yang didapat bila perusahaan melakukan pengungkapan sukarela, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengungkapan sukarela pada perusahaan publik di Indonesia. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini disusun dengan judul: "TINGKAT PENGUNGKAPAN SUKARELA DALAM LAPORAN TAHUNAN PADA PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA" (Studi pada Perusahaan Industri Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta)."
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan permasalahannya yaitu :
- Seberapa besar tingkat kesadaran manajemen dari perusahaan-perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta untuk mengungkapkan informasi perusahaannya secara sukarela, yang akan diukur dengan menggunakan derajat pengungkapan sukarela.
- Adakah perbedaan tingkat pengungkapan sukarela diantara sub sektor industri dan untuk tiap tahunnya.
No comments:
Post a Comment