BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini dapat kita lihat dikehidupan sehari-hari, khususnya fenomena di kota besar yang selalu sibuk dengan urusan pekerjaan bagi karyawan maupun kegiatan sekolah bagi mereka yang mempunyai status sebagai pelajar. Setiap hari mereka bergelut dengan rutinitas yang seringkali membuat mereka bosan terhadap kehidupan yang mereka alami.
Ketika hal tersebut mulai memuncak, setiap orang pasti membutuhkan suatu sarana untuk melepaskan ketegangan akibat rutinitas yang mereka lakukan. Hal tersebut dapat berupa dengan rekreasi, jalan-jalan, menonton bioskop maupun mendengarkan musik. Jika seseorang dalam melepaskan lelahnya untuk mendengarkan musik, tentunya mereka akan memilih jenis musik yang mereka sukai.
Pada saat ini banyak bermunculan penyanyi maupun grup band yang bertujuan sebagai sarana pengekspresian potensi seni yang ada dalam diri mereka maupun yang terbentuk atas dasar potensi pasar yang cukup terbuka terhadap jenis musik tertentu yang pada saat itu sedang menjadi tren.
Sejarah perkembangan grup musik di Indonesia dimulai pada tahun 1969 sampai dengan awal 1980. Dekade ini diwarnai dengan munculnya grup band antara lain The Gank Of Harry Roesly, The Rollies dan Giant Step, God Bless, AKA, Panbers, dan Koes Plus. Sedangkan pada tahun 1980 sampai tahun 1990, dunia musik di Indonesia diwarnai dengan band-band baru seperti Slank, RC Formation, dan Los Angeles (sebelum berganti nama menajdi Boomerang pada awal 1990-an).
Pada tahun 1990 sampai dengan tahun 2000, muncul band-band baru dengan membawa berbagai jenis musik, The Groove dengan musik Jazz, Kahitna dan Java Jive dengan nuansa pop, serta Gigi dengan aliran rock. Sedangkan pada tahun 2000 sampai dengan saat ini , banyak bermunculan band-band baru dengan beragam jenis warna musik yang mereka bawakan, seperti Peterpan, Sheila On Seven, Radja, dan Samsons.
Hasil dari karya seni yang mereka buat tidaklah optimal jika dinikmati oleh mereka sendiri, oleh karena diperlukan sarana untuk meningkatkan nilai jual hasil karya mereka dengan merekam lagu yang mereka ciptakan melalui perusahaan rekaman. Hal ini perlu dilakukan agar hasil karya merekan dapat juga dinikmati oleh orang lain.
Sejarah Industri rekaman di Indonesia dimulai pada awal tahun 1960-an, tatkala studio Irama mulai merekam lagu-lagu jenis hiburan (untuk menyebut lagu pop pada saat itu) melalui cakram (piringan hitam) untuk Nien Lesmana, Rahmad Kartolo dan Koes Bersaudara. Lalu terjadi perkembangan yang berarti memasuki awal dekade 1970-an, tatkala almarhum Dick Tamimi mendirikan perusahaan rekaman Dimita, yang akhirnya merekam album Koes Plus, band wanita Dara Puspita, dan Panbers. Pada saat inilah Indonesia mulai mempunyai band-band rekaman yang kemudian mampu menyemarakkan industri rekaman pop maupun panggung (www.amild.com)
Seiring dengan berkembangnya teknologi diindustri musik, untuk merekam lagu tidak lagi menggunakan piringan hitam melainkan sudah melalui media kaset maupun Compact Disc. Pada saat ini telah banyak perusahaan rekaman yang ada di Indonesia seperti Sony Music, Aquarius Musikindo, BMG Music Indonesia, dan Virgo Ramayana Record. Perusahaan rekaman inilah yang nantinya akan mamproduksi dan memasarkan hasil karya para musisi tersebut.
Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk- produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler,2002:9).
Perusahaan rekaman dikategorikan menjadi dua bagian. Yang pertama adalah perusahaan rekaman yang berskala besar atau biasa disebut major label. Perusahaan ini pada umumnya mengakomodasi band-band besar yang sudah mempunyai penggemar yang banyak. Selain itu jangkauan pemasaran maupun produksi major label luas dan besar. Sheila on 7, Padi, Radja adalah beberapa grup band yang bernaung di bawah major label.
Sedangkan yang kedua adalah indie label, kebalikan dari major label. Indie Label mengakomodasi band-band lokal atau daerah. Kadangkala band-band itu sendiri yang melakukan kegiatan pemasarannya. Tidak seperti major label yang kadangkala terlalu ikut campur dengan konsep musik yang akan dihasilkan oleh band-band mereka sesuai dengan selera pasar, pada band yang bernaung di indie label atau biasa disebut band indie. Mereka dengan bebas mengeksplorasi keinginan bermusik mereka tanpa ada campur tangan dari pihak lain.
Salah satu band kondang yang dibesarkan lewat jalur indie label adalah Nirvana, bentukan almarhum Kurt Cobain pada 1986. Sedangkan untuk di Indonesia, salah satu pelopor untuk aliran dan sistem produksi indie label itu, adalah Pas Band. Band asal Bandung yang sempat memperjuangkan idealisnya di awal karir itu, memberanikan diri merilis album pertama yang bertajuk 4 Through The Sap (1994) dengan modal sendiri. Bagaimana dengan band Indie di kota Malang, pada saat ini terdapat ratusan band indie, beberapa band indie asal Malang bahkan saat ini telah digaet oleh major label seperti Flanella dan Green Master.
Berdasar ha-hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: "ANALISIS PENGARUH BAURAN PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN ALBUM BAND INDIE KOTA MALANG"
1.2 Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
- Bagaimanakah keputusan pembelian konsumen terhadap album band Indie di kota Malang berdasarkan bauran pemasaran ?
- Variabel bauran pemasaran manakah yang dominan pengaruhnya terhadap keputusan pembelian album band indie kota Malang?
No comments:
Post a Comment