BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kondisi ekonomi yang tidak menentu menjadikan para pelaku bisnis harus berhati-hati mengambil sikap. Sementara itu perusahaan dituntut untuk tetap mampu meningkatkan kinerjanya secara keseluruhan baik meningkatkan sumberdaya manusianya, kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis, tetap mampu mempertahankan nilai-nilai dasar perusahaan (budaya perusahaan), serta melakukan inovasi, baik inovasi dalam model bisnis, proses, teknologi maupun produk.
Sebuah perusahaan yang mampu bertahan dalam kurun waktu hampir satu abad merupakan salah satu fenomena yang banyak mengundang perhatian banyak kalangan, baik itu pakar ilmu, pemerintah, pebisnis, maupun masyarakat luas. Perhatian yang diberikan tentunya memiliki maksud tertentu. Dalam hal ini apa kunci sukses dari survive-nya mereka dalam menjalankan bisnis. Seperti fenomena survivenya salah satu perusahaan rokok milik almarhum "founding father King of Kretek Dji Sam Soe" Liem Seeng Tee yaitu PT. HM. Sampoerna dengan produk premiumnya "King of Kretek" Dji Sam Soe. Perusahaan ini bertahan hampir satu abad, dan telah mengalami pergantian pimpinan sampai pada generasi ke empat (Liem Seeng Tee, Liem Swie Ling/Aga Sampoerna, Putera Sampoerna, dan sekarang Michael Joseph Sampoerna) (Kartajaya at al, 2005:xi).
Akan tetapi publik dikejutkan oleh satu peristiwa pada tanggal 14 Maret 2005, PT. Philip Morris International (PMI) melalui siaran pers mengumumkan bahwa salah satu perusahaan afiliasi mereka, PT. Philip Morris Indonesia (PMI) telah mengakuisisi perusahaan rokok yang telah bertahan hampir satu abad yaitu PT. Hanjaya Mandala Sampoerna (PT. HM. Sampoerna) (Liputan 6 SCTV, 2005). Pada hari Sabtu tanggal 12 Maret 2005, perusahaan yang berasal dari Amerika Serikat tersebut mengambil alih kepemilikan 40% atau sekitar 1.753.200.000 lembar saham keluarga Sampoerna dan 57,5% sisanya dari tangan para investor melalui proses tender offer (BEJ,2005). Saham tersebut dibeli dengan harga Rp. 10.600 per lembar, yang berarti 20% di atas harga penutupan pada pekan sebelumnya. Nilai total transaksi yang mencapai Rp. 47 triliun lebih itu menjadikannya sebagai satu peristiwa akuisisi yang memiliki nilai tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia.
Mungkin tak ada yang menduga bahwa keluarga Lim Seng Tee generasi ke empat ini akan melepaskan seluruh kepemilikannya. Saat itu, PT. HM. Sampoerna tidak berada dalam kondisi yang mengharuskannya untuk dijual. Kinerja keuangan menunjukkan trend yang positif. Pada tahun 2004 PT. HM. Sampoerna melaporkan laba bersihnya sebesar Rp. 1,99 triliun.
Harga yang ditawarkan oleh PT. Philip Morris Indonesia (PMI) untuk mengambilalih saham PT. HM. Sampoerna ini sangat menarik dan dinilai cukup tinggi oleh berbagai kalangan bisnis. Apalagi saham PT. HM. Sampoerna merupakan saham yang tergolong dalam blue-chip stock (saham biasa yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen) di kancah pasar modal. Hal ini menyebabkan banyak investor tertarik untuk membeli saham PT. HM. Sampoerna. Selain itu manajemen PT. HM. Sampoerna diduduki oleh sumber daya manusia yang terkenal andal dan mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis, serta memiliki budaya perusahaan yang kokoh yang berupa nilai-nilai luhur yang dapat dipercayai serta selalu melakukan inovasi-inovasi.
Tidak mengherankan, ketika keluarga Sampoerna tiba-tiba melego saham perusahaan yang berjalan hampir satu abad tersebut, beberapa analis pasar tersentak. Mereka menduga, ada agenda tersembunyi di balik transaksi menghebohkan itu. "Ini transaksi yang paling besar yang pernah terjadi di Indonesia," ungkap Andrian R. Setiamihardja, Kepala Peneliti BNI Securities, kepada Rahman Mulya dari Gatra. Ia berharap, pihak Sampoerna memberi penjelasan agar tidak membingungkan investor publik (Gatra,2005).
Dari sedikit paparan yang ada serta sedikit analisis informasi dari berbagai media, serta laporan-laporan keuangan yang diterbitkan oleh PT. HM. Sampoerna Tbk., walaupun tidak dapat memberikan gambaran secara menyeluruh apa motif di balik pengakuisisian "The Living Company" ini, maka penulis mengambil judul "DESKRIPSI MOTIF KEUANGAN AKUISISI PT. HM. SAMPOERNA Tbk. OLEH PT. PHILIP MORRIS INDONESIA" (Studi Pada PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. Periode 2000-2005)
1.2. Masalah Penelitian
Masalah penelitian adalah masalah yang akan menjadi obyek penelitian. Masalah penelitian akan dipelajari, dikaji, dipecahkan atau diselesaikan, atau mungkin dibuatkan solusi, lalu dibuatkan kesimpulannya sesuai dengan konteks permasalahan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : "Apakah motif keuangan akuisisi PT. HM. Sampoerna Tbk. oleh PT. Philip Morris Indonesia dilihat dari laporan keuangan PT. HM. Sampoerna Tbk. Periode 2000-2004?"
No comments:
Post a Comment