BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan bank pada tahun 1997 merupakan tugas yang amat menantang. Kondisi perekonomian yang sedemikan sulit, terjadinya perubahan peraturan yang cepat, persaingan yang semakin tajam dan berbagai kecenderungan lain dalam industri perbankan menjadikan alasan perlunya manajemen bank yang solid agar mampu menghadapi dan mengantisipasi semua keadaan. Konsep dan teknik yang digunakan dan dikembangkan bank begitu cepat menjadi ketinggalan dan harus segera diperbaharui. Demikian pula pasar yang dilayani bank demikian cepat mengalami perubahan secara dramatis. Dalam menghadapi meningkatnya kompleksitas dalam pengambilan keputusan, banyak manajemen bank menganggap sebagai suatu beban dan sangat menyusahkan, sebaliknya bank-bank lain bahkan menjadikannya sebagai suatu kondisi untuk menilai kinerja manajemen bank (Siamat, 2001:87).
Pembangunan di segala bidang memerlukan dana dan investasi yang besar. Dalam hal ini peranan lembaga keuangan sangat penting dan strategis agar peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan dapat ditingkatkan. Keberadaan bank merupakan hal yang penting dalam dunia usaha. Keterkaitan antara dunia usaha dengan lembaga keuangan bank memang tidak bisa dilepaskan. Deregulasi 1 Juni 1983 yang dapat dikatakan sebagai awal dari liberalisasi di bidang keuangan dan perbankan yang kemudian disusul dengan Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (Pakto 27, 1988) dan Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 (Pakdes 20, 1988) serta kebijaksanaan-kebijaksanaan lanjutannya merubah total pola dan strategi pengelolaan lembaga-lembaga keuangan di Indonesia (Abdul Malik dkk, 2004:6-7).
Perbankan merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat penting peranannya dalam pembangunan ekonomi Indonesia terutama dalam menghadapi era pasar bebas dan globalisasi, baik sebagai perantara antara sektor defisit dan sektor surplus maupun sebagai agent of development yang dalam hal ini masih dibebankan pada bank-bank pemerintah (Dedy, 2003:3). Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk - bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Undang - Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan). Bank memiliki fungsi yaitu untuk menarik uang dari dan menyalurkannya kepada masyarakat, oleh karena itu bank harus memiliki kinerja yang baik yang dicapai dari semua aktivitas usahanya. Kinerja merupakan hasil nyata yang dicapai, kadang-kadang dipergunakannya untuk menunjukkan dicapainya hasil yang positif (Amin, 1996). Kinerja perusahaan yang sudah go public sangat diperlukan dan diwajibkan untuk melaporkan kinerja perusahaannya secara periodik, yaitu diantaranya perusahaan perbankan yang telah menjadi perusahaan publik dan listed di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Untuk menilai kinerja perbankan umumnya menggunakan 5 aspek penilaian yang disebut CAMEL, yang meliputi Capital, Assets Quality, Management, Earnings, dan Liquidity. Penilaian CAMEL ini dimaksudkan untuk mengukur apakah manajemen bank telah melaksanakan sistem perbankan dengan asas-asas yang sehat (Dedy,2003:3). Hal ini sejalan dengan pendapat Chen (1981) dalam jurnal Dedy (2003:3) dimana rasio keuangan tertentu berperan penting dalam evaluasi kinerja keuangan serta dapat digunakan untuk memprediksi kelangsungan usaha baik yang sehat maupun tidak sehat. CAMEL tidak sekedar mengukur tingkat kesehatan sebuah bank, tetapi sering pula digunakan sebagai indikator dalam menyusun peringkat dan memprediksi prospek suatu bank di masa datang. Dengan semakin ketatnya evaluasi yang dilakukan Bank Indonesia maupun Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), diharapkan dapat diketahui segera bank mana yang memerlukan penanganan khusus, sehingga bank-bank tersebut semakin sehat dan kuat terhadap goncangan. Hal ini bisa menambah daya saing perbankan nasional sendiri.
Banyak pihak yang berkepentingan dengan penilaian kinerja pada sebuah perusahaan perbankan, diantaranya bagi para manajer, investor atau calon investor, pemerintah, masyarakat bisnis maupun lembaga-lembaga lain yang terkait. Manajemen sangat memerlukan hasil penilaian terhadap kinerja unit bisnisnya, yaitu untuk memastikan tingkat ukuran keberhasilan para manajer dan sekaligus sebagai evaluasi penyusunan perencanaan strategik maupun operasional pada masa selanjutnya. Dengan kinerja perbankan yang baik akan menarik minat investor untuk melakukan investasi pada sektor perbankan. Karena investor melihat semakin sehat suatu bank maka manajemen bank tersebut bagus, serta diharapkan bisa memberikan return yang memadai. Hal ini penting bagi investor sebelum melakukan investasi, karena bagaimanapun juga, investor akan berusaha untuk mencari return yang tinggi (Dedy, 2003:3). Pemerintah sangat berkepentingan terhadap penilaian kinerja suatu lembaga keuangan, sebab mempunyai fungsi yang strategis dalam rangka memajukan dan meningkatkan
perekonomian negara. Sedangkan masyarakat sangat menginginkan agar badan usaha pada sektor lembaga keuangan ini sehat dan maju sehingga dapat dicapai efisiensi dana, berupa biaya yang murah dan efisien (Ardana, 2003:3-4). Berdasarkan manfaat dari penilaian kinerja terhadap perusahaan perbankan maka penulis merasa perlu untuk melakukan pengujian terhadap kinerja perbankan sebagai usulan skripsi dengan judul : "ANALISIS KINERJA PERBANKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAMEL (Studi Pada Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2004)."
1.2 Perumusan Masalah
Sejalan dengan judul dan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
- Apakah variabel-variabel CAMEL yang terdiri dari CAR, RORA, Profit Margin, ROA, BOPO dan LDR merupakan variabel pembeda dalam membedakan status tingkat kesehatan bank?
- Apakah terdapat variabel yang merupakan faktor dominan dalam menjelaskan status tingkat kesehatan bank?
No comments:
Post a Comment