BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mitos adalah bagian ritual yang diucapkan, cerita yang diperagakan oleh ritual. Dalam masyarakat, ritual dilakukan oleh pemuka-pemuka agama untuk menghindarkan bahaya atau mendatangkan keselamatan. Ritual adalah “acara” yang selalu dan setiap kali diperlukan, misalnya berkaitan dengan panen, kesuburan, inisiasi anak muda ke dalam kebudayaan masyarakat dan upacara kematian. Tetapi dalam pengertian yang lebih luas, mitos berarti cerita-cerita anonim mengenai asal mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup, penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada anak-anak mereka mengenai dunia, tingkah laku manusia, citra alam, dan tujuan hidup manusia. Penjelasan-penjelasan ini bersifat mendidik (Wellek dan Warren 1995:243).
Mitos sebagai cerita yang memberi pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang, cerita ini dapat dituturkan, namun dapat pula diungkapkan lewat tari-tarian. Inti cerita ialah lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia, dosa dan persucian, perkawinan, kesuburan, dan lain- lainnya (Haryono 2002:30). Masyarakat desa Termas sangat lekat dengan sebuah mitos yang dituturkan secara lisan dari generasi ke generasi berikutnya. Mitos di yakini untuk memberikan gambaran tentang kehidupan manusia yang bersifat baik dan buruk. Setiap insan khususnya masyarakat desa Termas mengagungkan sifat baik yaitu dengan mempercayai adanya lambang-lambang supaya memberikan makna kehidupan lebih berarti melalui tindakan-tindakan kehidupan sosial dan membudaya dalam bermasyarakat misalnya adanya Ritual Nguras Sendang.
Adat tradisi yang berkembang di desa Termas adalah upacara yang diberi nama upacara Nguras Sendang. Upacara ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membersihkan kotoran serta dapat menggantikan air yang telah dibersihkan. Dalam pelaksanaan upacara banyak menggunakan sesaji-sesaji yang mengandung makna tertentu, dan tidak boleh diubah susunan acaranya. Menurut mitos yang dipercaya oleh masyarakat setempat mengatakan apabila ada salah satu susunan acara diubah, maka akan terjadi bencana ditempat tersebut. Oleh karena itu, sampai sekarang susunan acara tidak pernah diubah.
Upacara Nguras Sendang merupakan suatu bentuk tingkah laku masyarakat untuk menanggapi adanya kekuatan manusia. Kekuatan diluar manusia ini tumbuh dari alam bawah sadar sebagai perwujudan dari keterbatasan manusia dalam menghadapi tantangan hidup, baik yang berasal dari diri sendiri maupun alam sekitar. Para pelaku dan pendukung upacara akan mendapat perasaan aman apabila telah melakukannya. Disisi lain, upacara tersebut merupakan suatu sarana pembentukan norma kemasyarakatan khususnya bagi masyarakat pendukungnya.
Upacara Nguras Sendang memberi pengaruh yang besar sekali bagi masyarakat setempat. Masyarakat menganggap bahwa upacara Nguras Sendang wajib dilaksanakan, karena masyarakat percaya setelah mengadakan upacara kehidupan akan tentram, jauh dari mara bahaya dan segala gangguan penyakit yang kemungkinan dapat terjadi. Selain itu, upacara Nguras Sendang dilaksanakan untuk melestarikan atau menguri-uri kebudayaan yang telah lama hidup dan berkembang dan merupakan warisan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang bagi masyarakat desa Termas.
Mitos tentang sendang penganten sebagai warisan dari nenek moyang yang harus dilestarikan, sebab mitos Sendang penganten merupakan lambang kesuburan bagi masyarakat desa Termas. Apabila dijalankan secara rutin serta sungguh-sungguh akan membawa berkah ketentraman hidup, bahagia lahir dan batin. Mitos Sendang penganten merupakan dasar untuk menjalankan Ritual Nguras Sendang dan selalu menghadirkan tayub, sebab tayub merupakan kesukaan sepasang pengantin yaitu Raden Ajeng Rusmiyati dan Kanjeng Gusti Ngrancang Kencono semasa masih hidup.
Bentuk tradisi yang sampai sekarang masih dilestarikan keberadaannya adalah kebiasaan orang-orang yang menjunjung tinggi tempat-tempat suci dan keramat dengan maksud mohon berkah dari nenek moyang atau leluhur. Salah satu contohnya adalah tradisi Nguras Sendang di sendang penganten yang berada di desa Termas. Hal ini dilaksanakan karena kepercayaan masyarakat terhadap cerita rakyat dan upacara tradisi ini masih kuat. Cerita itu lambat laun dimitoskan oleh masyarakat sebagai cerita yang dianggap benar-benar terjadi dan suci, dengan anggapan seperti itulah kedudukan serta fungsi cerita rakyat tersebut semakin kuat pengaruhnya bagi masyarakat.
Cerita tentang keberadaan tayub dalam upacara Nguras Sendang yang berkembang ditengah-tengah masyarakat tidak terlepas dari pengamatan masyarakat yang ada disekitarnya. Masyarakatlah yang menyangga mati dan hidupnya suatu kebudayaan termasuk didalamnya adanya upacara tradisi Nguras Sendang dengan menghadirkan tayub. Penyelenggaraan upacara Nguras Sendang tampaknya memberikan pengaruh bagi orang-orang yang terlibat sehingga menimbulkan bermacam-macam tanggapan baik yang bersifat positif maupun negatif yang berlanjut dengan munculnya sikap dan perilaku yang sesuai dengan tanggapan dan penilaian yang masyarakat miliki.
Masyarakat desa Termas mempunyai keinginan mengganti tayub dengan kesenian yang lain dengan alasan mencari biaya yang lebih murah. Biaya yang digunakan untuk melaksanakan upacara Nguras Sendang berasal dari iuran para warga, sehingga biaya sangat terbatas. Namun kehadiran tayub merupakan sebuah mitos yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar, maka warga selalu berusaha untuk menghadirkan tayub dalam Nguras Sendang.
Berdasarkan informasi Siswoyo (20 Januari, 2004) sekitar tahun 1995 setelah juru kunci yang pertama meninggal, masyarakat desa Termas dalam melaksanakan Nguras Sendang tidak menghadirkan Tayub dengan alasan mengikuti perkembangan jaman. Setelah upacara Nguras Sendang selesai banyak kejadian yang menimpa warga, banyak orang mengalami kesurupan. Menurut mitos arwah yang masuk ke dalam jiwa orang yang kesurupan adalah arwah dari Raden Ajeng Rusmiyati dan Kanjeng Gusti Ngrancang Kencono. Setelah diberi minum dari air yang berasal dari Sendang barulah sadar. Seperti halnya yang dituturkan oleh Suwito (20 Januari:2004) sekitar tahun 2002 pertunjukan tayub dalam Nguras Sendang diganti dengan pengajian, karena pada saat pelaksanaan Nguras Sendang bertepatan dengan musim paceklik (belum musim panen), serta untuk mencari biaya yang lebih murah. Pada hari pelaksanaannya peralatan elektronik atau sound system tidak dapat dibunyikan, akhirnya pengajian dilakukan tanpa menggunakan microfon. Sejak kejadian itu warga takut untuk mengganti tayub dengan kesenian lain.
Kehadiran tayub di desa Termas berfungsi ganda yaitu sebagai upacara ritual, hiburan pribadi dan sajian estetis. Tayub sebagai upacara ritual mempunyai kandungan yakni penari tayub sebagai sarana penyembuhan orang sakit, sebagai persembahan leluhur, hiburan roh halus, dan tayub sebagai pembersih desa. Tayub sebagai hiburan pribadi tidak hanya terbatas para pelaku, akan tetapi para penonton yang hadir baik yang aktif maupun pasif juga merasa terhibur. Tayub sebabagi sajian estetis hanya menitikberatkan pada unsur-unsurnya yang berorientasi pada kualitas nilai seninya.
Kedudukan tayub diyakini sebagai jelmaan Danyang setempat yaitu Raden Ajeng Rusmiyati dan Kanjeng Gusti Ngrancang Kencono. Masyarakat desa termas tidak berani bertindak sewenang-wenang terhadap penari tayub, bahkan lebih dari itu penari tayub dianggap orang yang mempuyai kekuatan yang bisa berhubungan dengan alam gaib, contohnya bisa menyembuhkan atau mengobati orang yang sakit.
Menurut mitos yang diyakini oleh masyarakat bahwa Raden Ajeng Rusmiyati dan Kanjeng Gusti Ngrancang Kencono selalu hadir dalam upacara Nguras Sendang. Kehadirannya dengan perantara penari tayub pada saat pertunjukan sehingga dipercaya mempunyai kekuatan di luar kekuatan manusia, dan dapat menghindarkan dari segala mara bahaya.
Upacara Nguras Sendang dengan menghadirkan tayub merupakan sebuah ritual yang sakral dan harus dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnya, ritual Nguras Sendang menjadi sebuah tradisi yang tidak bisa ditinggalkan. Menurut warga setempat, adanya keyakinan dan kesakralan dalam pelaksanaan upacara Nguras Sendang menimbulkan sebuah larangan atau pantangan yang harus dihindari. Mitos berfungsi untuk memberikan pedoman atau arah bagi masyarakat agar supaya jangan sampai melanggar norma-norma yang ada saat upacara Nguras Sendang berlangsung.
Pelaksanaan Nguras Sendang dengan pertunjukan tayub mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Penari tayub mempunyai peran aktif tersendiri, penduduk setempat mengatakan bilamana ada anak yang sakit dan memilki nadzar akan membawa ke tempat upacara jika sakitnya sembuh, maka ditempat upacara penari tayub akan memberikan bedak kepada anak yang sakit. Dengan bedak yang diberikan oleh penari tayub, maka anak yang sakit akan sembuh karena bedak yang diberikan mengandung do’a serta mantra sehingga menjauhkan dari penyakit, dan orang tua akan menjadi puas dan percaya bahwa anaknya akan terbebas dari ancaman penyakit.
Fungsi tayub baik dalam upacara Nguras Sendang maupun upacara pernikahan mempunyai makna yang sama yaitu konsep kesuburan, hanya saja setelah bagian yang berbau ritual selesai, pertunjukan tayub mulai berganti fungsi menjadi pertunjukan hiburan yaitu acara bersenang-senang. Di dalam acara bersenang-senang tamu yang tidak diundang bisa tampil ngibing atau menari bersama penari yang dipilihnya, apabila telah selesai para pengibing melakukan transaksi dengan membayar sejumlah uang sesuai kemampuan dari masing- masing pengibing.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang bagaimana Mitos Tayub dalam Upacara Ritual Nguras Sendang serta apa fungsi dari tayub bagi masyarakat desa Termas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana mitos Tayub dalam upacara Ritual Nguras Sendang di desa Termas kecamatan Karang Rayung kabupaten Grobogan?
- Apakah fungsi Tayub dalam upacara Ritual Nguras Sendang bagi masyarakat pendukungnya?
No comments:
Post a Comment