BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengakuan Pajak Tangguhan (Deferred Tax) dalam laporan keuangan perusahaan adalah satu hal yang relatif baru dalam dunia akuntansi di Indonesia. Walaupun opsi penerapan pajak tangguhan dalam Akuntansi Pajak Penghasilan telah diperkenankan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 1995, sebagaimana yang diatur dalam pasal 77 PSAK No. 16, akan tetapi masih banyak yang kurang paham tentang pajak tangguhan tersebut, baik dari segi pengertian atau pemahaman konstektual maupun aplikasinya ke dalam laporan keuangan perusahaan.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. PSAK No. 46 ini sekaligus mencabut dan memperbaharui pasal 77 PSAK No. 16 tentang Pajak Penghasilan, dan mulai berlaku efektif tanggal 1 Januari 1999 untuk perusahaan terbuka (go public) serta tanggal 1 Januari 2001 untuk perusahaan yang tidak memperdagangkan sahamnya di bursa efek (non go public).
Penerapan PSAK No. 46 tersebut menimbulkan perubahan-perubahan dalam perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan. Apabila sebelumnya perusahaan lazimnya menggunakan "Tax Payable Method" dalam akuntansi pajak penghasilan, maka dengan berlakunya PSAK No. 46, perusahaan harus menggunakan Balance Sheet Liability Method atau disebut juga Asset/Liability Method untuk menghitung dan mengakui pajak tangguhan atas konsekuensi pajak di masa depan.
Sebelum diberlakukannya PSAK No. 46 tersebut, perusahaan hanya menghitung dan mengakui besarnya beban pajak penghasilan untuk tahun berjalan saja tanpa menghitung dan mengakui pajak tangguhan. Beban pajak penghasilan dihitung dengan menggunakan aturan perpajakan atas hasil usaha perusahaan selama periode tahun yang bersangkutan. Aturan-aturan perpajakan tersebut mengharuskan perusahaan melakukan koreksi-koreksi fiskal (perbedaan permanen) karena terdapat perbedaan konsep pendapatan, cara pengukuran pendapatan, konsep biaya, cara pengukuran biaya, dan cara alokasi biaya antara Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Peraturan Perpajakan. Akan tetapi, aturan perpajakan tetap menggunakan data dan informasi akuntansi yang telah diatur oleh Standar Akuntansi Keuangan sebagai dasar untuk menentukan koreksi- koreksi tersebut berdasarkan aturan perpajakan yang berlaku.
Koreksi-koreksi fiskal (perbedaan permanen) tersebut bagi pajak hanya untuk menghitung penghasilan kena pajak dan beban pajak penghasilan tahun berjalan yang akan dilaporkan dalam SPT Pajak Penghasilan Tahunan periode yang bersangkutan dan metode ini disebut dengan Metode Tanpa Alokasi (Cipta Jasatama, 2002), akan tetapi bagi akuntansi (perusahaan), setelah diberlakukannya PSAK No. 46, koreksi-koreksi tersebut akan memunculkan perbedaan-perbedaan, ada yang bersifat permanen (tetap) dan ada yang bersifat temporer (waktu). Perbedaan permanen tidak menimbulkan konsekuensi pajak di masa mendatang, namun sebaliknya perbedaan sementara memunculkan konsekuensi pajak di masa mendatang. Perbedaan-perbedaan inilah yang nantinya selain menimbulkan beban pajak penghasilan tahun berjalan/pajak kini (perbedaan permanen), juga akan memunculkan akun baru, yaitu akun pajak tangguhan atas konsekuensi pajak di masa depan (perbedaan sementara), dan keduanya akan digunakan dalam perhitungan laba bersih setelah pajak perusahaan.
Dengan diberlakukannya PSAK No. 46 secara efektif mulai tanggal 1 Januari 1999 untuk perusahaan terbuka (go public) serta tanggal 1 Januari 2001 untuk perusahaan yang tidak memperdagangkan sahamnya di bursa efek (non go public), perusahaan diharuskan untuk menghitung dan mengakui pajak kini (untuk tujuan perpajakan) dan pajak tangguhan (untuk tujuan akuntansi).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil survey pendahuluan terhadap perusahaan PT. X, penulis menemukan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan atas pemberlakukan PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. PT. X sebelumnya hanya menghitung beban pajak penghasilan tahun berjalan untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dan kesesuaian laporan keuangannya dengan Standar Akuntansi Keuangan (Tax Payable Method), akan tetapi perusahaan diharuskan pula untuk menghitung pajak tangguhan atas konsekuensi pajak di masa mendatang (Balance Sheet Liability Method atau Asset/Liability Method). Dengan adanya perubahan perlakuan akuntansi tersebut, perusahaan merasa kesulitan mengklasifikasikan koreksi-koreksi fiskal yang dilakukannya ke dalam perbedaan-perbedaan (permanen atau sementara) yang nantinya akan digunakan untuk menghitung pajak tangguhan tersebut.
No comments:
Post a Comment