BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persaingan dalam dunia usaha merupakan suatu kondisi yang harus dihadapi oleh perusahaan. Dalam perekonomian global yang memungkinkan pergerakan barang dan jasa secara bebas menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi tanpa rintangan dan batas teretorial negara. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan baik yang bergerak di bidang manufaktur maupun jasa terus ditantang untuk semakin kompetitif. Kondisi ini merupakan tantangan serius bagi perusahaan-perusahaan, baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa yang akan mendapat dampak besar dari diberlakukannya pasar bebas melalui globalisasi produksi dan globalisasi perdagangan tidak terkecuali industri mobil dewasa ini . Terlebih setelah pemerintah memberlakukan deregulasi otomotif pada 24 Juni 1999 dimana dari kebijakan tersebut dibukanya impor kendaran dalam bentuk utuh yang lebih dikenal dengan istilah CBU (Completely Built-Up). Selain itu bea masuk diturunkan sedemikian rupa sehingga selisih antara CBU dan produk lokal cukup kecil yaitu berkisar antara 8-14% ( Soehari Sargo, industri otomotif dalam krisis ekonomi). Dengan demikian pasar semakin terbuka yang menyebabkan banyak produsen dan pebisnis mobil masuk ke pasar Indonesia. Namun dengan banyaknya importir mobil CBU yang memasuki pasar mobil jenis MPV, menyebabkan semakin ketatnya persaingan industri otomotif khususnya industri mobil.
Pasar yang banyak dilirik oleh importir mobil CBU adalah pasar mobil jenis MPV (Multi Purpose Vehicle) yang biasa dikenal sebagai mobil serba guna. Hal tersebut dikarenakan pasar untuk jenis MPV ini merupakan pasar terbesar dari industri mobil di Indonesia, dimana prosentase penjualan mobil jenis ini mencapai sekitar 70% dari jumlah penjualan mobil di dalam negeri (Soehari Sargo, industri otomotif dalam krisis ekonomi). Sehingga untuk menghadapi ketatnya persaingan dalam industri otomotif, maka Isuzu dituntut untuk dapat membentuk komponen keunggulan bersaing yang kuat agar dapat membedakannya dari pesaing, dan salah satu keunggulan bersaing itu adalah melalui merek (brand image).
PT. ASTRA INTERNATIONAL Tbk sebagai pemegang merek kendaraan ISUZU melalui salah satu anak perusahaannya, juga mempunyai komitmen yang tinggi dalam memberikan produk yang terbaik bagi konsumennya. Oleh sebab itu tidak diragukan lagi citranya sebagai perusahaan dengan nama besar serta kredibilitas yang tinggi. Isuzu Panther jenis station wagon yang merupakan produk andalan dari Isuzu Astra Indonesia merupakan mobil keluarga yang pertama di Indonesia yang bermesin diesel, berusaha untuk menawarkan mobil dengan kualitas yang handal baik dari segi fisik maupun performa mesin. Dari segi bentuk fisik desain, Isuzu Panther selalu melakukan inovasi sesuai dengan perkembangan pasar yang ada. Merek Isuzu Panther mencerminkan sekumpulan nilai yang ditawarkan kepada konsumen mulai mesin yang bandel dari mobil Isuzu Panther, kapasitas penumpang mobil Isuzu Panther yang banyak, keamanan dan kenyamanan berkendara mobil Isuzu Panther, kecocokan mobil Isuzu Panther dalam menempuh perjalanan keluar kota, garansi kualitas, irit bahan bakar, jaminan ketersediaan suku cadang mobil Isuzu Panther, hingga harga jual kembali yang tinggi. Dengan demikian brand image Isuzu Panther telah terbentuk secara positif di dalam benak konsumen. Dengan memiliki mobil Panther maka para konsumen memiliki prestise yang tinggi sebagai orang dari kalangan menengah dan atas, sehingga tentunya akan muncul suatu kebanggaan dari diri konsumen apabila memiliki mobil Isuzu Panther.
Sehingga tidak mengherankan jika merek Isuzu Panther sangat mendominasi pasar mobil jenis MPV. Mobil jenis MPV ini sangat cocok dengan pasar mobil di Indonesia, dimana konsumen cenderung menyukai kendaraan yang mampu memuat penumpang banyak dan multi fungsi.
Pada saat ini merek memiliki peranan yang sangat penting dalam pemasaran, merek bukan hanya dianggap sebagai sebuah nama, logo ataupun simbol. Lebih dari itu merek merupakan nilai yang ditawarkan sebuah produk bagi konsumen yang memakainya. Seperti yang dijelaskan oleh Hermawan Kartajaya (2004) bahwa merek adalah "payung" yang merepresentasikan produk atau layanan, sedangkan menurut Kotler (2000) merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberi feature, manfaat dan jasa tertentu pada pembeli. Bahkan pada tataran yang lebih tinggi merek dapat mencerminkan 6 dimensi yaitu: atribut, manfaat, nilai, budaya, keperibadian dan pemakai. Dengan kata lain bahwa merek dapat mencerminkan kualitas, pelayanan, manfaat yang dapat diperoleh konsumen dengan mengkonsumsi barang atau jasa tersebut.oleh karena itu merek merupakan salah satu keputusan strategis yang harus diperhatikan oleh perusahaan.
Merek dapat memberikan manfaat yang besar bagi produsen maupun konsumen. Seperti yang dikemukakan Kotler dalam Bilson Simamora (2002:3) keberadaan merek bermanfaat bagi pembeli, perantara, produsen maupun publik. Dari sisi produsen seperti yang dijelaskan oleh Hermawan Kartajaya (2004) melalui merek yang kuat perusahaan mampu menjadi basis terbentuknya loyalitas dan fanatisme pelanggan. Loyalitas yang diberikan oleh pelanggan terhadap merek disebut Brand loyalty. Loyalitas merek ini menjadi ukuran seberapa besar kemungkinan pelanggan akan pindah ke merek lain, dengan terbentuknya brand loyalty, maka kecil kemungkinan pelanggan akan berpindah ke merek pesaing, walaupun merek tersebut memberikan harga yang lebih murah atau barangkali kualitas yang lebih baik (Hermawan Kartajaya, 2004), bahkan lebih lanjut Hermawan Kartajaya mengemukakan loyalitas merek yang tinggi akan memicu "word-of-mouth" karena pelanggan yang loyal akan cenderung menjadi pengiklan yang sangat fanatik. Mengoperasionalkan loyalitas dalam bentuk membeli dan ketersediaaan merekomendasi yang tentunya hal tersebut akan berdampak positif bagi produsen.
Bagi konsumen, merek mampu menambah nilai bagi konsumen. Dimana adanya persepsi dan keyakinan atas produk yang menyebabkan konsumen ingin terasosiasikan dan membelinya, sehingga konsumen tidak segan membayar mahal untuk mendapatkan produk dengan merek tertentu. Konsumen bersedia membayar lebih tinggi suatu produk karena melekat padanya merek yang merupakan jaminan kosistensi kualitas dan nilai tertentu yang diyakini terkandung didalamnya, tanpa adanya merek konsumen menjadi kurang merasa aman dari kemungkinan buruk diluar harapan. Seperti yang diungkapkan Freddy Rangkuti (2004) pentingnya nama merek bagi pelanggan untuk mengurangi resiko, terutama pada produk yang berhubungan dengan kesehatan, kecantikan dan keamanan.
Nilai tambah yang diberikan merek kepada produk disebut sebagai ekuitas merek (brand equity) (Hana dan Wozniak, dalam Bolson Simamora 2002:46). Selain memberi nilai kepada produk ekuitas merek juga dapat memberikan nilai kepada perusahaan dan konsumen. Seperti yang dikemukakan oleh Peter dan Olsen, dalam Bilson Simamora (2002:49) bahwa dari perspektif perusahaan, ekuitas merek memberi keuntungan aliran kas dan pangsa pasar yang lebih tinggi. Sedangkan dari perspektif konsumen ekuitas merek terkait dengan sikap merek positif dan kuat yang didasarkan pada arti dan keyakinan positif dan jelas tentang merek dalam memori. Besarnya ekuitas merek ini dikendalikan oleh citra merek (brand image), begitu pula seperti yang dikemukakan oleh Kotler (2000, dalam Bilson Simamora) bahwa syarat merek yang kuat adalah brand image.
Brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat dibenak konsumen (Freddy Rangkuti, 2004). Citra merek memiliki tiga komponen pendukung yaitu: citra pembuat ( corporate image), citra pemakai (user image) dan citra produk (product image) itu sendiri (Biels, 1992). Melalui citra merek yang kuat, maka pelanggan akan memiliki asumsi positif terhadap merek dari produk yang ditawarkan oleh perusahaan sehingga konsumen tidak akan ragu untuk membeli produk yang akan ditawarkan perusahaan. Terlebih pada saat ini, bukan saatnya lagi bagi perusahaan untuk menggunakan pemasaran masal melainkan pasar harus disegmentasi yang disebut segmented marketing. Didalam segmented marketing, perusahaan perlu menancapkan citra (imege) yang baik tentang mereknya (Hermawan Kartajaya dalam Bilson simamora, 2002). Brand image menjadi hal yang sangat penting diperhatikan perusahaan, melalui brand image yang baik, maka dapat menimbulkan nilai emosional pada diri konsumen, dimana akan timbulnya perasaan positif (positive feeling) pada saat membeli atau menggunakan suatu merek. Demikian sebaliknya apabila suatu merek memiliki citra (image) yang buruk dimata konsumen kecil kemungkinan konsumen untuk membeli produk tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diketahui bahwa merek khususnya citra merek memiliki posisi strategis dalam persaingan yang tidak dapat diabaikan oleh perusahaan dalam rangka menarik minat konsumen untuk menggunakan produk yang ditawarkan. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul "Pengaruh Brand Image Isuzu Panther Terhadap Keputusan Konsumen Membeli Mobil Isuzu Panther Di Kota Malang ".
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang penulis ajukan adalah sebagai berikut: .
- Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari komponen brand image yang terdiri dari variabel citra pembuat/ corporate image (X1), citra pemakai/user image (X2), dan citra produk/ product image (X3) terhadap keputusan konsumen membeli mobil Isuzu Panther.
- Apakah terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial dari komponen brand image yang terdiri dari variabel citra pembuat/ corporate image (X1), citra pemakai/user image (X2), dan citra produk/ product image (X3) terhadap keputusan konsumen membeli mobil Isuzu Panther.
- Di antara ketiga variabel tersebut, variabel manakah yang dominan berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk membeli mobil Isuzu Panther.
No comments:
Post a Comment