BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah mengubah secara bermakna sistem politik Indonesia. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang tadinya lembaga tertinggi negara dan diposisikan sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, dengan kekuasaan tanpa batas, telah direposisi. Lembaga yang memiliki kekuasaan tertentu dan terbatas. Presiden tidak lagi dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Selanjutnya pasangan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
Sekarang ini, lembaga–lembaga negara hasil pemilihan umum telah menyesuaikan diri dengan ketentuan–ketentuan baru pada Undang-Undang Dasar 1945 (setelah Amandemen). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memegang kekuasaan membentuk Undang–Undang. Presiden telah meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam mengangkat duta besar. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menyesuaiakan diri. Sidang tahunan tidak lagi meminta laporan–laporan lembaga negara, termasuk dari presiden untuk disikapi. Forum sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah menjadi forum untuk mendengarkan berbagai perkembangan dan permasalahan bangsa untuk sharing bersama.
Mahkamah Agung (MA) telah mulai berfungsi sebagai mahkamah kontitusi dan penentuan hukum tertinggi di Indonesia. Perubahan–perubahan itu pada dasarnya bermakna bahwa sistem politik Indonesia telah dikonsolidasikan untuk mampu menerima beban dinamika politik seraya terus melandasi proses demokrasi dan reformasi berkelanjutan tanpa harus terjerumus dalam situasi kacau . Dengan perbaikan sistem politik yang telah terjadi, kita bisa berharap bahwa gejolak politik yang akan masih terjadi itu justru dapat berakibat positif yaitu sebagai proses pembelajaran politik demokratis untuk semua pihak, guna memilah–milah dan sekaligus membentuk budaya dan tradisi politik demokrasi di tengah masyarakat.
Tahun 2004 ini, Indonesia telah mengalami sebuah proses pemilihan umum anggota legislatif dan pemilihan langsung pasangan presiden dan wakil presiden. Bila tidak, kita akan kehilangan momentum. Untuk itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah harus bersama-sama menyelesaikan paket Undang–Undang politik yang tersisa, termasuk penyelesaian Undang–Undang pemilihan umum dan Undang–Undang tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung tanpa ada hambatan dan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu dibutuhkan sistem nilai budaya politik yang menjadi landasan bagi berlangsungnya sebuah tatanan negara yang dikehendaki oleh masyarakat itu sendiri. Hal itu sesuai dengan hipotesis Amalinda Savirani ( 2003: 6 ) tentang Merintis kajian budaya ilmu politik di Indonesia: bahwa politik sesungguhnya sangat dekat dengan kajian budaya, bahkan bisa lebih dekat ketimbang dengan ilmu politik sendiri. Sejarah perkembangan kajian budaya adalah sejarah perlawanan terhadap dominasi atau kekuasaan sebuah tradisi ilmu pengetahuan. Kajian budaya muncul dari pemikiran–pemikiran sekelompok orang yang menyakini bahwa bangun teori adalah sebuah praktek politik sehari–hari manusia .
Keberhasilan demokrasi adalah sebuah kebudayaan politik, satu kajian khusus dalam ilmu politik. Kebudayaan bermakna orientasi, nilai dan seperangkat yang dimiliki oleh warga negara. Hal tersebut jelas bahwa kebudayaan bagi politik adalah suatu produk jadi.
Budaya politik kampus di antaranya dilakukan dan diperoleh dari sebuah pemikiran–pemikiran mahasiswa yang ingin tahu perkembangan politik yang terjadi. Oleh karena itu mahasiswa sebagai agen perubahan (Agen of Change) harus mampu memberikan sebuah perubahan dan berperan dalam proses penentuan sebuah kebijakan yang dilakukan oleh birokrat pemerintahan dan sekaligus mampu mengkontrol sebuah perjalanan sistem politik yang sesuai dengan kontitusi yang berlaku. Dengan demikain peran mahasiswa dalam berpolitik sangat diperlukan demi tercapainya demokrasi dan reformasi dalam membangun sebuah negara yang adil, aman dan tentram.
Mahasiswa selaku generasi kepemimpinan negara masa depan, merupakan aset penting yang paling berharga bagi sebuah negara. Hebatnya golongan mahasiswa akan menjanjikan mantapnya kepimpinan akan datang. Begitulah sebaliknya. Di Indonesia, sejarah pergerakan mahasiswa bukanlah perkara baru. Sejak tahun 60-an hingga kini banyak peristiwa penting yang berlaku sama ada di peringkat kebangsaan maupun antar bangsa yang melibatkan golongan mahasiswa. Penyertaan mahasiswa ini dilihat sebagai suatu yang positif menangani berbagai isu yang berlaku di dalam negara. ( Akhi Masrawi, 2003: 20)
Dalam konteks transisi politik di Indonesia, pergerakan mahasiswa telah memainkan peranan penting sebagai kekuatan yang secara nyata mampu mendobrak rezim ortoritarian. Jika kita lihat pengalaman histories perjuangan bangsa, kita akan menemukan bahwa mahasiswa selalu memainkan peranan penting dalam setiap perjuangan. Demikian pula, gerakan mahasiswa pada reformasi ini akan menjadi bagian yang terpenting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Meskipun demikian, dari kenyataan di lapangan harus diakui bahwa gerakan mahasiswa sebagai salah satu kekuatan reformasi bukanlah kekuatan yang solid. Keragaman latar belakang, motivasi, visi politik serta orientasi masing-masing kesatuan aksi telah menjadikan gerakan mahasiswa tidak bisa dilihat sebagai identitas yang homogen.
Terciptanya Persatuan Aksi Mahasiswa dari berbagai elemen organisasi mahasiswa merupakan bukti bahwa mahasiswa tidak bisa dianggap remeh dalam dunia politik maupun dalam membawa aspirasi rakyat kecil dan bawah. Hal tersebut terwujud dalam proses jatuhnya rezim orde baru yang dipelopori oleh mahasiswa dan setiap ada permasalahan yang merugikan rakyat, mahasiswa siap untuk membela dengan berunjukrasa demi tercapainya tujuan yang adil dan sesuai dengan kontitusi.
Aktivis Mahasiswa Universitas Negeri Semarang mengharapkan adanya sebuah perubahan yang signifikan supaya apa yang dicita-citakan atau yang diharapkan dapat terwujud sesuai dengan demokrasi dan reformasi yang kita junjung tinggi keberadaanya di negara Indonesia. Sikap mahasiswa dalam berpolitik di lingkungan Universitas Negeri Semarang merupakan wujud nyata dari sebuah lahirnya generasi muda yang demokrasi dan reformis sejati yang ingin menjadi pembawa aspirasi rakyat kecil dan rakyat bawah yang selalu dirugikan oleh para birokrat. Hal tersebut dilakukan oleh mahasiswa dengan mengadakan kontrol terhadap kebijakan–kebijakan pemerintah dan apabila tidak sesuai maka mahasiswa akan mengadakan dialog maupun diskusi sampai berunjukrasa bersama.
Hal tersebut akan terwujud apabila kerjasama antara mahasiswa dengan pihak birokrat berjalan dengan baik, akan tetapi birokrat membatasi kegiatan–kegiatan yang berbentuk kearah politik dengan membuat peraturan– peraturan yang tidak menguntungkan mahasiswa.
Bertitik tolak dari uraian di atas, ada beberapa alasan yang mendasari peneliti memilih judul “BUDAYA POLITIK KAMPUS “ studi terhadap Aktivis Mahasiswa di Lingkungan Universitas Negeri Semarang, adalah sebagai berikut:
- Melihat latar belakang aspirasi mahasiswa terhadap realita kehidupan dan kegiatan politik di kampus sebagai awal pergerakan mahasiswa di tingkat kampus.
- Mengidentifikasi pemahaman unsur–unsur budaya politik kampus dan sikap mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan politik di kampus. Dalam hal ini, penting juga melihat karakteristik pergerakan mahasiswa, visi politik serta perspektif demokrasi para aktivis yang mempelopori budaya politik kampus.
- Mengidentifikasi upaya yang dilakukan oleh pihak birokrat dalam memberikan pembelajaran politik dan respon mahasiswa terhadap upaya yang dilakukan pihak birokrat dalam pendidikan berpolitik di kampus.
- Melihat latar belakang budaya politik mahasiswa di kampus yang dilakukan dan diperoleh dari sebuah pemikiran–pemikiran mahasiswa yang ingin tahu perkembangan politik yang terjadi.
- Mengidentifikasi faktor kendala kegiatan mahasiswa dalam membangun budaya politik di kampus.
Pembatasan permasalahan
Mengingat luasnya permasalahan dan supaya pembahasan permasalahan–permasalahan penelitian dapat dilakukan dengan teliti, terpusat, dan mendalam, maka dilakukan pembatasan masalah penelitian, yaitu ;
- Budaya politik yang dibahas dalam penelitian ini adalah budaya politik di kampus.
- Kegiatan politik mahasiswa dibatasi pada kegiatan intra maupun ekstra yang dilakukan oleh mahasiswa.
- Guna mengetahui lebih dalam peran mahasiswa dalam berpolitik, maka di lihat juga hambatan–hambatan pelaksanaan politik di kampus.
- Kampus yang dijadikan sasaran penelitian ini adalah Universitas Negeri Semarang.
Rumusan masalah
Berpijak dari latar belakang serta hal–hal tersebut di atas, maka masalah yang dikaji di rumuskan sebagai berikut :
- Bagaimana aspirasi mahasiswa terhadap budaya politik kampus maupun realita politik yang sedang terjadi ?
- Bagaimana implikasi kegiatan mahasiswa kearah gerakan aktivis mahasiswa UNNES (baik internal dan eksternal) dalam menghidupkan budaya politik kampus ?
- Faktor–faktor yang menghambat kegiatan mahasiswa yang ke arah politik di kampus ?
No comments:
Post a Comment