BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam perkembangan ilmu ekonomi dari berbagai permasalahan perekonomian jangka pendek, para ekonom sepakat bahwa pengendalian inflasi merupakan permasalahan ekonomi yang paling penting pada akhir-akhir ini. Inflasi merupakan variabel makroekonomi penting yang turut menentukan kinerja suatu perekonomian (Bayu Wijayanto, 2003). Karena tingkat inflasi yang tidak stabil akan membawa permasalahan, antara lain: pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, dan juga kecenderungan bahwa banyak bank sentral di dunia untuk memfokuskan sasaran kebijakan moneter kepada pencapaian stabilitas harga, pasal 7 dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara eksplisit mengamanatkan tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagai sasaran kebijakan moneter. Terminologi "kestabilan nilai rupiah" tentu saja dapat menghasilkan interpretasi yang berbeda. Kestabilan secara internal yaitu kestabilan harga (stable in terms of prices of goods and services), atau kestabilan secara eksternal yaitu kestabilan nilai tukar (stable in terms of prices of other currencies) (Erwin Haryono et al, 2000). Pemberlakuan nilai tukar mengambang tahun 1997 menjadikan kestabilan nilai rupiah secara internal yang dipilih sebagai sasaran akhir kebijakan moneter. Dengan kata lain, tingkat inflasi merupakan sasaran akhir kebijakan moneter.
Namun dengan ditemukannya fakta bahwa terdapat hubungan searah (positif) antara tingkat inflasi dan output dalam jangka pendek sebagaimana diungkapkan secara implisit dalam kurva philip membuat pengendalian inflasi tersebut menjadi sangat dilematis. Adanya hubungan positif antara inflasi dan output menjadikan sesuatu yang mustahil, menciptakan tingkat inflasi yang rendah tanpa menyebabkan resesi ekonomi. Atau dapat pula dikatakan kebijakan ekspansif yang membuat harga naik kelihatannya juga diikuti oleh kenaikan output.
Pendukung teori ekspektasi (baik ekspektasi adaptif maupun ekspektasi rasional) mengemukakan bahwa adanya hubungan antara tingkat inflasi dengan output tersebut karena adanya kesalahan masyarakat dalam mengekspektasi tingkat harga yang terjadi. Dalam pendekatan ekspektasi adaptif, masyarakat akan membuat ekspektasi harga berdasarkan tingkat harga pada periode sebelumnya sehingga ekspektasi adaptif ini sering disebut dengan backward looking expectation.
Pendekatan ekspektasi rasional yang dikembangkan dalam penelitian ini, mencari hubungan kebijakan moneter yang tidak terantisipasi terhadap tingkat output dan tingkat inflasi. Praktisnya, dalam penelitian ini, kebijakan moneter mengacu pada jumlah uang beredar. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini akan menginvestigasi pengaruh pertumbuhan uang beredar yang tidak terantisipasi terhadap tingkat output dan inflasi di Indonesia selama periode pemberlakuan sistem nilai tukar mengambang bebas.
Disebutkan dalam teori ekspektasi rasional bahwa masyarakat melakukan kesalahan dalam mengekspektasi jumlah uang beredar sehingga menciptakan keterkaitan antara perubahan tingkat inflasi dan perubahan tingkat output. Studi empiris yang telah dilakukan Barro (1977, 1978) memberikan dukungan yang kuat pada hipotesa ekspektasi rasional tersebut, bahwa hanya pertumbuhan jumlah uang beredar yang tidak terantisipasi yang mempunyai pengaruh pada variabel riil (output dan pengangguran). Atau dengan kata lain, adanya pertumbuhan jumlah uang beredar yang tidak terantisipasi akan menyebabkan tingkat output dan pengangguran akan berfluktuasi dari tingkat alamiahnya. Sedangkan untuk tingkat harga dipengaruhi pertumbuhan jumlah uang beredar yang terantisipasi maupun tidak terantisipasi. Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis mengambil judul penelitian "Analisis Pengaruh Pertumbuhan Uang Tidak Terantisipasi Terhadap Tingkat Output dan Tingkat Inflasi di Indonesia"
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut: "Bagaimana pengaruh pertumbuhan uang tidak terantisipasi terhadap tingkat output dan tingkat inflasi di Indonesia selama periode pemberlakuan sistem nilai tukar mengambang?"
No comments:
Post a Comment