BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return) sedangkan pihak issuer (perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih (Darmadji dan Fakhrudin, 2001:2)
Pasar modal di Indonesia sejak tahun 1977 sampai sekarang telah menunjukkan perkembangan yang pesat. Hal ini terlihat dari jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1988 jumlah emiten yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta hanya 24 perusahaan. Kemudian setelah tahun 1988, dengan adanya sejumlah paket-paket deregulasi yang dikeluarkan pemerintah, jumlah emiten yang terdaftar semakin meningkat. Pada awal tahun 1990-an, jumlah emiten yang terdaftar adalah sebanyak 127 perusahaan yang terus meningkat sampai tahun 1996 dengan jumlah emiten 238 perusahaan (Hartono, 2003:40). Dalam pasar modal terdapat banyak sekali informasi yang tersedia bagi para investor. Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dalam mengambil keputusan. Penggunaan informasi keuangan melalui laporan keuangan oleh pihak luar yaitu untuk membuat keputusan investasi dalam menentukan sumber daya yang akan diinvestasikan, dan juga upaya untuk memutuskan pemberian kredit oleh kreditor. Laporan keuangan dirancang guna mengetahui kemampuan atas solvency dan profitability perusahaan (Parawiyati, dkk, 2000).
Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 1 mengidentifikasi beberapa tujuan pelaporan keuangan, antara lain menyediakan informasi bagi investor, kreditor, dan pemakai eksternal lain untuk pengambilan keputusan investasi, kredit, dan lain-lain dan untuk menyediakan informasi mengenai prospek arus kas yang dapat membantu investor dan kreditor dalam menilai prospek arus kas bersih perusahaan yang bersangkutan (Kurniawan dan Indriantoro, 2000). Laporan keuangan sebagai sumber utama informasi akuntansi disusun sebagai tujuan untuk memenuhi kebutuhan pemakai. Pemakai menggunakan laporan keuangan untuk mengambil keputusan yang mempunyai konsekuensi ekonomi (Gantyowati, 2001).
Laba akuntansi dalam laporan keuangan merupakan salah satu parameter kinerja perusahaan yang mendapat perhatian utama dari investor. Menurut Anggono dan Baridwan (2003) dalam Indra dan Syam (2004) hal tersebut dapat dibuktikan dengan menggunakan model pengujian EBO (Edward-Bell-Ohloson), yang mengekspresikan nilai perusahaan sebagai fungsi laba dan nilai buku. Hasil penelitian Collins et al. (1999) dalam Indra dan Syam (2004) menunjukkan bahwa jika perusahaan rugi, pasar bersikap seolah-olah percaya pada nilai buku baik sebagai proxy bagi pendapatan normal masa depan yang diharapkan dan sebagai prediksi akan kebangkrutan. Investor juga menggunakan informasi arus kas sebagai ukuran kinerja perusahaan. Ketika dihadapkan pada dua ukuran kinerja akuntansi perusahaan, yaitu laba akuntansi dan total arus kas, investor harus merasa yakin bahwa ukuran kinerja yang menjadi fokus perhatian mereka mampu menggambarkan kondisi ekonomi serta menyediakan dasar bagi peramalan aliran kas masa depan suatu saham.
Laporan arus kas merupakan salah satu variabel keuangan yang digunakan dalam memprediksi tingkat keuntungan dan harga saham. Pengujian terhadap kandungan informasi arus kas dimaksudkan untuk melihat reaksi pasar atas publikasi laporan ini yang ditunjukkan dengan perubahan harga sekuritas yang bersangkutan. Pengamatan dari pengujian ini lebih difokuskan pada perubahan positif dan negatif arus kas (Wahyuni, 2002). Dalam PSAK No. 2 (IAI, 2004), laporan perubahan posisi keuangan harus disajikan bentuk laporan arus kas dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. Pembedaan komponen-komponen arus kas ini penting karena masing- masing komponen tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap harga dan return saham.
Menurut Kothari dan Zimmerman (1995) dalam Indra dan Syam (2004) dua model penilaian yang umum digunakan dalam suatu studi relevansi nilai data akuntansi adalah model harga dan model return. Walaupun kedua model ini memiliki dasar teori yang sama, akan tetapi hasil yang diperoleh dengan penggunaan dua model ini kadang-kadang tidak konsisten sehingga penggunaan kedua model tersebut secara bersamaan akan lebih berguna.
Triyono dan Hartono (2000) yang meneliti tentang kandungan informasi arus kas, komponen arus kas, laba akuntansi dengan harga atau return saham menggunakan dua pendekatan model level dan return. Hasil analisis dengan menggunakan model harga (level) menunjukkan bahwa pemisahan tiga komponen arus kas yaitu arus kas dari aktivitas pendanaan, investasi, dan operasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan harga saham kecuali arus kas investasi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengungkapan informasi arus kas memberikan informasi positif bagi pemakai laporan. Hasil pengujian lain pada penelitian tersebut dengan berdasar model return menunjukkan bahwa semua hipotesis yang diajukan tidak berhasil didukung. Hal ini disebabkan harga mengandung informasi tentang perubahan laba masa depan sehingga data akuntansi mengandung informasi yang tidak relevan.
Gantyowati (2001) menguji kandungan informasi arus kas dari aktivitas operasi dan data akrual terhadap return saham di Bursa Efek Jakarta. Sampel berjumlah 50 perusahaan manufaktur yang diambil secara purposive sampling dengan menggunakan data laporan arus kas tahun 1995 dan 1996. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antar komponen earnings. Adanya hubungan tersebut menunjukkan bahwa cash flow mempunyai kandungan informasi.
Indra dan Syam (2004) melakukan penelitian relevansi informasi laba akuntansi, nilai buku, dan total arus kas dengan menggunakan model harga dan return. Penelitian dilakukan di BEJ pada periode 1997-2002 dengan menggunakan 58 perusahaan sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan model harga, informasi akuntansi memiliki hubungan signifikan terhadap harga saham. Hubungan ini menunjukkan ekspektasi dari investor mengenai kinerja perusahaan di masa datang. Berdasarkan penggunaan model return, penelitian tersebut menemukan bukti adanya penurunan nilai relevansi dari informasi akuntansi, walaupun tidak signifikan secara statistik. Fakta tersebut menunjukkan bahwa pasar telah memiliki informasi terlebih dahulu mengenai kondisi fundamental perusahaan sebelum tanggal pengumuman.
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Indra dan Syam (2004). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penggunaan periode pengamatan. Periode penelitian Indra dan Syam (2004) adalah tahun 1997-2002, yang berarti memasukkan periode krisis moneter dalam penelitiannya. Penggunaan periode pengamatan pada masa-masa di sekitar krisis moneter dikhawatirkan akan menyebabkan bias dalam penilaian kondisi keuangan perusahaan sesungguhnya. Sedangkan penelitian ini menggunakan periode 1999-2004, yang dianggap telah mewakili kondisi pasar modal Indonesia yang telah mulai stabil pasca krisis moneter.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas, permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan laba akuntansi, nilai buku ekuitas, dan total arus kas dengan market value pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta?
No comments:
Post a Comment