BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham). Hubungan agensi muncul karena adanya suatu kontrak yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang (principal) yang menggunakan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan principal dengan cara mendelegasikan beberapa otoritas pengambilan keputusan. Hubungan agensi dapat menimbulkan masalah asimetri informasi. Asumsi bahwa individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan dirinya sendiri, maka dengan asimetri informasi yang dimilikinya akan mendorong agen untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Pengungkapan informasi akuntansi merupakan salah satu alat penting untuk mengatasi masalah keagenan antara manajemen dan pemilik, karena dipandang sebagai upaya untuk mengurangi asimetri informasi. Terdapat dua jenis asimetri informasi : pertama, Adserse Selection, berkaitan erat dengan masalah komunikasi dari pihak dalam (manajer) kepada pihak luar (investor). Masalah Moral Hazard, masalah ini timbul dari sulitnya mengamati dan mengawasi usaha keras (effort) manajer dalam menjalankan perusahaan. Hal ini terjadi karena pemisahan antara kepemilikan kontrol yang banyak dilakukan oleh perusahaan besar, sehingga adalah tidak mungkin bagi pemegang saham dan kreditur untuk mengobservasi tingkat dan likuiditas kerja (effort) manajer puncak dalam menjalankan perusahaan agar sesuai dengan kepentingan pemegang saham dan kondisi ini mendorong manajer untuk berperilaku opportunistic. Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimalkan nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi.
Dalam mekanisme pasar modal, pelaku pasar juga menghadapi masalah keagenan. Partisipan pasar saling berinteraksi di pasar modal guna mewujudkan tujuannya, membeli atau menjual sekuritas. Aktivitas yang mereka lakukan utamanya dipengaruhi oleh informasi terima baik secara langsung (laporan publik) maupun tidak langsung (insider trading). Dealer atau market makers sebagai salah satu partisipan pasar modal mempunyai kemampuan yang terbatas terhadap persepsi yang akan datang, dan menghadapi potensi kerugian dari pedagang yang terinformasi (informed traders) karena mereka tidak memiliki informasi yang superior sebagaimana pedagang yang terinformasi. Timbulnya masalah adverse selection yang mendorong dealer untuk menutupi kerugian dari pedagang yang terinformasi dengan meningkatkan spread-nya terhadap pedagang yang liquid. Jadi dapat dikatakan bahwa asimetri informasi yang terjadi antara dealer dan pedagang yang terinformasi tercermin pada spread yang ditentukannya.
Riset empiris sebelumnya telah banyak memberikan bukti bahwa pengumuman laba (earning) dapat mengurangi asimetri informasi yang diukur dalam bid-ask spread (misalnya Raman dan Tripathy, 1993; Krinsky dan Lee, 1996; Hartono Jogianto dan Diantamala Yossi, 2000). Suatu penemuan penting dari riset-riset sebelumnya dapat disimpulkan bahwa, pertama, pengungkapan informasi akuntansi dapat mempengaruhi risiko asimetri informasi sebagaimana yang dicerminkan oleh spread yang ditetapkan oleh dealer. Kedua informasi akuntansi lebih banyak membawa penurunan bid-ask spread.
Bid-ask spread merupakan selisih harga beli tertinggi dengan harga jual terendah. Literatur mikrostruktur mengenai bid-ask spread menyatakan bahwa terdapat suatu komponen spread yang turut memberikan kontribusi terhadap kerugian yang dialami dealer ketika bertansaksi dengan pedagang terinformasi (informed traders). Komponen tersebut adalah sebagai berikut : pertama, kos pemrosesan pesanan (order processing cost), terdiri dari biaya yang dibebankan oleh pedagang sekuritas (efek) atas kesiapannya mempertemukan pesanan pembelian dan penjualan, dan kompensasi untuk waktu yang diluangkan oleh pedagang sekuritas guna menyelesaikan transaksinya. Kedua, kos penyimpanan persediaan (inventory holding cost), yaitu kos yang ditanggung oleh pedagang sekuritas untuk membawa persediaan saham agar dapat diperdagangkan sesuai dengan permintaan. Ketiga, Adverse selection component, menggambarkan upah (reward) yang diberikan kepada para pedagang sekuritas untuk mengambil suatu risiko ketika berhadapan dengan investor yang memiliki informasi superior. Komponen ini berkaitan erat dengan arus informasi di pasar modal. Berkaitan dengan bid-ask spread, fokus utama perhatian akuntan adalah adverse selection karena berhubungan dengan penyediaan informasi keputusan. Beberapa riset yang pernah dilakukan, Misal : Easly dan Ohara (1996) telah mengembangkan model teoritis yang menghubungkan arus informasi terhadap bid-ask spread. Premis yang diajukan adalah bahwa sebagian besar investor memiliki lebih banyak informasi dibandingkan sekutitas (dealer). Pedagang efek (dealer) bahwa investor akan termotivasi hanya akan berdagang jika dipandang menguntungkan mereka. Dalam kondisi ini, maka komponen adverse selection dari bid-ask spread merefleksikan risiko asimetri informasi yang dirasakan oleh pedagang sekuritas. Jadi ketika pedagang sekuritas berdagang dengan pedagang yang terinformasi maka biaya transaksi meningkat, dan dengan adanya asimetri informasi ini akan membawa bid-ask spread yang lebih besar.
Riset empiris sebelumnya memberikan bukti bahwa pengumuman laba (earning) dapat mengurangi asimetri informasi yang diukur dalam bid-ask spread (misalnya Raman dan Tripathy, 1993; Krinsky dan Lee, 1996; Hartono dan Diantamala, 2000). Suatu penemuan penting dari riset-riset sebelumnya dapat disimpulkan bahwa, pertama, pengungkapan informasi akuntansi dapat mempengaruhi risiko asimetri informasi sebagaimana yang dicerminkan oleh spread yang ditetapkan oleh dealer. Kedua, informasi akuntansi lebih banyak membawa penurunan bid-ask spread. Verrecchia dan Diamond (1991) menunjukkan bahwa dengan mengungkapkan informasi privat maka tuntutan investor terhadap kompensasi menurun dengan adanya biaya transaksi turun sehingga komponen adverve selection dan bid-ask spread berkurang yang pada akhirnya cost of equity capital juga menurun.
Penelitian di Indonesia yang menguji pengaruh asimetri informasi terhadap cost of equity capital adalah Komalasari (2000). Komalasari (2000) menguji hubungan asimetri informasi terhadap cost of equity capital Secara khusus penelitian ini menguji apakah penurunan cost of equity capital pada perusahaan besar lebih besar dibandingkan perusahaan kecil. Hasilnya menunjukkan ada hubungan positif antara asimetri informasi dengan cost of equity capital. Tingkat asimetri informasi untuk perusahaan besar lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Didasari oleh riset analitis Komalasari (2000), penelitian ini bertujuan memberikan bukti empiris mengenai asimetri informasi dan pengaruhnya terhadap cost of equity capital. Penelitian ini bersifat extended replication dari penelitian yang dilakukan oleh Komalasari (2000). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu proksi ukuran perusahaan pada penelitian ini menggunakan total aset, sedangkan peneltian Komalasari (2000) menggunakan nilai pasar equitas sebagai proksi ukuran perusahaan. Penelitian ini menggunakan total aset sebagai ukuran perusahaan karena total aset lebih mencerminkan nilai kekayaan perusahaan (Fitriany, 2001).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang fenomena diatas maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
- Apakah asimetri informasi mempengaruhi cost of equity capital ?
- Apakah ukuran perusahaan mempengaruhi cost of equity capital ?
- Apakah pada perusahaan berukuran besar mempunyai cost of equity capital lebih rendah dibandingkan perusahaan berukuran kecil ?
No comments:
Post a Comment