BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia bisnis yang semakin ketat dewasa ini menciptakan suatu persaingan yang semakin tajam antar perusahaan. Persaingan bagi kelangsungan hidup dan perkembangan menjadi perusahaan besar dalam dunia usaha menjadi tantangan perusahaan dalam operasinya. Menghadapi persaingan tersebut, perusahaan dihadapkan pada tuntutan agar mempunyai keunggulan bersaing baik dalam teknologi, produk yang dihasilkan, maupun sumber daya manusianya. Namun, untuk memiliki keunggulan itu, perusahaan memerlukan investasi besar dengan kebutuhan dana yang besar pula. Keterbatasan dana yang dimiliki perusahaan seringkali menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan perusahaan menjadi perusahaan besar dan memiliki keunggulan bersaing atas produk-produk yang dihasilkannya. Untuk mengatasi ketersediaan dana itu, perusahaan harus mencari sumber-sumber pendanaan yang dapat menyediakan dana dalam jumlah besar untuk membiayai investasi baru yang dilakukan perusahaan yang juga semakin besar.
Dalam permulaan usaha, suatu perusahaan akan memenuhi kebutuhan dananya dari hasil usaha perusahaan itu sendiri (sumber internal). Namun, dengan semakin berkembangnya usaha seringkali kebutuhan dana dari sumber internal ini tidak mencukupi dikarenakan semakin besar perusahaan maka semakin meningkat pula kebutuhan dananya. Untuk itu, perusahaan harus mencari alternatif pendanaan yang baru dari luar perusahaan (sumber eksternal). Menurut Sudarma (2004), struktur modal perusahaan publik di Indonesia masih didominasi dari hutang dibanding modal sendiri. Kebijakan pemerintah untuk memperbaiki kondisi pasar modal di Indonesia dan mempermudah perusahaan dalam menerbitkan saham sebagai alternatif sumber pendanaan masih belum maksimal, sehingga perusahaan memilih alternatif pendanaan dari hutang. Kenaikan porsi hutang yang cukup signifikan karena manajer tidak punya power dan terlibat soal yang biasanya disebut moral hazard, memindahkan risiko bisnis (risk switching) dari tangan para pemilik perusahaan ke bank-bank.
Besarnya hutang yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatannya merupakan suatu kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan struktur modal. Kebijakan tersebut tidak terlepas dari upaya perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik dan para pemegang saham yang tercermin pada harga saham (Brigham, 1995:13). Peningkatan kemakmuran pemilik dan para pemegang saham tersebut antara lain dilakukan dengan memberikan dividen secara berkesinambungan dengan jumlah yang memuaskan. Selain itu, harga saham perusahaan yang meningkat akan memberikan keuntungan berupa capital gain bagi para investor (Sudarma, 2004). Dengan demikian, nilai perusahaan dapat dicerminkan dari harga saham perusahaan yang dipegang oleh investor.
Dalam melakukan investasi, investor akan melihat kemungkinan munculnya risiko dalam suatu perusahaan. Salah satu risiko tersebut adalah financial risk, yaitu risiko yang timbul dari penggunaan hutang. Kemampuan perusahaan mengelola hutang merupakan salah satu penarik minat investor. Bila investor tertarik maka mereka akan melakukan investasi pada perusahaan tersebut dengan membeli sahamnya di pasar modal. Harga saham di pasar modal ditentukan oleh kekuatan pasar dalam aksi jual-beli. Dengan demikian, harga saham merupakan ukuran prestasi perusahaan, yaitu ukuran keberhasilan manajemen mengelola perusahaan atas nama pemegang saham.
Untuk memperoleh persepsi positif dari investor yang akhirnya dapat menaikkan harga saham perusahaan, pihak manajemen akan menggunakan leverage pada tingkatan yang optimal. Menurut Rao (1995:475), penggunaan leverage yang semakin besar dalam struktur modal perusahaan akan menyebabkan biaya bunga semakin besar sehingga keuntungan per lembar saham yang menjadi hak pemegang saham juga semakin besar karena adanya penghematan pembayaran pajak penghasilan badan. Tetapi pada tingkatan tertentu, penggunaan leverage justru akan menurunkan nilai perusahaan karena meningkatkan risiko perusahaan. Pembayaran angsuran dan bunga hutang dapat menyebabkan financial distress karena cash flow perusahaan tidak mampu menutupinya.
Keputusan pendanaan merupakan salah satu fokus penting dalam manajemen keuangan yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Bila asumsi pasar persaingan sempurna dilonggarkan, tampak bahwa manajemen memiliki informasi tentang prospek perusahaan lebih baik daripada investor. Pelonggaran asumsi memunculkan beberapa teori struktur modal berbasis informasi asimetris seperti agency theory, pecking order theory, dan signaling hypothesis.
Penelitian ini difokuskan pada pecking order theory dengan didasarkan pada dua argumentasi. Pertama, pecking order theory didasarkan pada urutan sumber pendanaan dari laba ditahan, hutang, dan yang terakhir adalah penerbitan ekuitas baru dan penelitian ini memfokuskan pada urutan sumber pendanaan kedua yaitu hutang atau leverage. Kedua, pecking order theory ditujukan agar manajer bertindak disiplin dalam memaksimumkan kemakmuran pemilik dan pemegang saham (Shyam-Sunder dan Myers, 1999). Pecking order theory tidak secara eksplisit membahas risiko prospek perusahaan, walaupun urutan pendanaan didasarkan pada risiko atau ketidakpastian prospek perusahaan pada masa yang akan datang (Brigham, 1995).
Masalah pecking order theory telah menarik perhatian yang sangat besar dari para peneliti karena urutan atau prioritas sumber pendanaan yang digunakan perusahaan. Penelitian terdahulu yang berhasil menemukan bukti bahwa kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap leverage yaitu Allen (1993) dalam Adedeji (1998) dan Kaaro (2001). Peneliti yang berhasil menemukan bukti bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap leverage antara lain Baskin (1989), Adedeji (1998), serta Mahadwartha dan Hartono (2002). Sehubungan dengan nilai perusahaan, Sudarma (2004) menemukan bukti bahwa kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Penelitian terdahulu yang berhasil menemukan bukti bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap leverage antara lain Carleton dan Silberman (1977) dalam Kaaro (2001), Titman dan Wessels (1988), Barton dan Sundaram (1989), Baskin (1989), Chang dan Rhee (1990) dalam Kaaro (2001), Kaaro (2001), Wahidahwati (2002), Ismiyanti dan Hanafi (2003), serta Sudarma (2004). Sedangkan Sudarma (2004) menemukan bukti bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Penelitian terdahulu yang berhasil menemukan bukti bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif terhadap leverage antara lain Carleton dan Silberman (1977) dalam Kaaro (2001), Barton et al (1989), dan Kaaro (2001). Baskin (1989), Chang dan Rhee (1990) dalam Kaaro (2001), dan Kaaro (2001) adalah peneliti yang berhasil menemukan bukti bahwa pertumbuhan total aktiva berpengaruh positif terhadap leverage. Sedangkan Sudarma (2004) menemukan bukti bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian terdahulu yang berhasil menemukan bukti bahwa penggunaan leverage dalam struktur modal berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan yaitu Sudarma (2004).
Penelitian ini bermaksud melakukan pengembangan terhadap penelitian yang dilakukan oleh Kaaro (2001). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Kaaro, 2001) adalah pertama, periode pengamatan perusahaan yang dijadikan sampel penelitian yaitu dari tahun 2003-2004. Dipilihnya tahun 2003-2004 adalah dengan alasan: untuk menghindari periode krisis moneter di Indonesia (tahun
1997 -1998) dan perusahaan pada periode 2003-2004 memiliki data lengkap terkait dengan variabel dalam penelitian ini. Periode pengamatan dilakukan selama dua tahun supaya mendapatkan jumlah sampel yang representatif. Penelitian ini dilakukan kembali dengan periode yang berbeda dikarenakan penelitian yang dilakukan oleh Kaaro (2001) pada periode sebelum krisis moneter dan pada saat krisis moneter (1994-1998) dan kedua, penelitian ini menambahkan pengaruh leverage perusahaan terhadap nilai perusahaan serta pengaruh kebijakan dividen, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan total aktiva, dan leverage perusahaan terhadap nilai perusahaan yang dimediasi oleh leverage perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini diberi judul:
"Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan yang Dimediasi oleh Leverage Perusahaan sebagai Variabel Intervening: Sebuah Perspektif Pecking Order Theory".
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang hendak dijawab dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Apakah kebijakan dividen, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, dan pertumbuhan total aktiva berpengaruh terhadap leverage perusahaan?
- Apakah leverage berpengaruh terhadap nilai perusahaan?
- Apakah melalui leverage, kebijakan dividen, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, dan pertumbuhan total aktiva berpengaruh terhadap nilai perusahaan?
No comments:
Post a Comment