BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah bertujuan meningkatkan jenis dan jumlah peluang kerja (Arsyad, 2004:298). Pembangunan ekonomi daerah diera otonomi menghadapi berbagai tantangan baik internal maupun eksternal, seperti masalah kesenjangan dan iklim globalisasi, yang akhirnya menuntut tiap-tiap daerah untuk mampu bersaing di dalam dan luar negeri (Bappenas, 2004:74). Kesenjangan dan globalisasi berimplikasi kepada propinsi, kabupaten/kota untuk melaksanakan percepatan pembangunan ekonomi daerah melalui pengembangan ekonomi daerah berdasarkan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Pembangunan ekonomi Kota Malang merupakan bagian integral dari upaya pembangunan nasional yang harus dilaksanakan dan diselaraskan secara terpadu antara sektor yang satu dengan sektor lain. Pembangunan ekonomi Kota Malang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Propinsi Jawa Timur Tahun 2006, diantaranya dengan menempatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada posisi yang strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, serta sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen. Pengembangan UMKM merupakan langkah strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja, mengurangi kesenjangan dan kemiskinan, mempercepat pemulihan ekonomi, serta memperkuat landasan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi yang diselenggarakan oleh kebanyakan rakyat Indonesia dan pada umumnya terdiri atas koperasi, pengusaha mikro, pengusaha kecil dan menengah dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia. Sedangkan ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berorientasikan pada peningkatan partisipasi produktif masyarakat dalam penyelenggaraan ekonomi (Renstra KUKM, 2004-2009:2). Pelaksanaan ekonomi kerakyatan lebih diarahkan pada upaya optimalisasi potensi setiap wilayah berdasarkan kondisi sumber daya alam, manusia, lingkungan, kreatifitas dan energi masyarakat yang bersangkutan. Pembangunan berbasis kerakyatan berarti pembangunan ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat dengan bertumpu pada pemberian kesempatan kerja yang sama dan seluas- luasnya bagi masyarakat yang beraktifitas di bidang ekonomi (Yustika, 2003:108).
Salah satu perwujudan nyata dari kegiatan ekonomi rakyat yang bertumpu pada kekuatan sendiri, terdesentralisasi, beragam, dan merupakan kelompok usaha yang mampu menjadi buffer saat perekonomian dilanda krisis adalah meningkatkan kegiatan pengembangan UMKM. Keragaman UMKM seperti peternak kecil, petani gurem, industri kecil, industri rumah tangga, usaha kerajinan, adalah pelaku ekonomi yang memberi andil cukup besar dalam denyut nadi kehidupan masyarakat. UMKM memiliki fungsi dan peran yang sangat penting, karena sektor tersebut tidak hanya sebagai sumber mata pencaharian orang banyak, tetapi juga menyediakan langsung lapangan kerja bagi mereka yang tingkat pengetahuan dan ketrampilannya rendah. Selain itu UMKM juga berperan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, memeratakan tingkat pendapatan (omset), serta meningkatkan daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. Menurut Brata (dalam Yustika 2005:45), UMKM memberikan kontribusi positif terhadap PDRB sebesar 56,7% dibanding dengan ekspor non migas yang hanya memberi kontribusi sebesar 15%. UMKM juga memberikan kontribusi sebesar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia dan 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja.
Pengembangan UMKM menjadi sangat relevan dilakukan di daerah-daerah di Indonesia mengingat struktur usaha yang berkembang selama ini bertumpu pada keberadaan industri kecil/rumah tangga/menengah, meskipun dengan kondisi yang memprihatinkan, baik dari segi nilai tambah maupun dari keuntungan yang diperoleh. Tanpa disadari ternyata cukup banyak industri kecil/rumah tangga/menengah selama ini berorientasi ekspor, sehingga sangat membantu pemerintah dalam mendapatkan devisa, dibandingkan usaha besar yang justru mengeksploitasi pasar domestik dalam penjualannya. Sektor industri kecil/rumah tangga/menengah telah terbukti lebih fleksibel dalam berbagai kondisi perekonomian yang tidak menguntungkan, seperti krisis ekonomi. Pada saat industri besar gulung tikar, industri kecil yang berorientasi ekspor malah memperoleh keuntungan berlipat, karena industri kecil lebih banyak memakai bahan baku (intermediate goods) dari dalam negeri, sehingga tidak membebani nilai impor seperti yang selama ini dialami oleh usaha besar (Yustika,
2003:113). Ada lima keadaan yang memungkinkan industri kecil mampu bertahan dari persaingan yang datang dari industri berskala besar menurut Supratikno (dalam Yustika, 2003:114) adalah sebagai berikut: Pertama, usaha industri kecil bergerak dalam pasar yang terpecah-pecah (fragmented market), sehingga keberadaan skala ekonomi tidak terlalu penting yang menyebabkan skala ekonomi usaha besar tidak menonjol. Kedua, usaha industri kecil menghasilkan produk-produk dengan karakteristik elastisitas pendapatan yang tinggi, sehingga apabila terjadi kenaikan pendapatan masyarakat, permintaan akan produk-produk UMKM juga meningkat. Ketiga, usaha kecil memiliki tingkat heterogenitas tinggi, khususnya heterogenitas teknologi yang bisa digunakan, sehingga dapat menghasilkan variasi produk yang beraneka ragam. Keempat, usaha industri kecil tergabung dalam suatu klaster (sentra industri), sehingga mampu memanfaatkan efisiensi kolektif, misalnya dalam hal pembelian bahan baku, pemanfaatan tanaga kerja terampil, dan pemasaran bersama. Kelima, usaha industri kecil diuntungkan oleh kondisi geografis, yang membuat produk-produk industri kecil memperoleh proteksi alami karena pasar yang dilayani tidak terjangkau oleh inovasi produk-produk industri skala besar.
Namun dalam perkembangannya, UMKM masih belum menjalankan fungsi dan peranannya secara maksimal karena menghadapi berbagai kendala seperti masalah keterbatasan modal, teknik produksi, bahan baku, pemasaran, manajemen dan teknologi. Selain itu hambatan yang dihadapi oleh UMKM adalah keterbatasan dalam mengakses informasi pasar, keterbatasan jangkauan pasar, keterbatasan jaringan kerja, dan keterbatasan mengakses lokasi usaha yang strategis.
Kota Malang sebagai salah satu kota di Jawa Timur yang mempunyai kewenangan untuk mengembangkan ekonomi daerah dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Salah satu usaha pengembangan ekonomi yang dilakukan adalah pengembangan UMKM, yaitu dengan melihat kinerja UMKM melalui omset usaha dan posisi bersaing. Secara umum kondisi UMKM di Kota Malang sebagian besar belum dikelola secara profesional, tanpa manajemen yang jelas, dan masih bersifat subsistem. Sentra UMKM di Kota Malang tersebar dalam lima kecamatan dan 57 kelurahan dengan jumlah keseluruhan sebanyak 1078 buah. Penyebaran UMKM terbesar berada di Kecamatan Sukun sebanyak 274 unit usaha (25,4%), kemudian Kecamatan Klojen sebanyak 257 unit usaha (23,8%), Kecamatan Lowokwaru sebanyak 228 unit usaha (21,2%), Kecamatan Blimbing sebanyak 213 unit usaha (19,6%), dan Kecamatan Kedungkandang sebanyak 106 unit usaha (9,8%). Sedangkan tabel sentra potensial industri kecil/kerajinan yang berada di Kota Malang adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Daftar Sentra Potensial Industri Kecil/Kerajinan Kota Malang
NO | Jenis Usaha | Kelurahan/ Kecamatan | Unit Usaha | Jumlah Tenaga Kerja | Nilai Produksi | Ketua Kelompok |
1 | Mebel kayu | Tunjungsekar/ Lowokwaru | 39 | 234 | 7.371.000 | H. Sulaiman |
2 | Keramik | Dinoyo/Lowokwaru Penanggungan/ Klojen Jumlah | 24 4 28 | 300 170 470 | 1.656.000 765.120 2.421.120 | Ngadiman H. Edi |
3 | Tempe Kedelai | Purwantoro/Blimbing | 358 | 940 | 19.734.75 0 | H. Amari |
4 | Kompor sumbu | Merjosari/Lowokwaru | 30 | 234 | 4.135.680 | Hartono |
Sumber: Disperindagkop Kota Malang, 2004.
Menurut tabel tersebut, UMKM potensial yang memiliki peluang untuk dikembangkan adalah Sentra Industri Kerajinan Mebel Kayu yang terletak di Kelurahan Tunjungsekar, Kecamatan Lowokwaru. Agar pengembangan UMKM dapat berjalan dengan baik dan memberikan kontribusi positif dalam pembangunan ekonomi Kota Malang, maka diperlukan format pengembangan UMKM yang tepat, yang diarahkan pada pengembangan komoditas berdasarkan kriteria cabang industri yang ada. Kriteria menurut Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi (Disperindagkop) adalah diarahkan kepada industri kecil yang menggunakan teknologi sederhana, industri kecil yang dapat menyerap tenaga kerja, industri kecil yang telah dikerjakan secara kelompok/sentra, serta industri yang berakar dari bakat ketrampilan/seni masyarakat setempat.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengambil judul "Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Omset Usaha dan Posisi Bersaing pada Sentra Industri Mebel Kayu di Kelurahan Tunjungsekar, Kota Malang". Penelitian ini mengambil obyek penelitian sentra industri mebel kayu dengan alasan industri tersebut memenuhi kriteria Disperindagkop untuk dikembangkan. Industri mebel kayu meskipun dengan skala usaha maupun modal yang jumlahnya relatif kecil, namun untuk beberapa produk tertentu memiliki ciri khas (paten), sehingga mampu mengalahkan produk industri besar bahkan mampu menembus pasar internasional. Secara teori, produksi industri besar dibuat dengan mesin besar dan biaya besar akan meningkatkan harga jual yang tinggi. Namun produk yang dibuat hanya menggunakan mesin nilai culture-nya secara otomatis akan berkurang. Sedangkan industri kecil seperti mebel kayu tetap mempunyai kesempatan besar untuk survive bahkan berkembang pesat, karena ada kelompok tertentu misalnya turis asing akan membeli barang-barang dari industri kecil disebabkan nilai culture suatu bangsa daripada melihat kegunaan/manfaatnya (Tambunan, 2002:2).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana profil usaha dan pengusaha pada Sentra Industri Mebel Kayu di Kelurahan Tunjungsekar, Kota Malang?
- Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi omset usaha dan posisi bersaing pada Sentra Industri Mebel Kayu di Kelurahan Tunjungsekar, Kota Malang?
- Bagaimana pola industri pada Sentra Industri Mebel Kayu di Kelurahan Tunjungsekar, Kota Malang?
No comments:
Post a Comment