BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemakai laporan keuangan dapat dibedakan menjadi beberapa pihak yaitu: pihak internal (manajemen dan karyawan perusahaan) dan pihak eksternal (pemegang saham, kreditor, pemerintah, pemasok, konsumen dan masyarakat umum lainnya). Masing-masing pihak tersebut mempunyai kepentingan sendiri terhadap laporan keuangan perusahaan, sehingga terjadi pertentangan satu sama lain. Menurut Jin dan Machfoedz (1998), pertentangan yang dapat terjadi antara pihak-pihak tersebut adalah:
- Manajemen berkeinginan meningkatkan kesejahteraannya sedangkan pemegang saham berkeinginan meningkatkan kekayannya
- Manajemen berkeinginan memperoleh kredit sebesar mungkin dengan bunga rendah sedangkan kreditor hanya ingin memberi kredit sesuai dengan kemampuan perusahaan
- Manajemen berkeinginan membayar pajak sekecil mungkin sedangkan pemerintah ingin memungut pajak setinggi mungkin
Media komunikasi yang umum digunakan untuk menghubungkan pihak-pihak ini adalah laporan keuangan. Menurut (Belkaoi, 2000:156) laporan keuangan merupakan salah satu sumber utama informasi keuangan yang sangat penting bagi sejumlah pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga merupakan sarana untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan oleh manajemen atas sumber daya pemilik.
Salah satu cara manajemen untuk mengatasi permasalahan pertentangan kepentingan antara pihak internal dan eksternal perusahaan adalah dengan melakukan manajemen laba. Manajemen laba diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja, dalam batasan General Accepted Accounting Principles (GAAP), untuk mengarah pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan. Manajemen laba yang sering dilakukan manajemen adalah dengan perataan laba (income smoothing). Perataan laba dilakukan karena informasi laba merupakan sasaran utama dari informasi laporan keuangan yang dipublikasikan bagi pihak eksternal. Perataan laba dilakukan untuk mengurangi fluktuasi dari laba yang dilaporkan dan meningkatkan kemampuan investor meramalkan arus kas masa datang (Ronen dan Sadan, 1975, 1981 dalam Prasetio dkk, 2002). Menurut Ilmainir (1993) Perataan laba meliputi penggunaan teknik-teknik tertentu untuk memperkecil atau memperbesar jumlah laba suatu periode agar jumlah laba periode itu mendekati jumlah laba pada periode sebelumnya. Diharapkan dengan perataan laba akan menguntungkan bagi pemegang saham serta penilaian terhadap kinerja manajemen.
Praktek perataan laba merupakan fenomena yang umum dilakukan di banyak negara. Namun demikian, praktek perataan laba ini, jika dilakukan dengan sengaja dan dibuat-buat dapat menyebabkan pengungkapan laba yang tidak memadai atau menyesatkan. Sebagai akibatnya, investor mungkin tidak memperoleh informasi akurat mengenai laba untuk mengevaluasi hasil dan resiko dari portofolio mereka. Oleh karena itu perlu dideteksi lebih dini apakah perusahaan melakukan praktek perataan laba atau tidak dan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhinya.
Isu income smoothing (perataan laba) telah banyak didiskusikan dalam literatur akuntansi untuk beberapa dekade. White (1970) melaporkan bahwa terdapat probabilitas perusahaan melakukan perataan laba dengan tingkat signifikasi 0,025. Borneo et al (1976) dalam penelitiannya telah memberi bukti bahwa perusahaan melakukan perataan laba melalui manipulasi atas item-item pos luar biasa (extra-ordinary items). Sementara Ashari et al (1994) melaporkan bahwa terdapat indikasi tindakan perataan laba dan laba operasi merupakan sasaran umum yang digunakan untuk melakukan perataan laba, serta tindakan perataan laba cenderung dilakukan oleh perusahaan yang profitabilitasnya rendah, dan perusahaan dalam industri yang beresiko (Assih dan Gudono, 2000).
Penelitian mengenai perataan laba juga telah dilakukan di Indonesia, diantaranya yaitu penelitan yang dilakukan oleh Ilmainir (1993), Zuhroh (1997) Jin dan Machfoedz (1998), serta Salno dan Baridwan (2000) menyediakan bukti bahwa praktek perataan laba telah terdapat pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dan mengindikasi faktor-faktor yang dapat mendorong praktek perataan laba diantaranya leverage operasi, ukuran perusahaan, keberadaan perancanaan bonus, dan sektor industri.
Jin dan Machfoedz (1998) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi praktek perataan laba pada perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Faktor-faktor independen yang menjadi variabel berpengaruh dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, profitabilitas perusahaan, sektor industri dan leverage operasi perusahaan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa hanya leverage operasi yang merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya praktik perataan laba.
Salno dan Baridwan (2000) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba dan kaitannya dengan kinerja saham perusahaan publik di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor besaran perusahaan, net profit margin, kelompok usaha, dan winner/losser stock secara signifikan tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Penelitian serupa dilakukan oleh Murtanto (2004) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan, Net Profit Margin (NPM), kelompok usaha tidak berpengaruh terhadap praktek perataan laba sedangkan winner/losser stocks berpengaruh terhadap praktek perataan. Berbeda lagi dengan penelitian yang dilakukan Prasetyo dkk (2002), yang menyimpulkan bahwa faktor-faktor kelompok usaha 2 dan winner/losser stocks secara signifikan mempengaruhi praktek perataan laba, faktor-faktor net profit margin, operating profit margin, kelompok usaha satu, secara signifikan tidak mempengaruhi praktek perataan laba.
Penelitian lain mengenai perataan laba yaitu dalam penelitian Assih dan Gudono (2000), penelitian ini meneliti hubungan tindakan perataan laba dengan reaksi pasar atas pengumuman informasi laba perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reaksi pasar tidak terlalu kuat untuk perusahaan yang melakukan praktek perataan laba. Penelitian ini juga didukung oleh Dwiatmini dan Nurcholis (2001) yang memperlihatkan hasil yang sama.
Yusuf dan Soraya (2004) juga melakukan penelitian dengan mengambil kesimpulan bahwa perusahaan non asing lebih banyak melakukan praktek perataan laba dibandingkan dengan perusahaan asing. Dari 16 perusahaan non asing yang dijadikan sampel, diindikasikan 8 perusahaan non asing yang melakukan praktek perataan laba atau sekitar 50% dari total sampel yang diuji. Sedangkan untuk perusahaan asing, nampak dari 14 perusahaan asing yang diuji 6 diantaranya melakukan praktek perataan laba atau 42,85% dari total sampel yang diuji.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka dalam penyusunan skripsi ini, penulis mencoba melakukan penelitian mengenai perusahaan yang melakukan perataan laba dengan mereplikasi dari penelitian yang dilakukan Salno dan Baridwan (2000). Alasan Penulis melakukan replikasi penelitian Salno dan Baridwan (2000) adalah karena peneliti mencoba menguji kembali apakah benar terjadi praktek perataan laba pada perusahaan publik di Indonesia dengan melihat faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan terjadinya praktek perataan laba. Selain itu peneliti juga akan menguji apakah ada perbedaan kinerja saham antara perusahaan perata laba dan bukan perata laba.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Salno dan Baridwan (2000) adalah :
- Periode pengamatan penelitian Salno dan Baridwan (2000) adalah tahun 1993 sampai dengan tahun 1996. Sedangkan periode pengamatan penelitian ini adalah tahun 2002 sampai dengan tahun 2005.
- Penelitian Salno dan Baridwan (2000) hanya mengamati perusahaan publik yang listing di Bursa Efek Jakarta saja. Sedangkan penelitian ini perusahaan publik yang listing di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan judul:
"ANALISIS PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING): FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN KAITANNYA DENGAN KINERJA SAHAM PERUSAHAAN PUBLIK DI INDONESIA"
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Oleh karena itu dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
- Apakah faktor-faktor besaran perusahaan, Net Profit Margin, kelompok usaha, dan klasifikasi winner/losser stocks secara signifikan berpengaruh terhadap praktek perataan laba?
- Apakah ada perbedaan return antara perusahaan yang melakukan praktek perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan praktek perataan laba?
- Apakah ada perbedaan resiko antara perusahaan yang melakukan praktek perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan praktek perataan laba?
No comments:
Post a Comment