BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam melakukan aktivitas investasi, seringkali masyarakat pemodal dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan dengan pemilihan instrumen investasi yang memiliki tingkat pengembalian dan resiko tertentu. Adapun instrumen investasi standar yang ada seperti: saham, obligasi, dan deposito berjangka, tidaklah cukup untuk dijadikan alternatif pilihan bagi masyarakat pemodal tersebut yang dikarenakan besarnya modal yang harus dimiliki masyarakat pemodal dan kerumitan dalam mengelola portofolio investasi.
Suatu alternatif investasi baru ditawarkan kepada masyarakat pemodal, khususnya untuk pemodal kecil dan menengah dan menjadi bagian dari keberagaman pilihan investasi yang berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia saat ini. Alternatif investasi tersebut dikenal dengan nama Reksa Dana, yang merupakan wadah untuk mengembangkan dana (investasi) secara kolektif dari pemodal yang memiliki tujuan sama dalam kegiatan investasinya.
Bagi banyak pengamat investasi, ide untuk mengumpulkan sumber daya keuangan (dana) yang dimiliki oleh individu-individu di bawah arahan Manajer Investasi professional yang selanjutnya melakukan diversifikasi secara luas sehingga ujung-ujungnya akan sangat menguntungkan individu-individu bersangkutan, dianggap sebagai salah satu ide paling fenomenal di abad ke dua puluh satu ini. Sebagian diantaranya malah menganggap Reksa Dana sebagai The Greatest Investment Ever Invented.
Reksa Dana muncul karena umumnya Pemodal mengalami kesulitan untuk melakukan investasi sendiri pada surat-surat berharga seperti saham maupun obligasi. Kesulitan yang dihadapi Pemodal antara lain adalah perlunya melakukan berbagai analisa dan memonitor kondisi pasar secara terus-menerus yang sangat menyita waktu. Kesulitan lain adalah dibutuhkannya dana yang relatif besar untuk dapat melakukan investasi pada surat-surat berharga di atas. Di lain pihak, catatan historis menunjukkan dalam jangka panjang, investasi pada surat-surat berharga di atas dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada tabungan atau deposito.
Reksa Dana, sebagai salah satu alternatif investasi, pertama kali diperkenalkan di Indonesia dengan mengacu kepada peraturan SK Menteri Keuangan No. 1548 Tahun 1990. Namun, peraturan ini tidak cukup untuk memberi dorongan bagi perkembangan Reksa dana itu sendiri, karena hanya diizinkan usaha Reksa Dana yang berjenis tertutup (close-ended). Kemudian, setelah disahkannya Undang-Undang No. 8 tahun 1995, yang mengatur aktivitas pasar modal di Indonesia, peluang bagi berdirinya Reksa Dana terbuka (open-ended), dalam bentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK), semakin terbuka.
Dalam UU Pasar Modal diatur 2 (dua) bentuk Reksa Dana, yaitu:
- Reksa Dana berbentuk perusahaan (perseroan); dan
- Reksa Dana berbentuk kontraktual (kontrak investasi kolektif).
Reksa Dana berbentuk perusahaan dapat bersifat terbuka dan tertutup. Sedangkan Reksa Dana berbentuk kontraktual, sesuai dengan hakekatnya, adalah bersifat terbuka. Reksa Dana terbuka memberi kesempatan kepada masyarakat untuk membeli dan menjual kembali unit penyertaannya sewaktu-waktu, berbeda dengan Reksa Dana tertutup.
Tujuan dasar dari pembentukan Reksa Dana adalah:
- Mendorong masyarakat pemodal untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan wadah investasi kolektif
- Mendukung upaya industri efek dalam mengembangkan produk-produk yang memberikan penghasilan tetap dan merupakan investasi yang relatif aman.
Sejalan dengan kedua tujuan di atas, perusahaan efek (manajer investasi) yang telah memiliki izin sebagai manajer investasi, perlu mengupayakan langkah-langkah untuk mengembangkan dan memasarkan produk penting ini sebagai salah satu alternatif investasi. Dengan melalui pengelolaan yang integratif terhadap produk investasi tersebut, maka sasaran penarikan minat pemodal terhadap alternatif investasi Reksa dana dapat dengan mudah dicapai.
Dan minat itu sendiri dapat dimunculkan bilamana keyakinan terhadap produk yang ditawarkan dapat diberikan. Dalam hal ini, salah satu indikator keyakinan bagi investor adalah bahwa investasi pada instrumen Reksa Dana dapat memberikan tingkat pegembalian yang relatif tinggi, dan dengan tingkat resiko yang sesuai dengan preferensi resiko mereka. Dan indikator tersebut berupa penilaian kinerja Reksa Dana yang ditinjau dari tingkat pengembalian dan resiko yang dikandung Reksa Dana. Suatu survey dilakukan di Amerika mengenai dasar pertimbangan masyarakat investor dalam memilih Reksa Dana sebagai instrumen investasinya. Dari penelitian Investment Company Institute tersebut, diperoleh gambaran bahwa kinerja Reksa Dana, sebesar 75% merupakan pertimbangan utama para investor dalam memilih berinvestasi dalam Reksa Dana.
Tabel 1.1
Memilih Reksa Dana ala Investor Amerika
Dasar Pertimbangan | Prosentase |
Kinerja Reksa Dana | 75% |
Resiko Reksa Dana | 69% |
Tujuan Investasi | 49% |
Portofolio Surat Berharga | 46% |
Biaya | 43% |
Investasi Minimum | 35% |
Biaya Pembelian | 27% |
Profil Manajer Investasi | 25% |
Nilai Aktiva Bersih (NAB) per Unit | 24% |
Jumlah Aset yang Dikelola | 17% |
Sumber : Eko Priyo Pratomo dan Ubaidillah Nugraha, 2005, hal 159
Dengan demikian, kinerja Reksa Dana selain dapat dijadikan sebagai ukuran efektivitas dan efisiensi manajer investasi dalam mengelola produk tersebut, juga dapat dijadikan sebagai salah satu indikator bagi masyarakat pemodal (investor) dalam menenetukan investasinya di instrumen Reksa Dana.
Dalam mengukur kinerja reksa dana terdapat tiga macam cara/metode, dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode Sharpe dimana metode Sharpe ini memiliki keunggulan tersendiri yaitu menggunakan resiko total dalam perhitungannya sehingga semua resiko yang terkandung dalam suatu reksa dana sudah termasuk dalam perhitungan. Sedangkan metode lainnya hanya menggunakan resiko pasar. Mengingat manfaat yang dapat diambil dari informasi mengenal kinerja Reksa Dana, maka penelitian ini berusaha memberi gambaran kinerja Reksa Dana yang terdapat di Indonesia dengan judul:
PENILAIAN KINERJA REKSA DANA TERBUKA TAHUN 2005
DENGAN METODE SHARPE
1.2. Perumusan Masalah
Selama ini, masyarakat Indonesia hanya mengenal instrument investasi berupa deposito bank yang mampu mereka jangkau dalam hal penyertaan modal, tidak perlu memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola investasinya, dan tanpa melalui administrasi yang rumit. Hal itulah yang menyebabkan instrument investasi lain seperti pasar modal dan lainnya hanya diikuti oleh para investor yang memiliki modal besar serta pihak asing.
Padahal perkembangan pasar modal merupakan faktor penting dalam pembangunan perekonomian suatu bangsa dan untuk itu memerlukan peran serta masyarakat Indonesia. Untuk itulah kemudian muncul suatu alat investasi baru yaitu Reksa Dana yang mampu menjembatani antara para investor kecil dan menengah untuk mampu ikut berinvestasi dalam pasar modal tanpa perlu memiliki modal yang besar serta bebas dari kerumitan pengelolaan portofolionya.
Reksa Dana mengumpulkan modal dari sekian banyak investor sehingga cukup besar untuk ditanamkan pada pasar modal dan pengelolaan portofolionya dilakukan oleh para ahli yang memiliki izin dari Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), sehingga para investor cukup menyetor sejumlah dana yang besarannya mampu dijangkau oleh kalangan individu kepada Manajer Investasi selaku pengelola dari Reksa Dana maka investor sudah bisa ikut berpartisipasi dalam pasar modal.
Investor dalam berinvestasi pasti memiliki tujuan untuk memperoleh hasil sesuai yang diharapkan, begitu juga investor Reksa Dana yang mengharapkan hasil yang lebih besar daripada deposito sebagai kompensasi dari resiko yang mereka hadapi. Untuk itu para investor tentunya memilih Reksa Dana mana yang mampu menghasilkan hasil yang cukup besar. Kemampuan Reksa Dana dalam menghasilkan return tidak terlepas dari kinerja Reksa Dana itu sendiri. Hal inilah yang dianggap menarik untuk diteliti.
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
- Bagaimanakah kinerja Reksa Dana terbuka pada tahun 2005?
- Reksa Dana apa saja yang memiliki kinerja yang baik?
No comments:
Post a Comment