PENILAIAN EFISIENSI KINERJA PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

 On 27 April 2009  

BAB  I


PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang


Perkembangan bank syariah merupakan fenomena yang cukup hangat dalam industri perbankan di Indonesia. Perkembangan perbankan syariah era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut, diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.


Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi para stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana untuk mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal tersebut selanjutnya diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan mengadakan "Pelatihan Perbankan Syariah" bagi para pejabat Bank Indonesia dari seluruh bagian yang terkait.. Salah satu bank milik pemerintah yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah adalah Bank Syariah Mandiri (BSM). Secara struktural, BSM berasal dari Bank Susila Bhakti sebagai salah satu anak perusahaan lingkup Bank Mandiri (eks Bank Dagang Negara) yang kemudian dikonversikan menjadi bank syariah secara penuh.


Perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pasca reformasi adalah diperkenankannya konversi bank umum konvensional menjadi bank syariah. Hingga  akhir tahun 2005, di Indonesia sudah terdapat: 3 bank umum syariah secara penuh, yaitu Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri, yang merupakan bank devisa. Serta satu bank non devisa, yakni Bank Syariah Mega Indonesia. 16 unit usaha syariah, yaitu terdiri dari 3 bank persero (BNI syariah, BTN Syariah, BRI Syariah), 6 bank devisa (Bank Bukopin Syariah, Bank Danamon Syariah, BII Syariah, Bank IFI Syariah, Bank Niaga Syariah, dan Bank Permata Syariah), 7 BPD (BPD Kalsel, BPD Jabar, BPD Aceh, BPD NTB, BPD Riau, Bank DKI, BPD Sumut), dan 1 bank asing, yaitu HSBC Syariah. BPR syariah sebanyak 92 bank.

















Tabel 1.1


Jaringan Perbankan Syariah


Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2005



Pada tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dalam satu tahun terakhir aset perbankan syariah terus mengalami peningkatan hingga pada posisi Oktober 2005 mencapai Rp18,732 triliun. Pada periode tahun terakhir, 2004-2005, pertumbuhan (perkembangan) aset mengalami fluktuasi. Hal tersebut terlihat pada gambar 1.1, pertumbuhan paling tinggi terjadi pada Desember 2004 (9,19%), kemudian pada bulan Oktober 2004 (5,58%), dan bulan Maret 2005 sebesar 5,10%.





Tabel 1.2


Aset Perbankan Syariah (Juta Rupiah)



Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2005



Gambar 1.1


Perkembangan Aset Perbankan Syariah



Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2005



Pada tabel 1.3, dapat dilihat perkembangan share perbankan syariah terhadap perbankan nasional secara keseluruhan. Pada posisi Agustus 2005, aset perbankan syariah mencapai 1,32%, dana pihak ketiga mencapai 1,26%, dan pembiayaan mencapai 2,22% terhadap total perbankan di Indonesia. Dari sisi indikator kesehatan yang lain, LDR/FDR dan NPL, dapat dilihat bahwa perbankan syariah lebih unggul terhadap total perbankan di Indonesia. FDR perbankan syariah 111,31% sedangkan LDR total perbankan di Indonesia 63,11%. NPL perbankan syariah 4,16% sedangkan NPL total perbankan di Indonesia sebesar 7,9%.


Tabel 1.3


Share Perbankan Syariah Terhadap Total Perbankan  di Indonesia



Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2005



Sedangkan perkembangan share aset yang dimiliki oleh perbankan syariah dapat dilihat pada gambar 1.2. Pada gambar tersebut terlihat bahwa share aset terus mengalami kenaikan dari posisi Oktober 2004 sebesar 1,11% menjadi 1,32% pada bulan Oktober 2005. Hal yang sama juga terjadi pada jumlah dana pihak ketiga yang berhasil diperoleh oleh perbankan syariah, dari 1,09% pada bulan Oktober 2004 meningkat hingga 1,26% pada Oktober 2005 setelah sempat mencapai puncaknya pada bulan Juni 2005 sebesar 1,32%.





Gambar 1.2


Perkembangan Share Perbankan Syariah Terhadap Total Perbankan


di Indonesia



Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2005



Walaupun dari grafik perkembangan perbankan syariah menunjukkan suatu peningkatan yang cukup menggembirakan, akan tetapi pada kenyataannya banyak masyarakat yang masih belum mempercayai kinerja dari bank syariah. Hal ini ditunjukkaan dengan persentase besarnya share akan deposit fund yang dimiliki oleh bank syariah pada keseluruhan perbankan yang ada di Indonesia, yaitu sebesar 1,26%.


Salah satu langkah yang harus diambil oleh bank- bank syariah yang ada saat ini adalah dengan menunjukkan banking performance yang baik. Langkah ini sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh bank-bank lain, khususnya bank-bank konvensional. Akan tetapi, untuk bank syariah masih sedikit yang melakukan penilaian tentang banking performance ini. Seperti halnya perbankan konvensional, bank syariah juga menjadi sasaran penilaian oleh manajemen, pemilik, pemegang otoritas (BI) serta masyarakat sebagai stakeholders. Pada umumnya, penilaian dititikberatkan pada aspek keuangan yang dianggap mampu mencerminkan keadaan perusahaan secara menyeluruh. Pola seperti ini juga berlaku bagi bank. Penilaian perusahaan yang tetap dititikberatkan pada aspek keuangan tersebut terus mengalami perkembangan.


Penciptaan efisiensi melalui inovasi produk dan inovasi proses sebaiknya harus segera dilakukan oleh perbankan syariah di Indonesia. Lain halnya dengan perbankan konvensional, perbankan syariah hanya memiliki produk-produk syariah yang terbatas mengingat belum lengkapnya instrumen keuangan yang dimiliki.


Kinerja suatu bank umumnya diukur dengan rasio-rasio keuangannya, seperti rasio kecukupan modal (CAR), loan to deposit ratio (LDR), ratio return on risked assets (RORA), net profit margin (NPM), return on assets (ROA), dan sebagainya. Analisis yang berkaitan dengan rasio-rasio ini dalam ketentuan Bank Indonesia dikenal dengan istilah analisis CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, and Liquidity). Pengukuran kinerja berdasarkan rasio-rasio tersebut tidak secara langsung dapat mengukur tingkat (score) efisiensi yang dicapai oleh suatu bank dibandingkan dengan bank lainnya. Sebaliknya, rasio-rasio ini sering dikaitkan dengan tingkat kesehatan atau prediksi kegagalan dalam bisnis perbankan. Dengan demikian, maka analisis tingkat efisiensi bank masih perlu dilengkapi dengan suatu metode atau alat ukur yang lebih tepat agar ukuran kinerja dan tingkat efisiensi yang telah dicapai oleh suatu bank dengan menggunakan ukuran rasio CAMEL akan menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat dan bagi manajemen bank itu sendiri.


Salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian perusahaan ini adalah dengan metode DEA. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi dari kinerja suatu bank, sehingga nantinya dapat diketahui faktor-faktor yang harus mengalami perubahan agar efisiensi kinerja dapat tercapai secara maksimal. Dalam analisis dengan menggunakan metode DEA, akan digunakan variabel gabungan antara faktor input dan output dari bank. Dengan menggunakan metode DEA ini, selain mampu untuk (a) mengukur nilai efisiensi relatif suatu bank; juga (b) dapat memberikan petunjuk bank mana yang dapat dijadikan acuan perbaikan (best practice) bagi bank yang tidak efisien; (c) memberikan patokan nilai potensi perbaikan sumber daya dan hasil kerja bank-bank yang inefisien; di samping itu juga (d) memberikan gambaran kondisi seberapa besar potensi perbaikan yang telah ditetapkan dapat berpengaruh terhadap return yang akan dihasilkan oleh suatu bank yang inefisien. Lebih lanjut hasil pengukuran ini juga (e) dapat dimanfaatkan oleh pihak manajemen bank untuk melakukan ekspansi atau restrukturisasi bank yang bersangkutan.


Atas dasar permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka perlu diadakan penelitian dengan judul :


"PENILAIAN EFISIENSI KINERJA PERBANKAN SYARIAH INDONESIA".



1.2 Perumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :




  1. Bagaimanakah tingkat efisiensi kinerja perbankan syariah yang ada di Indonesia, periode tahun 2004 hingga tahun 2005?

  2. Apakah terdapat variabel yang memiliki kontribusi terbesar terhadap tingkat efisiensi kinerja dari bank-bank syariah?


PENILAIAN EFISIENSI KINERJA PERBANKAN SYARIAH INDONESIA 4.5 5 Win Solution 27 April 2009 BAB  I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bank syariah merupakan fenomena yang cukup hangat dalam industri perbankan di Indonesia....


Skripsi Lengkap (bab 1-5 dan daftar pustaka) untuk judul diatas bisa dimiliki segera dengan mentransfer dana Rp300ribu Rp200ribu. Setelah proses pembayaran selesai skripsi dalam bentuk file/softcopy langsung kita kirim lewat email kamu pada hari ini juga. Layanan informasi ini sekedar untuk referensi semata. Kami tidak mendukung plagiatisme. Cara pesan: Telpon kami langsung atau ketik Judul yang dipilih dan alamat email kamu kirim ke 089 9009 9019

Kami akan selalu menjaga kepercayaan Anda!

No comments:

Post a Comment

Jurnalskripsitesis.com. Powered by Blogger.

Blog Archive