MEMPREDIKSI TINGKAT PENGEMBALIAN INVESTASI MELALUI RASIO PROFITABILITAS, LIKUIDITAS, DAN LEVERAGE (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di BEJ Periode Pengamatan Tahun 2001-2004)

 On 24 April 2009  

BAB I


PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang


Pasar modal Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat dan memegang peranan penting dalam memobilisasi dana dari masyarakat investor yang ingin berinvestasi di pasar modal. Investor yang membeli saham perusahaan, pada hakekatnya, bertujuan untuk menerima dividen (bagian laba setelah pajak yang dibagikan) dan capital gain (kenaikan harga saham). Keduanya haruslah lebih besar atau paling tidak sama dengan return (imbalan) yang dikehendaki stock holders. Kondisi inilah yang memotivasi investor untuk memiliki saham. Bagi emiten, penetapan kebijaksanaan dividen, secara teoritis selalu bertujuan memaksimumkan kekayaan (wealth) stock holders yang tercermin pada harga-harga saham yang tercatat di bursa efek.


Para investor yang menginvestasikan dananya pasti memiliki ekspektasi untuk memperoleh return sebesar-besarnya dengan risiko investasi tertentu. Untuk investasi pada saham, return (tingkat pengembalian) yang diperoleh berupa capital gain ataupun dividen. Sedangkan untuk investasi pada surat hutang, return yang diperoleh berupa pendapatan bunga. Penelitian ini difokuskan pada pengembalian investasi berupa dividen. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah bahwa dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai capital gains yang biasanya diinginkan oleh investor yang berorientasi jangka pendek (short term investment) maupun yang dapat diperoleh melalui stocks split. Fokus pada dividen  karena  pemberian dividen merupakan salah satu bentuk peningkatan kesejahteraan pemegang saham, di mana return merupakan indikator untuk meningkatkan kesejahteraan para investor dan juga pemegang saham. Oleh karena itu investor memiliki kepentingan untuk mampu memprediksi berapa besar tingkat pengembalian investasi mereka.


Kebijakan dividen menentukan pembagian laba antara pembayaran kepada pemegang saham dan investasi kembali perusahaan. Menurut Michelle & Megawati (2005) mengutip Ikatan Akuntansi Indonesia (2002), kebijakan dividen perusahaan tercermin dalam rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio), dimana kebijakan dividen oleh perusahaan merupakan tingkat pengembalian investasi pada sisi investor. Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu sumber dana paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, sedangkan dividen merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing, sebaliknya, jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Besar kecilnya dividen yang dibagikan kepada pemegang saham tergantung dari kebijakan dividen masing-masing perusahaan, karena tidak ada suatu ukuran tertentu dalam menentukan pembayaran dividen.


Berkaitan dengan pembayaran dividen, umumnya investor lebih menyukai pembayaran dividen yang stabil dan konstan, karena pembayaran dividen yang berubah-ubah akan menyebabkan penyampaian informasi yang salah dan dapat menghilangkan kenyamanan investor. Dalam praktiknya, pembagian dividen dikaitkan dengan laba yang diperoleh perusahaan dan tersedia bagi para pemegang saham. Besarnya dana yang dibagikan sebagai dividen atau diinvestasikan kembali bukanlah sama dengan laba setelah pajak. Dana yang diperoleh dari hasil operasi selama satu periode adalah sebesar laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan. Namun, bukan berarti bahwa dana tersebut bisa dibagikan sebagai dividen. Hal ini disebabkan karena perusahaan tidak akan bisa melakukan penggantian aktiva tetap di masa yang akan datang apabila seluruh dana yang ada tersebut dibagikan sebagai dividen. Jika hal ini terjadi, maka kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan berkurang. Jadi, dana yang bisa dibagikan sebagai dividen merupakan kelebihan dana yang diperoleh dari operasi perusahaan (laba setelah pajak + penyusutan) di luar keperluan investasi untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (investasi pada aktiva tetap dan modal kerja).


Return yang diperoleh dari kegiatan investasi yang berupa dividen bukanlah hal yang mudah untuk diprediksi, karena kebijakan dividen merupakan kebijakan yang sulit bagi manajemen perusahaan. Keputusan mengenai dividen terkadang dikaitkan dengan keputusan pendanaan dan keputusan investasinya. Van Horne (1986: 50) menjelaskan bahwa besarnya pembayaran dividen akan berfluktuasi dari periode ke periode sesuai dengan fluktuasi dalam jumlah kesempatan investasi yang dapat diterima yang tersedia bagi perusahaan tersebut. Jika kesempatan ini berlimpah, persentase pembayaran dividen mungkin nol. Sebaliknya, jika perusahaan tesebut tidak mampu menemukan kesempatan investasi yang menguntungkan, pembayaran dividen akan menjadi 100 persen. Dijelaskan pula oleh Van Horne (1986:51), kaitannya dengan dividen sebagai residu pasif, apabila kesempatan investasi menjanjikan hasil pengembalian yang besar daripada pengembalian yang mereka syaratkan, para investor akan lebih senang jika perusahaan menahan laba. Jika hasil pengembalian sama dengan pengembalian yang disyaratkan, mereka akan merasa indifferen antara penahanan laba dan dividen. Sebaliknya, jika hasil pengembalian lebih kecil daripada hasil pengembalian yang disyaratkan, mereka akan lebih suka jika dividen dibagikan. Oleh karena itu, memang penting bagi seorang investor atau investor potensial untuk mampu memprediksi kebijakan dividen perusahaan.


Michelle & Megawati (2005) menyatakan bahwa tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor dapat diprediksi melalui rasio profitabilitas, likuiditas, dan leverage (hutang) dari perusahaan. Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian dari penjualan investasi serta kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profit) yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan. Rasio yang paling umum digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah ROA (Return on Assets), ROE (Return on Equity), dan ROI (Return on Investment). Dalam memprediksi tingkat pengembalian investasi yang berupa dividen dapat digunakan ROI yang mengukur tingkat pengembalian investasi atas investasi pada aktiva. Dijelaskan oleh Sutrisno (2001), keuntungan yang layak dibagikan kepada para pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Oleh karena dividen diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya Dividen Payout Ratio. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.


Likuiditas perusahaan yang seringkali diukur menggunakan  rasio lancar (Current Ratio) menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Perusahaan yang memiliki likuiditas baik maka memungkinkan pembayaran dividen dengan labih baik pula (Michelle & Megawati,2005). Dijelaskan oleh Helfert (1997: 95), dari sudut pandang pemberi pinjaman terdapat anggapan bahwa semakin tinggi nilai rasio lancar, maka semakin baik posisi pemberi pinjaman. Hal ini juga dapat dilihat dari sudut pandang investor, dimana semakin tinggi nilai rasio lancar akan memberikan perlindungan terhadap kemungkinan kerugian drastis bila terjadi kegagalan perusahaan. Kelebihan aktiva lancar yang besar atas kewajiban lancar tampaknya membantu melindingi klaim, karena persediaan dapat dicairkan dengan pelelangan atau karena tidak terdapat banyak masalah dalam penagihan piutang usaha. Sehingga bisa dikatakan semakin tinggi tingkat likuiditas maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.


Kaitannya dengan leverage, Helfert (1997: 98) menjelaskan bahwa rasio leverage yang biasa dinyatakan dengan rasio hutang terhadap ekuitas (Debt to Equity Ratio) adalah suatu upaya memperlihatkan, dalam format lain, proporsi relatif dari klaim pemberi pinjaman terhadap hak kepemilikan dan digunakan sebagai ukuran peranan hutang. Sutrisno (2001) menjelaskan bahwa semakin tinggi DER, maka komposisi hutang juga semakin tinggi, sehingga akan berakibat pada semakin rendahnya kemampuan untuk membayarkan dividen. Hal ini dikarenakan struktur permodalan yang lebih tinggi dimiliki oleh hutang sehingga pihak manajemen memprioritaskan pelunasan kewajiban terlebih dahulu sebelum membagikan dividen.


Penelitian ini mencoba mempelajari beberapa faktor yang dapat dijadikan alat prediksi tentang tingkat pengembalian investasi berupa dividen. Perusahaan yang akan diteliti adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ. Faktor yang diteliti adalah profitabilitas, likuiditas dan leverage yang dinyatakan dalam bentuk rasio keuangan. Prioritas pada saham perusahaan manufaktur dikarenakan industri manufaktur merupakan sektor ekonomi yang paling banyak menyerap dana dari masyarakat, memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi, dan dianggap sebagai sektor pemimpin (leading sector) bagi sektor lainnya (Sri,2005).


Jika melihat kondisi sektor manufaktur di Indonesia, daya saing sektor industri di Indonesia saat ini telah mengalami penurunan. Hal ini dibuktikan dengan turunnya kontribusi industri teknologi menengah (seperti karet dan plastik, semen, metal dasar dan fabrikasi metal sederhana) dari 38 % menjadi 34 %. Terhadap ekspor, kontribusi produk teknologi industri rendah meningkat, sementara untuk industri teknologi tinggi Indonesia adalah yang terendah diantara negara berkembang lain dan terus merosot sejak krisis. Kemerosotan industri manufaktur juga terlihat dalam penyerapan tenaga kerja. Antara tahun 2000 dan tahun 2003, lapangan kerja sektor manufaktur turun 9,8 % menjadi 10,9 juta orang. Hal ini disebabkan karena banyaknya pabrik tutup atau direlokasi ke luar negeri , terutama akibat masalah perburuhan dan meningkatnya upah minimum regional. Selain itu, setelah pertumbuhan spektakuler hampir 30% pada awal tahun 1990-an, penerimaan ekspor merosot hingga hanya menjadi 7% per tahun. Bahkan pangsa industri padat kerja terhadap total manufaktur menurun dari 16% pada tahun 1995 menjadi 13,4% pada tahun 2000. Pertumbuhan ekspor Indonesia beberapa tahun terakhir jauh lebih rendah jika dibandingkan negara Asia lain dan bahkan jauh di bawah pertumbuhan perdagangan dunia yang mencapai hampir 5% pada 2003 dan 10% pada 2004, dimana pertumbuhan ekspor Indonesia hanya sekitar 3% (www.tempo.com).


Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal, diantaranya:




  1. Munculnya beberapa negara pesaing yang mampu memproduksi barang yang sama dengan biaya lebih rendah.

  2. Ketidakmampuan para produsen Indonesia menekan biaya produksi untuk menyaingi pesaing karena ketergantungan sangat besar pada bahan baku atau komponen impor.

  3. Ketergantungan yang sangat besar pada sejumlah kecil produk.


Akibatnya, pangsa sektor manufaktur terhadap perekonomian Indonesia beberapa tahun terakhir mengalami penurunan dan kapabilitas manufaktur Indonesia semakin merosot. Dalam kondisi perekonomian yang tidak pasti ini, para investor yang menginvestasikan dana dan memiliki ekspetasi untuk memperoleh return sebesar-besarnya dengan risiko investasi tertentu memang memiliki kepentingan untuk mampu memprediksi tingkat pengembalian investasi mereka yang berupa dividen. Hal ini sangatlah penting karena dividen bisa berfungsi untuk menunjukkan mana perusahaan yang bisa atau mampu membayar dividen dan mana yang tidak. Dengan kata lain pembayaran dividen akan membuktikan bahwa perusahaan tersebut dalam kondisi sehat dan memberikan keuntungan kepada pemiliknya.


Berdasarkan uraian diatas, maka dirasa perlu untuk mengkaji lebih mendalam mengenai faktor yang dapat dijadikan alat prediksi untuk pengembalian investasi berupa pendapatan dividen pada perusahaan manufaktur dalam penelitian yang berjudul "Memprediksi Tingkat Pengembalian Investasi Melalui Rasio Profitabilitas, Likuiditas Dan Leverage (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di BEJ Periode Pengamatan Tahun 2001-2004)".



1.2. Rumusan Masalah


Latar belakang yang telah diungkapkan dalam penelitian ini mendasari rumusan masalah yang disajikan dalam pertanyaan sebagai berikut:




  1. Apakah rasio profitabilitas, likuiditas, dan leverage secara simultan dapat digunakan untuk memprediksi Dividend Payout Ratio (DPR)?

  2. Apakah rasio profitabilitas, likuiditas dan leverage secara parsial dapat digunakan untuk memprediksi Dividend Payout Ratio (DPR)?

  3. Apakah rasio likuiditas merupakan rasio yang paling dominan yang dapat digunakan untuk memprediksi Dividend Payout Ratio (DPR)?



MEMPREDIKSI TINGKAT PENGEMBALIAN INVESTASI MELALUI RASIO PROFITABILITAS, LIKUIDITAS, DAN LEVERAGE (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di BEJ Periode Pengamatan Tahun 2001-2004) 4.5 5 Win Solution 24 April 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat dan memegang peranan penting da...


Skripsi Lengkap (bab 1-5 dan daftar pustaka) untuk judul diatas bisa dimiliki segera dengan mentransfer dana Rp300ribu Rp200ribu. Setelah proses pembayaran selesai skripsi dalam bentuk file/softcopy langsung kita kirim lewat email kamu pada hari ini juga. Layanan informasi ini sekedar untuk referensi semata. Kami tidak mendukung plagiatisme. Cara pesan: Telpon kami langsung atau ketik Judul yang dipilih dan alamat email kamu kirim ke 089 9009 9019

Kami akan selalu menjaga kepercayaan Anda!

No comments:

Post a Comment

Jurnalskripsitesis.com. Powered by Blogger.

Blog Archive