PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN SAHAM TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Pada Industri Real Estate Dan Properti Yang Listing Di BEJ)

 On 26 April 2009  

BAB I


PENDAHULUAN



I.1. Latar Belakang


Sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998, banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang harus menghentikan usahanya karena likuiditas perusahaan yang tidak terpenuhi. Hal ini juga membawa dampak bagi industri real estate dan properti Indonesia. Dari data yang diperoleh diketahui jika pada tahun 1996 jumlah anggota Real estate Indonesia (REI) mencapai 736 perusahaan, angka ini terus menurun hingga tahun 2002 jumlah tersebut tinggal 265 perusahaan. Ada beberapa faktor yang ditengarai menjadi penyebab terjadinya krisis di sektor properti tersebut, antara lain : (1) adanya pembiayaan properti oleh perbankan umum pada sektor yang pada dasarnya tidak mempunyai likuiditas yang baik, (2) terjadinya kejenuhan dan over supply produk properti, yang ditunjukkan dengan menurunnya penjualan perumahan pada tahun 1997,dan (3) menurunnya daya beli masyarakat, meningkatnya suku bunga dan memburuknya kegiatan produksi dan investasi


Setelah melalui masa-masa lesu akibat krisis, sektor properti mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Seperti data yang diperoleh diketahui bahwa pertumbuhan properti pada juni 2003 merupakan pertumbuhan tertinggi pasca krisis ekonomi. Indikator semakin bergeraknya sektor real estate dan properti ini diantaranya adalah perbankan mulai mengucurkan kredit kepemilikan rumah dengan suku bunga yang menarik investasi, dan meningkatnya daya serap pasar terhadap produk properti. Dari sumber kompas diperkirakan pada tahun 2004, nilai kapitalisasi proyek properti akan mencapai Rp 49.5 trilyun, sedangkan pada tahun 2005 nilai kapitalisasinya akan mencapai Rp. 33.5 trilyun.


Perkembangan ini didukung kondisi Indonesia dimana masih besarnya potensi sumberdaya yang belum tergali dan termanfaatkan secara optimal, diantaranya adalah potensi jumlah penduduk yang besar dengan rasio pemilikan rumah yang cukup rendah. Kondisi lainnya adalah semakin meningkatnya daya serap pasar terhadap produk produk properti serta adanya usaha-usaha untuk menarik investor yang dilakukan oleh pemeritah


Sehubungan dengan kondisi yang terjadi dalam industri Real Estate Indonesia seperti saat ini, maka perusahaan Real Esate dan properti Indonesia sebenarnya dihadapkan pada suatu keputusan penting dalam bidang keuangan yaitu masalah pendanaan dalam rangka pengembangan usaha untuk memenuhi permintaan dan untuk bersaing dengan industri Real Estate dan Properti lainnya.


Dalam pelaksanaan dan pengembangan usaha, Industri Real Estate dan properti  memerlukan modal yang secara umum terdapat dua bentuk sumber pembiayaan pada perusahaan yaitu sumber pembiayaan internal perusahaan dan sumber pembiayaan eksternal. Sumber intern yaitu dana yang berasal dari dalam perusahaan, dimana pemenuhan kebutuhan modal diambilkan dari dana yang dihasilkan oleh perusahaan sendiri. Dalam hal ini sumber intern sering disebut sebagai sumber utama untuk mendanai kegiatan operasional perusahaan. Namun, seiring dengan perkembangan ekonomi serta tuntutan perkembangan usaha, dana yang berasal dari dalam perusahaan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, perusahaan berusaha mencari tambahan dana yang berasal dari sumber ekstern yaitu dana yang berasal dari luar perusahaan dengan cara meminjam kepada kreditur atau melalui penerbitan saham.


Keputusan untuk mendapatkan dana dari pasar modal membawa konsekuensi masuknya pihak lain dalam pengendalian perusahaan, sehingga segala bentuk keputusan keuangan mencerminkan segala keputusan dari pihak-pihak manajemen maupun pemegang saham. Segala keputusan yang berkaitan dengan kinerja perusahaan akan selalu menjadi pertimbangan investor dalam mengivestasikan dananya melalui pembelian saham perusahaan. Apabila kinerja keuangan perusahaan menunjukkan adanya prospek yang baik maka saham tersbut akan diminati investor sehingga harga saham akan meningkat dan nilai perusahaan juga kan semakin meningkat, tetapi sebaliknya berita buruk tentang kinerja keuangan perusahaan menunjukkan prospek yang buruk dimasa mendatang, hal ini akan diikuti penurunan harga saham di pasar modal yang diikuti penurunan nilai perusahaan. Dalam hal ini telah terjadi mekanisme pasar modal, dimana kinerja keuangan merupakan sumber informasi yang akan selalu dipantau oleh investor


Nilai perusahaan pada dasarnya dapat diukur melalui beberapa aspek, salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor keseluruhan atas setiap ekuitas yang dimiliki. Menurut Van Horne (2002) "value is represented by the market price of the company's common stock which in turn, is a function of the firm's investment, financing and dividen decision ". Harga pasar saham menunjukkan penilaian sentral dari seluruh pelaku pasar, harga pasar saham bertindak sebagai barometer kinerja manajemen perusahaan.


Peningkatan nilai perusahaan ini dapat tercapai apabila ada kerja sama antara manajemen perusahaan dengan pihak lain yang meliputi sharehoder maupun stakeholder dalam membuat keputusan keputusan keuangan dengan tujuan memaksimumkan modal kerja yang dimiliki. Apabila tindakan antara manajer dengan pihak lain tersebut berjalan sesuai, maka masalah diantara kedua pihak tersebut tidak akan terjadi. Dalam kenyataannya penyatuan kepentingan kedua pihak tersebut sering kali menimbulkan masalah. Adanya masalah diantara manajer dan pemegang saham disebut masalah agensi (agency problem). Dalam konsep theory of the firm (Jensen dan Meckling,1976), adanya agency problem tersebut akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan keuangan perusahaan, yaitu meningkatkan nilai perusahaan dengan cara memaksimumkan  kekayaan pemegang saham


Jensen dan Meckling (1976) menyatakan penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham adalah perbedaan dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana (financing decision) dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan bagaimana dana yang diperoleh diinvestasikan. Dalam aktivitas pencarian dana, manajemen menginginkan untuk mencari sumber pendanaan dengan biaya sekecil mungkin sehingga mampu meningkatkan laba perusahaan. Dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan dana yang diperoleh, manajer cenderung memilih untuk menginvestasikan dananya pada proyek dengan resiko rendah, tetapi investor cenderung untuk memilih proyek dengan resiko tinggi karena resiko yang tinggi mencerminkan return yang akan diperoleh juga tinggi


Masalah keagenan tersebut bisa terjadi karena adanya Asymmetric information antara pemilik dan manajer, yaitu ketika salah satu pihak memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh pihak lain, informasi ini sangat dibutuhkan terutama pada pasar modal dengan efisiensi kuat. Berbagai cara dapat dilakukan oleh manajer untuk memiliki informasi lebih dibanding investor, akibatnya investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan dan tidak mau membeli saham perusahaan sehingga harga saham perusahaan menjadi turun.


Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Namun dengan munculnya mekanisme  pengawasan tersebut akan memunculkan  biaya yang disebut agency cost. Biaya keagenan yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi kinerja manajemen menjadi beban bagi perusahaan sehingga akan mengurangi laba yang dihasilkan yang berakibat pada penurunan nilai perusahaan. Oleh karena itu adanya konflik agensi ini harus di minimalisasi dengan berbagai strategi agar nilai perusahaan tinggi.


Ada beberapa alternatif untuk mengurangi Agency cost yaitu melalui mekanisme pengendalian internal dan mekanisme pengendalian eksternal melalui pengendalian pasar. Mekanisme pengendalian internal didesain untuk menyamakan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976) ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengurangi agency cost yaitu pertama dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen karena dengan hal itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil. Kedua dengan meningkatkan Devident Pay out Ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak Free Cash Flow. Ketiga dengan meningkatkan pendanaan dengan hutang, keempat melalui Institusional Investor sebagai monitoring agents.


Adanya sebaran kepemilikan juga merupakan salah satu bentuk mekanisme Corporate governance yang bisa mengurangi konflik keagenan yang muncul. Dengan meningkatnya kepemilikan manajemen, maka manajemen akan bertindak sebagaimana pemegang saham sehingga mereka akan menanggung segala resiko dari keputusan yang telah diambil. Menurut Berle dan Means (1932) dengan penelitian korporasi-korporasi di Amerika menyatakan apabila struktur kepemilikan (Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) perusahaan semakin tersebar, para pemegang saham akan semakin kehilangan power untuk melakukan kontrol terhadap manajer. Menurut Demsetz (1983) dalam memaksimalkan nilai aset-aset perusahaan justru diperlukan  yang tersebar karena adanya kontrol dari pihak luar akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan sehingga meningkatkan nilai perusahaan


Penelitian untuk mengetahui pengaruh  terhadap nilai perusahaan telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian yang dilakukan Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa semakin besar kepemilikan oleh manajemen, maka semakin berkurang kecenderungan manajemen untuk tidak mengoptimalkan penggunaan sumber daya. Penelitian yang lain dilakukan oleh Demsetz dan Villalonga (2001) menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan saham terhadap kinerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan Stulz menemukan bahwa pada tingkat kepemilikan saham oleh manajer dalam jumlah yang rendah, nilai perusahaan akan meningkat karena menurunnya insentif manajer untuk bertindak konsumtif karena adanya pengawasan dari berbagai pihak, tetapi ketika kepemilikan saham perusahaan tinggi maka meningkatnya kepemilikan manajerial akan menimbulkan adanya management  entrenchment yaitu suatu posisi kepemilikan dimana manajer dapat dengan bebas memaksimumkan utilitasnya tanpa takut adanya akuisisi dari perusahaan lain


Di Indonesia penelitian untuk mengetahui  terhadap nilai perusahaan dilakukan oleh Wilopo dan Mayangsari (2000), Sudarma (2004), Setiawan (2005) dan Wahyudi dan Prawestri. Penelitian yang dilakukan Wilopo dan Mayangsari (2000) menunjukkan hubungan positif antara kepemilikan manajerial dan kinerja terjadi jika prosentase kepemilikan manajerial antara 5-20 %, apabila kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajemen melebihi atau kurang 20 %, maka akan berakibat negatif terhadap nilai perusahaan


Penelitian yang dilakukan Sudarma (2004) menghasilkan kesimpulan bahwa struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) saham berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa  yang komposisinya diukur dari kepemilikan manajerial dan institusional menjadi penentu nilai perusahaan. Semakin berkurangnya komposisi kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional serta meningkatnya kepemilikan public akan berpengaruh terhadap naiknya nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia perlu memperbesar struktur kepemilikan publik untuk mendorong agar pihak manajemen perusahaan lebih transparan dan ada keinginan untuk melakukan penyebaran kepemilikan, sehingga perusahaan tidak hanya dikendalikan oleh kalangan keluarga tertentu saja. Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa kepemilikan saham manajerial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa kepemilikan saham institusional secara parsial berpengaruh secara signifikan negatif terhadap nilai perusahaan. Hasil ini berarti bahwa naiknya kepemilikan institusional akan berpengaruh terhadap penurunan nilai perusahaan.


Penelitian yang dilakukan  setiawan (2005) dengan sampel perusahaan manufaktur, menghasilkan kesimpulan bahwa  (kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan yang berarti bahwa semakin berkurangnya komposisi kepemilikan manajerial dan institusional serta kepemilikan publik akan berpengaruh pada naiknya nilai perusahaan.


Penelitian yang dilakukan oleh wahyudi dan pawestri dengan menggunakan rasio price to book value (PBV) sebagai proxy untuk mengukur variabel dependen. Menurut Arsjah (2002) dalam utama(2005) menyatakan bahwa PBV merupakan salah satu rasio keuangan yang cukup representatif untuk melihat penciptaan nilai oleh suatu perusahaan. Penelitian ini menghasilkan keputusan bahwa struktur kepemilikan (Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan baik secara langsung maupun melalui keputusan pendanaan.


Penelitian tentang  perusahaan go publik yang sahamnya terdaftar di BEJ telah dilakukan oleh Cleassen at al (2000) yang menghasilkan bahwa hanya sebagian kecil atau rata-rata kurang dari 30 % sahamnya dijual melalui pasar modal yang dimiliki oleh publik. Dari total perusahaan go publik di Indonesia pada tahun 2000, 67,1% dikuasai keluarga, 27,8 % dikuasai publik dan hanya 5,1 % yang dikuasai stakeholder-manajer. Sedangkan pada tahun 2001 kepemilikan saham perusahaan industri yang go publik, 69 % saham dikuasai keluarga, 26,9% dikuasai publik dan hanya 4,1 % yang dikuasai stakeholder-manajer. Hal ini menunjukkan penyebaran saham perusahaan masih terjadi konsentrasi-konsentrasi kepemilikan oleh kelompok, dan keluarga masih memiliki kontrol terhadap perusahaan publik


Adanya konsentrasi kepemilikan perusahaan di Indonesia yang dikendalikan melalui institusi yang berbadan hukum atau holding company, menurut Clessen et al (2000), mengakibatkan tidak terdapat adanya pemisahan yang jelas antara kepemilikan dan kontrol pada perusahaan go publik. Fenomena terkonsentrasinya kepemilikan saham juga terjadi pada industri real estate di Indonesia. Dari data yang didapatkan  diketahui bahwa kepemilikan saham oleh institusi mendominasi kepemilikan saham perusahaan yaitu sebesar 70,70% dari total saham perusahaan, kpemilikan manajerial sebesar 4.70% dan kepemilikan oleh investor publik sebesar 21.62%.


Dari data tersebut diketahui bahwa kekuasaan stakeholder manajer terlalu kecil untuk mengarahkan kinerja bisnis diluar kepentingan para pemiliknya. Dengan konsentrasi kepemilikan saham ada pada  keluarga bisnis, agency problem dalam dunia bisnis di Indonesia bukan terletak pada tegangan antara pemilik dan manajer namun antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas.


Fenomena perkembangan industri Real Estate dan Properti Indonesia yang memiliki prospek yang cerah dimasa depan serta mengingat fenomena agency problem yang muncul ketika perusahaan memilih sumber pendanaan ekstern dan pengaruhnya terhadap nilai perusahaan. Tentunya dibutuhkan mekanisme yang mampu untuk mengurangi agency problem diantara para pemegang sahamnya. Salah satu mekanisme untuk mengurangi agency problem adalah melalui  (kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan kepemilikan publik) serta mekanisme pasar modal. Dengan berkurangnya agency problem, maka dapat meningkatkan nilai perusahaan yang tercermin dari harga saham perusahaan. Oleh karena itu penelitian ini mengambil judul: "Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Pada Industri Real Estate Dan Property Yang Listing DI BEJ)"



I.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :




  1. Bagaimana pengaruh struktur kepemilikan saham (kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, kepemilikan saham publik) secara simultan terhadap nilai perusahaan pada industri Real Estate dan Properti yang listing di BEJ

  2. Bagaimana pengaruh struktur kepemilikan saham (kepemilikan saham manajerial, saham institusional, saham publik) secara parsial terhadap nilai perusahaan pada industri Real Estate dan Properti yang listing di BEJ


PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN SAHAM TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Pada Industri Real Estate Dan Properti Yang Listing Di BEJ) 4.5 5 Win Solution 26 April 2009 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998, banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia yang...


Skripsi Lengkap (bab 1-5 dan daftar pustaka) untuk judul diatas bisa dimiliki segera dengan mentransfer dana Rp300ribu Rp200ribu. Setelah proses pembayaran selesai skripsi dalam bentuk file/softcopy langsung kita kirim lewat email kamu pada hari ini juga. Layanan informasi ini sekedar untuk referensi semata. Kami tidak mendukung plagiatisme. Cara pesan: Telpon kami langsung atau ketik Judul yang dipilih dan alamat email kamu kirim ke 089 9009 9019

Kami akan selalu menjaga kepercayaan Anda!

No comments:

Post a Comment

Jurnalskripsitesis.com. Powered by Blogger.

Blog Archive