PENGARUH SALES, TOTAL ASSETS, RETURN ON EQUITY, DEVIDEND PAYOUT RATIO, DEBT EQUITY RATIO, EARNING GROWTH, STANDAR DEVIASI EARNING GROWTH, DAN RETURN ON ASSETS TERHADAP PRICE EARNING RATIO

 On 26 April 2009  

BAB I


PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang


Pasar Modal Indonesia memiliki peranan yang signifikan dalam proses penyaluran dana dari investor kepada perusahaan (pihak yang kekurangan dana). Pertimbangan investor dalam melakukan investasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka untuk saat ini ataupun di masa yang akan datang. Jadi, investasi dapat diartikan sebagai kegiatan penanaman modal, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan pada waktunya nanti investor akan memperoleh keuntungan ekonomis dari penanaman modal tersebut. Bila investor memutuskan untuk membeli saham tertentu sebagai investasi, maka hasil yang diharapkan adalah mendapat keuntungan dari operasi harga saham (capital gain) serta dividen yang akan dibayar perusahaan. Gerak dan perkembangan pasar modal salah satunya ditentukan oleh kecenderungan masyarakat sebagai pemilik modal dalam menyikapi berbagai isu-isu yang berkembang dimasyarakat. Oleh karena itu transparancy dari pihak emiten dianggap sangat penting dan diperlukan untuk dapat menggembalikan kepercayaan pihak investor dalam melakukan investasi.


Pada dasarnya perusahaan selalu dihadapkan pada permasalahan-permasalahan dalam pengambilan keputusan keuangan perusahaan yang secara umum dapat dibedakan menjadi: (a) Keputusan investasi tentang alokasi dana ke berbagai macam aktivitas atau aktiva; (b) Keputusan mendapat modal dalam suatu campuran yang cocok antara utang luar dan modal sendiri; (c) Keputusan pembayaran dividen kepada pemegang saham; (d) Keputusan lainnya seperti ekspansi eksternal dan leasing (Riyanto, 1993).


Sacara sederhana investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dalam menempatkan dana pada satu atau lebih dari satu aset selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan atau peningkatan nilai investasi. Menurut pengertian tersebut, jika kita memegang uang kas, hal itu bukan merupakan investasi karena kas tidak memberikan penghasilan dan jika terjadi inflasi nilainya akan menurun. Sementara itu dengan menempatkan kas pada tabungan di bank merupakan investasi karena hal itu akan memberikan penghasilan dalam bentuk bunga. Demikian pula pembelian saham merupakan investasi karena saham memberikan penghasilan dalam bentuk deviden dan nilainya dapat diharapkan meningkat dimasa datang (Harianto dan Sudomo, 1998 dalam Hariyono, 2001).


Investasi dalam saham merupakan investasi beresiko tinggi, dimana investor dapat memperoleh keuntungan yang banyak dan sebaliknya bisa menderita kerugian yang tidak sedikit. Oleh karena itu investor dituntut untuk jeli dan harus semakin berhati-hati dalam pengambilan keputusan investasinya serta selalu menganalisis terlebih dahulu saham-saham yang akan dibelinya. Para investor juga memerlukan informasi yang relevan tentang harga saham suatu perusahaan karena harga saham mencerminkan kinerja perusahaan yang menjual saham tersebut. Kinerja perusahaan terutama untuk perusahaan yang telah go public dapat dilihat dari laporan keuangan yang diterbitkan secara periodik. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba merupakan salah satu aspek yang menjadi bahan penilaian bagi investor.


Tujuan investor menanamkan dananya pada sekuritas saham adalah memperoleh tingkat pengembalian (return) tertentu dengan risiko minimal. Tingkat pengembalian (return) atas kepemilikan saham dapat diperoleh dalam dua bentuk, yaitu deviden dan capital gain (harga jual saham lebih tinggi dari harga belinya). Saat melakukan investasi saham, investor akan memilih saham perusahaan mana yang akan memberikan return tinggi. Harga pasar saham memberikan ukuran yang obyektif mengenai nilai investasi pada sebuah perusahaan (Resmi, 2002). Oleh karena itu harga saham merupakan harapan investor. Investor harus dapat menganalisa apakah harga saham yang terjadi cukup layak untuk dibeli dan harus pula mendeteksi pergerakan harganya, mengetahui variabel apa saja yang menjadi penentu terhadap harga saham tersebut, apakah bersifat fundamental, teknikal, maupun sosial politik. Setiap variabel mempunyai efek yang relatif berbeda, sehingga adanya harga saham yang bersifat undervalued ataupun overvalued pada hakekatnya disebabkan adanya kekuatan variabel penentu yang berbeda.


Saat melakukan investasi saham, investor akan memilih saham perusahaan yang dapat memberikan return tinggi. Harga pasar saham memberikan ukuran yang obyektif mengenai nilai investasi pada sebuah perusahaan (Resmi, 2002). Oleh karena itu harga saham merupakan harapan investor. Investor harus dapat menganalisa apakah harga saham yang terjadi cukup layak untuk dibeli dan harus pula mendeteksi pergerakan harganya, mengetahui variabel apa saja yang menjadi penentu terhadap harga saham tersebut.


Sebagai salah satu instrumen ekonomi, pasar modal tak lepas dari berbagai pengaruh lingkungan, terutama lingkungan ekonomi baik mikro maupun makro dan lingkungan politik (Suryawijaya dan Setiawan, 1998 : 137). Pengaruh lingkungan ekonomi mikro seperti kinerja perusahaan (misal kebijakan merger, pengumuman laporan keuangan atau deviden perusahaan) selalu mendapat respon dari pelaku pasar modal dan perubahan lingkungan ekonomi makro yang terjadi seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito, kurs valuta asing, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan olah pemerintah, turut berpengaruh pada fluktuasi harga dan volume perdagangan di pasar modal.


Hartono (1998: 51) mengatakan terdapat dua macam analisis untuk menentukan nilai saham (intrinsik), yaitu analisis fundamental (fundamental analysis) dan analisis teknis (technical analysis). Analisis fundamental menyatakan bahwa setiap investasi saham mempunyai landasan kuat yang disebut nilai intrinsik yang dapat ditentukan melalui suatu analisis yang sangat hati-hati terhadap kondisi perusahaan pada saat sekarang dan prospeknya dimasa datang. Analisis fundamental menggunakan data keuangan perusahaan seperti laba, deviden yang dibagikan, penjualan, ekuitas, total aset dan lain-lain. Analisis teknis merupakan suatu teknis analisis yang menggunakan data atau catatan pasar untuk berusaha mengakses permintaan dan penawaran suatu saham tertentu maupun pasar secara keseluruhan. Analisis teknis menggunakan data pasar yang dipublikasikan  seperti harga saham dan volume perdagangan saham. Dalam analisis fundamental, harga saham dapat dihitung dengan dua pendekatan yaitu pendekatan nilai sekarang (present value approach) dan pendekatan price earning ratio. Pendekatan present value mencoba menaksir nilai intrinsik saham biasa perusahaan dengan menentukan nilai sekarang dari aliran kas yang diharapkan diperoleh dimasa datang. Dasar yang digunakan untuk menentukan nilai sekarang dari suatu saham yang dinilai adalah tingkat bunga tertentu yang dianggap layak oleh investor. Sedangkan pendekatan price earning ratio menggunakan angka rasio harga per lembar saham dengan laba per lembar saham dari laporan keuangan perusahaan.


Salah satu rasio yang banyak digunakan oleh investor untuk pengambilan keputusan investasi saham adalah Price Earning Ratio (PER). PER merupakan rasio antara harga per lembar saham dengan laba bersih per sahamnya (EPS). PER juga menunjukkan indikasi tentang adanya masa depan perusahaan. Menurut Sartono (1996 : 106), para pelaku pasar modal lebih menaruh perhatian terhadap Price Earning Ratio (PER) yang dapat diartikan sebagai indikator kepercayaan pasar terhadap prospek pertumbuhan perusahaan. PER memiliki beberapa atribut menarik yaitu memberikan standar yang baik dalam membandingkan harga saham untuk laba per lembar saham yang berbeda dan kemudahan dalam membuat perkiraan yang digunakan sebagai input pada P/E rasio model, serta memudahkan atau membantu judgement dalam menganalisis. Oleh karena model PER lebih sering digunakan dalam penilaian saham, maka menentukan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi PER dengan mengetahui seberapa jauh faktor-faktor tersebut mempengaruhi PER adalah sangat penting.


Beberapa penelitian yang terkait dengan variabel yang berpengaruh terhadap price earning ratio diantaranya dilakukan oleh Whitbeck dan Kisor (1963) yang menggunakan variabel earning growth, dividend payout ratio, dan standar deviasi tingkat pertumbuhan laba sebagai variabel independen, hasil penelitian menunjukkan earning growth dan dividend payout ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap price earning ratio, sedangkan standar deviasi dari pertumbuhan laba berpengaruh negatif dan signifikan terhadap price earning ratio. Constand et al. (1991) melakukan riset tentang faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio dan nilai pasar perusahaan Jepang, menggunakan variabel earning growth, dividend growth, risk, dividend payout ratio, land holding, special accounting reserves, dan ownership structure, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa standar deviasi earning growth sebagai proksi dari risiko, earning growth, dan dividend per share sebagai proksi dividend growth berhubungan positif dan signifikan dengan price earning ratio, sedangkan variabel land holding dan dividend payout ratio berhubungan negatif dan signifikan terhadap price earning ratio. Adapun pada variabel ownership structure dan special accounting reserves tidak ditemukan hubungan yang signifikan terhadap price earning ratio.


Mpaata dan Sartono (1997) yang membedakan obyek penelitiannya dalam enam sektor industri menghasilkan bahwa tujuh variabel independen yang digunakan dividend payout ratio, penjualan, earning growth, financial leverage, size, fix assets, dan return on equity berpengaruh signifikan dan konsisten terhadap price earning ratio.


Sedangkan riset yang dilakukan di pasar modal Indonesia diantaranya dilakukan oleh Anugerah (2001) yang menyimpulkan bahwa dividend payout ratio dan standar deviasi tingkat pertumbuhan laba berhubungan positif dengan price earning ratio, sedangkan earning growth berhubungan negatif terhadap price earning ratio, serta variabel dividend payout ratio berpengaruh dominan terhadap price earning ratio. Hariyono (2001) menunjukkan bahwa penjualan, dividend payout ratio, debt to equity ratio, total assets, earning growth, dan standar deviasi dari earning growth berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio. Luthan dan Rofiqoh (2004) menunjukkan hanya variabel earning growth dan dividend payout ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio, sedangkan variabel independen lainnya ( dividend yield, size, ROA, leverage) berpengaruh signifikan dan konsisten terhadap price earning ratio.


Dengan ketidakkonsistenan hasil-hasil penelitian terdahulu, penulis tertarik untuk melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio dengan melakukan replikasi penelitian yang dilakukan oleh Hariyono (2001). Alasan mereplikasi penelitian sebelumnya adalah untuk menyempurnakan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penelitian terdahulu dan menguji konsistensi hasil dari penelitian sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Hariyono (2001) terletak pada variabel-variabel yang digunakan yaitu sales, total assets, ROE, DER, DPR, earning growth, dan standar deviasi earning growth.


Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu periode pengamatan yang dilakukan, data penelitian menggunakan pooled data yaitu penggabungan cross section dan time series, dan cara menghitung laba per lembar saham. Dalam penelitian Hariyono (2001) data yang digunakan adalah jenis cross section untuk tahun 1996, sedangkan untuk variabel pertumbuhan laba dan standar deviasi pertumbuhan laba dihitung mulai tahun 1991 sampai dengan tahun 1996. Sedangkan dalam penelitian ini cara menghitung laba per lembar saham hanya dengan membandingkan EPS pada tahun pengamatan dengan EPS satu tahun sebelumnya.  Selain itu pada penelitian ini peneliti menambahkan satu variabel bebas yaitu  Return On Assets (ROA). Variabel ini perlu ditambahkan karena variabel ROA diduga mempengaruhi PER dan dimaksudkan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki. Semakin tinggi rasio, maka makin profitable perusahaan secara relatif (Foster, 1986) seperti yang dikutip Luthan dan Rofiqoh (2004). Hal ini rasional karena jika perusahaan memiliki profitable investment opportunities, maka pasar akan mamberikan reward berupa PER yang tinggi.



1.2 Perumusan Masalah


Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:




  1. Apakah variabel sales, total assets, return on equity, debt equity ratio, devidend payout ratio, earning growth, standar deviasi dari earning growth, dan return on assets secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap PER?

  2. Dari beberapa variabel independen tersebut, variabel manakah yang paling dominan dalam mempengaruhi PER?


PENGARUH SALES, TOTAL ASSETS, RETURN ON EQUITY, DEVIDEND PAYOUT RATIO, DEBT EQUITY RATIO, EARNING GROWTH, STANDAR DEVIASI EARNING GROWTH, DAN RETURN ON ASSETS TERHADAP PRICE EARNING RATIO 4.5 5 Win Solution 26 April 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar Modal Indonesia memiliki peranan yang signifikan dalam proses penyaluran dana dari investor kepa...


Skripsi Lengkap (bab 1-5 dan daftar pustaka) untuk judul diatas bisa dimiliki segera dengan mentransfer dana Rp300ribu Rp200ribu. Setelah proses pembayaran selesai skripsi dalam bentuk file/softcopy langsung kita kirim lewat email kamu pada hari ini juga. Layanan informasi ini sekedar untuk referensi semata. Kami tidak mendukung plagiatisme. Cara pesan: Telpon kami langsung atau ketik Judul yang dipilih dan alamat email kamu kirim ke 089 9009 9019

Kami akan selalu menjaga kepercayaan Anda!

No comments:

Post a Comment

Jurnalskripsitesis.com. Powered by Blogger.

Blog Archive