PENGARUH BAURAN PEMASARAN DALAM DUNIA POLITIK PADA PILKADA LANGSUNG KOTA MALANG TAHUN 2008 TERHADAP PILIHAN MAHASISWA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

 On 25 April 2009  


BAB I


PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang


Perkembangan dunia politik di Indonesia saat ini memandang pemasaran sebagai salah satu ide untuk mencapai tujuan politik. Hal ini menurut Kotler dan Levy dalam Firmanzah (2003: 10) merupakan bukti bertumbuhkembangnya konsep pemasaran (marketing) yang tidak hanya pada institusi bisnis saja, tetapi mulai merambah pada aplikasi ilmu marketing diluar konteks organisasi bisnis tersebut. Firmanzah (2003:35) menambahkan bahwa salahsatu peran marketing yang penting adalah dalam bidang sosial.


Pemilihan Umum secara langsung di Indonesia menjadi fenomena baru yang menarik. Kultur Pemilihan Umum yang dibangun sejak kemerdekaan Republik Indonesia ini semakin menemukan bentuknya. Setelah jatuh-bangun pada periode Presiden Soekarno dan mati suri pada masa Presiden Soeharto, Pemilihan Umum mulai dipercaya sebagai representasi dari pilihan rakyat Indonesia.


Fluktuasi peserta Pemilu di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1 berikut


Tabel 1.1


Fluktuasi Peserta Pemilu di Indonesia Tahun 1955 - 2004




































Tahun Parpol Peserta Pemilu Partai Politik Pemenang
1955172 ParpolPNI
197110 ParpolGolongan Karya
1977-19973 ParpolGolongan Karya
199948 ParpolPartai Demokrasi Indonesia Perjuangan
200424 ParpolGolongan Karya


Sumber: www. wikipedia.org


Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa pada Pemilihan Umum tahun 1999, terdapat hampir limapuluh Partai Politik memerankan peran politiknya di level Nasional. Hampir sama dengan Pemilihan Umum tahun 2004 yang hampir tiga puluh partai politik mengambil peran. Bandingkan dengan pada masa orde baru (1977-1997) yang dimonopoli oleh tiga partai politik saja. Pemilihan Umum tahun 1999 dan 2002 merupakan titik tolak arus besar perubahan di Indonesia. Banyaknya partai politik yang memberikan kontribusi dalam Pemilihan Umum tahun 1999 maupun 2004 menunjukkan apresiasi yang sangat baik dari masyarakat Indonesia terhadap angin demokrasi yang dihembuskan pasca reformasi. Selain itu, angin baru perubahan juga dapat dilihat pada terlibatnya rakyat secara langsung dalam memilih Kepala Negara Republik Indonesia melalui pemilihan umum. Iklim perpolitikan yang mengarah pada pendewasaan berpolitik dalam lima tahun terakhir juga memberi peluang terhadap munculnya berbagai interpretasi tentang ini. Eep Saefullah Fatah dalam Kompas (2005) mengatakan bahwa cepat atau lambat, iklim politik di Indonesia akan mengacu pada meminimumnya partai politik yang berperan di pentas nasional karena mekanisme persyaratan pendirian partai politik yang semakin ketat.


Denny JA (2006: 5) mengutip Harold Crouch (1979) dalam jurnal world politics mengatakan format politik Indonesia adalah neo-patrimonialisme, yang berarti perkembangan suatu negara atau organisasi sosial yang telah menggunakan sarana yang modern, dengan stabilitas sistem yang terjaga. Hal ini terlebih karena kemampuan pemimpin dalam merekatkan kepentingan kelompok disekitarnya. Neo-patrimonialisme mensyaratkan kesamaan pandangan politik dan ideologi dikalangan elite dan kekuatan utama dan adanya depolitisasi massa. Dalam konstruksi pemikiran neo-patrimonialisme, massa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan politik. Denny (2006: 15) berpendapat bahwa format politik Indonesia mulai berubah pada Pemilihan Umum tahun 1999. Hal ini dipicu oleh berhembusnya angin reformasi yang sangat kencang yang mempengaruhi format politik. Denny (2006: 19) mengutip pernyataan Huntington yang menemukan tiga pola reformasi negara-negara menuju demokratisasi. Yang pertama adalah adanya pola transformasi. Pelakunya adalah pembaharu yang berada di pemerintahan yang menginginkan perubahan. Yang kedua adalah replacement. Hal ini disebabkan oleh lemahnya legitimasi pemerintah secara kualitatif. Diantara penyebabnya adalah karena kerusakan ekonomi yang parah, merosotnya moral pejabat-pejabat negara, dan lainnya sehingga, memicu menguatnya kelompok oposisi. Ketiga adalah pola transplacement, dimana posisi pemerintah yang tidak terlalu kuat, tetapi sangat sulit untuk ditaklukkan. Sedangkan kelompok oposisi tidak dapat bersatu karena banyaknya perbedaan yang muncul. Dalam situasi ini elemen progresif pemerintah akan bersatu dengan kelompok oposisi yang mungkin untuk memimpin reformasi ke arah demokrasi.


Era keterbukaan yang berkembang di Indonesia menuntut transparansi serta persaingan secara sehat. Peter Dicker dalam Political Marketing seperti dikutip oleh Nursal (2004: 10) yang mengatakan bahwa sebuah organisasi dapat memenuhi karakteristik sebagai institusi pemasaran bila mengetahui kebutuhan dan keinginan pembeli, dan secara efektif mengkombinasikan dan mengatur keahlian dan sumberdaya organisasi untuk menyediakan tingkat kepuasan yang tinggi kepada konsumen.


Dalam budaya Pemilihan Umum di Indonesia, salah satu tantangan baru bagi bangsa Indonesia adalah Pemilihan Kepala Daerah secara langsung (Pilkada Langsung) yang digagas oleh pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini dianggap lebih akomodatif terhadap kepentingan politik bangsa Indonesia secara keseluruhan sekaligus menampung aspirasi masyarakat luas agar terjaminnya pelaksanaan demokrasi di daerah. Hal ini akan sangat menarik karena penelitian ini akan menjadi benang merah terhadap hasil pemilihan Presiden yang dilaksanakan secara langsung pada 2004 lalu. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) tahun 2005, salah satu penyebab keberhasilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menduduki kursi kepresidenan adalah ancangannya yang kuat pada person marketing (www.pikiran-rakyat.com). Aktivitas dalam person marketing ini meliputi menciptakan, memelihara, atau mengubah sikap atau perilaku orang-orang tertentu (Kottler & Amstrong, 1994). Person marketing bertujuan menciptakan 'selebritis' seorang pribadi terkenal yang mempunyai citra diri tertentu yang kuat karena kepribadian, sikap, dan tindakannya (Nursal, 2004: 25).


Pilkada langsung yang dilakukan oleh sebagian besar Kabupaten/ Kota dan Propinsi di Indonesia membuktikan bahwa pilkada langsung dapat menjadi salahsatu bagian dari proses demokratisasi di Indonesia. Terbukti dengan keberhasilan Pilkada Langsung yang dilaksanakan di Aceh, Yogyakarta, pemilihan gubernur Banten yang merupakan representasi dari rakyat Indonesia yang berada di Pulau Jawa serta pemilihan Gubernur Polewali Manokwari (Polman) berlangsung aman dan terkendali. Data dari hasil survey Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada Juli 2006 menyebutkan bahwa rata-rata partisipasi masyarakat sejauh ini dalam Pilkada langsung sekitar 73% (terendah sekitar 49,64% dan tertinggi melebihi 99,79%) di 173 daerah. Prosentase ini relatif lebih kecil ketika di daerah perkotaan (www.csis.or.id).


Namun, Pilkada langsung juga memiliki kelemahan sebagaimana kebijakan pemerintah lainnya. Moh. Samsul Arifin (www.pikiran-rakyat.com) menemukan fakta adanya berbagai ketidaksiapan dalam Pilkada Langsung yang berlangsung di sejumlah daerah. Persiapan KPUD yang tak memadai, logistik yang belum terurus, serta molornya masa pendaftaran calon maupun dana pilkada yang belum turun. Selain itu, kesadaran politik rakyat (di daerah yang akan menyelenggarakan pilkada) belum terbangun. Hal ini terlihat dari sering terjadinya bentrok fisik antara pendukung kandidat serta minimnya partisipasi masyarakat. Selain itu, kehadiran desk pilkada pun yang salah satunya diperbantukan untuk membantu sosialisasi tidak berjalan efektif. Selain tumpang tindih dengan KPUD, juga terjadi ketidakpaduan antara KPUD dengan pemerintah (Depdagri yang membentuk KPUD). Apalagi KPUD saat ini terputus dengan sejarahnya yakni KPU.


Dalam Pemilihan Kepala Daerah, sangat perlu bagi kandidat untuk mensosialisasikan dirinya (dan atribut yang disandangnya) kepada masyarakat  (pemilih). Baik kandidat tersebut sebagai pribadi, sebagai bagian dari masyarakat, latarbelakang pendidikan maupun keluarga maupun track record partai politik pengusung kandidat. Dalam hal ini, maka pemasaran politik (political marketing) sebagai bagian dari strategi pemenangan kandidat mutlak diperlukan.


Kota Malang merupakan salahsatu daerah yang melaksanakan implementasi dari kebijakan pemerintah pusat Republik Indonesia tersebut. Pada tahun 2008, kota Malang akan melaksanakan pemilihan langsung Walikota yang akan memimpin sampai lima tahun yang akan datang. Hal ini merupakan momentum besar bagi warga kota Malang karena Pilkada Langsung tahun 2008 ini merupakan saat dimana pertama kalinya masyarakat kota Malang menentukan sendiri pemimpinnya setelah selama ini Walikota dipilih melalui proses persidangan di DPRD Kota Malang.


Mahasiswa merupakan pasar yang sangat potensial bagi kandidat Walikota untuk mendapatkan suara. Dalam hal ini,  jumlah mahasiswa yang cukup besar untuk kota Malang (lebih dari seratus ribu) memberikan tantangan tersendiri bagi kandidat. Pemilih mahasiswa juga cenderung obyektif dalam memandang kapabilitas dan potensi kandidat. Sehingga pemilih mahasiswa akan sangat mudah terpengaruh oleh isu negatif maupun positif yang berasal dari kandidat. Selain itu, sebagian dari pemilih mahasiswa merupakan pemilih pemula yang sebelumnya belum pernah memilih dalam Pemilihan Presiden (www.suaramerdeka.com). Hal ini menjadi tantangan baru bagi kandidat untuk dapat memasarkan 'dirinya' secara menarik dan kreatif. Sehingga pemilih mahasiswa memiliki alasan untuk memilih kandidat tersebut.


Pentingnya analisis bauran pemasaran yang tepat dilakukan oleh kandidat kandidat Walikota yang akan bertarung dalam Pilkada Langsung Kota Malang 2008 serta terbatasnya penelitian tentang ilmu pemasaran politik, terutama dalam realitas perpolitikan daerah, mendasari peneliti mengangkat judul "Pengaruh Bauran Pemasaran dalam Dunia Politik pada Pilkada Langsung Kota Malang tahun 2008 terhadap Pilihan Mahasiswa Universitas Brawijaya" yang dilakukan pada mahasiswa berbagai Fakultas di Universitas Brawijaya Malang.



1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah ini bertujuan untuk mempermudah melakukan analisis terhadap langkah-langkah selanjutnya bagi peneliti untuk menentukan persepsi Mahasiswa terhadap Pilkada Langsung Kota Malang tahun 2008 yang dalam hal ini diwakili oleh pemilih mahasiswa di Universitas Brawijaya serta dapat menjadi bahan pertimbangan bagi kandidat Walikota dalam mempersiapkan strategi marketing politiknya dalam rangka menuju Pilkada Langsung Kota Malang tahun 2008.


Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :




  1. "Apakah bauran pemasaran dalam dunia politik yang terdiri dari produk, promosi, harga, dan placement (penempatan) secara simultan maupun parsial mempengaruhi keputusan mahasiswa  untuk memilih kandidat Walikota dalam Pilkada Langsung Kota Malang tahun 2008 ?"

  2. "Manakah dari variabel produk, promosi, harga dan placement yang dominan mempengaruhi pilihan mahasiswa untuk memilih kandidat Walikota dalam Pilkada Langsung Kota Malang tahun 2008?"


PENGARUH BAURAN PEMASARAN DALAM DUNIA POLITIK PADA PILKADA LANGSUNG KOTA MALANG TAHUN 2008 TERHADAP PILIHAN MAHASISWA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4.5 5 Win Solution 25 April 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia politik di Indonesia saat ini memandang pemasaran sebagai salah satu ide untuk me...


Skripsi Lengkap (bab 1-5 dan daftar pustaka) untuk judul diatas bisa dimiliki segera dengan mentransfer dana Rp300ribu Rp200ribu. Setelah proses pembayaran selesai skripsi dalam bentuk file/softcopy langsung kita kirim lewat email kamu pada hari ini juga. Layanan informasi ini sekedar untuk referensi semata. Kami tidak mendukung plagiatisme. Cara pesan: Telpon kami langsung atau ketik Judul yang dipilih dan alamat email kamu kirim ke 089 9009 9019

Kami akan selalu menjaga kepercayaan Anda!

No comments:

Post a Comment

Jurnalskripsitesis.com. Powered by Blogger.

Blog Archive