ANALISIS MANAJEMEN LABA PADA SAAT PENAWARAN SAHAM PERDANA (IPO) (Kasus Perusahaan Go Public Di Bursa Efek Jakarta)

 On 22 April 2009  


BAB  I


PENDAHULUAN



1.1.  Latar Belakang


IPO (initial public offering) atau penawaran saham perdana merupakan saat yang terpenting yang dilakukan suatu perusahaan privat untuk memperoleh dana tambahan yang digunakan untuk pembiayaan dan ekspansi perusahaan.  Salah satu syarat yang ditetapkan oleh pengawas pasar modal untuk perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana (initial public offering) adalah menyediakan dokumen prospektus.  Informasi yang disajikan dalam prospektus adalah laporan keuangan perusahaan yang berisi informasi keuangan dan nonkeuangan yang secara teoritis informasi keuangan memang merupakan salah satu sumber utama dalam proses penentuan harga suatu IPO.  Informasi keuangan dapat diperoleh melalui laporan keuangan yang terdiri atas neraca, laporan laba atau rugi, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.  Sebaliknya,  informasi nonkeuangan berisi informasi tentang penjamin emisi, auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, dan informasi lain yang mendukung (Kim et al., 1993; Broude, 1997; DuCharme et al., 2000 dalam Susilawati, 2005).


Laporan keuangan diharapkan dapat memberikan informasi bagi investor dan kreditor untuk mengambil keputusan mengenai investasi dana mereka di bursa efek.  Informasi dalam prospektus akan memberikan gambaran mengenai kondisi, prospek ekonomi, rencana investasi, ramalan laba, dan dividen yang dijadikan dasar dalam pembuatan keputusan rasional mengenai risiko dan nilai saham yang ditawarkan perusahaan (Firth dan Smith, 1992; Firth dan Liau -Tan,1998).  Kurangnya informasi yang dimiliki investor bila dibandingkan dengan informasi yang dimiliki seorang manajer mengenai perusahaan tempat  investor akan menginvestasikan dananya menimbulkan asimetri informasi antara manajer dengan investor.  Kondisi seperti inilah yang sering membuat manajer termotivasi untuk mengelola laba dengan melakukan manajemen laba dan perataan laba pada laporan keuangan untuk mendapatkan issue fully subscribed.


Manajemen laba adalah intervensi manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai kepentingannya (Scott, 1997:295).  Perataan laba adalah suatu sarana yang dapat digunakan manajemen untuk mengurangi pelaporan laba yang fluktuatif dengan memanipulasi variabel-variabel akuntansi semu atau dengan melakukan transaksi-transaksi riil sehingga perataan laba merupakan bagian dari manajemen laba.  Jika asimetri informasi antara manajer dan investor semakin besar, kecenderungan praktik manajemen laba akan semakin besar dilakukan perusahaan.  Hal ini merupakan suatu tantangan bagi investor maupun calon investor untuk memutuskan apakah kinerja dalam laporan keuangan mencerminkan nilai fundamental perusahaan yang sebenarnya ataukah hanya hasil dari window-dressing yang disebabkan oleh sistem akuntansi akrual (accrual accounting) memungkinkan kebijakan manajerial saat mengakui waktu, pendapatan, dan biaya.


Manajemen laba dilakukan karena berbagai alasan seperti untuk meminimalkan pajak (Setiawati, 2001), rencana kompensasi manajemen dan perjanjian hutang.  Alasan lainnya adalah untuk meningkatkan nilai saham yang akan diperjualbelikan oleh perusahaan.  Manajemen laba dapat dilakukan dengan memilih prosedur akuntansi atau melalui transaksi akrual (DuCharme et al., 2000).  Seorang manajer dalam melakukan manajemen laba cenderung lebih menggunakan transaksi akrual karena kebijakan ini lebih sulit dideteksi jika dibandingkan dengan kebijakan metode akuntansi.  Transaksi akrual merupakan transaksi yang tidak mempengaruhi aliran kas masuk dan kas keluar.  Transaksi akrual dapat berwujud transaksi yang bersifat disreationary accruals dan non discreationary accruals (Sutanto, 2000).  Discreationary accruals adalah suatu metode yang memberikan kebebasan pada seorang manajer untuk menentukan jumlah transaksi akrual secara fleksibel, sedangkan Nondiscreationary accruals adalah pencatatan transaksi dengan menggunakan metode tertentu yang terjadi dan diharapkan manajer akan konsisten dengan metode tersebut.


Penggunaan discreationary accruals terbukti dilakukan oleh manajer untuk memanipulasi laba karena lebih sulit dideteksi oleh investor seperti halnya dalam melakukan pembelian kembali saham melalui penurunan laba dan saat melakukan IPO melalui kenaikan laba.  Seorang manajer menggunakan discreationary accruals dengan menggeser pendapatan masa depan (future earning) menjadi pendapatan sekarang (current earning) pada saat IPO sehingga laba pada periode IPO menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya yang akan terlihat dalam laporan keuangan.  Discreationary accruals lebih banyak dilakukan oleh perusahaan yang akan go public dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan penawaran saham perdana jika sudah mengalami go public (Teoh et al., 1997).  Akan tetapi, ada satu kelemahan yang harus disadari bahwa penyusunan laporan keuangan berbasis akrual melibatkan banyak estimasi dan taksiran.


Telaah terhadap manajemen laba pada saat perusahaan akan go public menjadi penting karena dua hal.  Pertama, Teoh et. al. (1998), membuktikan bahwa investor tidak dapat mendeteksi laba hasil rekayasa pada saat IPO.  Akibatnya, terjadinya kesalahan alokasi dana dari perusahaan yang berprospektif tinggi ke perusahaan yang berprospektif rendah.  Kedua, kesenjangan informasi antara perusahaan dengan investor pada saat IPO mempertinggi probabilitas bagi perusahaan untuk menaikkan laba.


Menurut Munter dan Ketz (1999) manajemen laba harus dicegah karena dapat menyesatkan keputusan investor.  Akan tetapi, manajemen laba tidak harus dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi namun  lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi (accounting methods) untuk mengatur keuntungan yang bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut accounting regulations (Gumanti, 2000).  Sementara itu,  Subramanyam (1996) menyatakan bahwa jika manajemen laba dilakukan dengan metode perataan laba tidak perlu dipersoalkan.  Manajemen laba tidak perlu dicegah apabila investor mampu bereaksi dengan tepat.  Reaksi investor terhadap manajemen laba ditunjukkan dengan penyesuaian terhadap harga saham setelah IPO.  Kenyataan atas adanya hubungan antara informasi akuntansi dan harga penawaran suatu IPO mengarahkan pada suatu argumentasi bahwa pemilik perusahaan mempunyai dorongan untuk memilih metode akuntansi tertentu yang dapat meningkatkan penerimaan dari IPO melalui manajemen laba.


Di Indonesia, terdapat penelitian yang menggunakan kelompok perusahaan yang menderita kerugian dan memperoleh keuntungan untuk melihat indikasi praktik manajemen laba melalui permainan akrual (Surifah, 2001).  Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat indikasi manajemen laba yang lebih tinggi pada perusahaan yang menderita kerugian.  Penelitian Gumanti (2000) mengambil sampel penelitian dari semua jenis industri (kecuali properti real estate dan keuangan).  Hasilnya menunjukkan bahwa manajemen laba terbukti dilakukan dua tahun sebelum IPO dan mengalami penurunan setelah IPO.  Harapan penelitian ini akan mengevaluasi perilaku manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana di Bursa Efek Jakarta (BEJ).  Penelitian ini juga merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Lilis Setiawati (2002) karena penelitian tersebut dapat membuktikan bahwa manajemen laba dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana.


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu tentang praktik manajemen laba pada perusahaan yang akan go public tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang "Analisis Manajemen Laba Pada Saat Penawaran Saham Perdana (IPO) (Kasus Perusahaan Go Public Di Bursa Efek Jakarta)".



1.2. Motivasi Penelitian


Peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini.  Alasan yang mendasari ketertarikan peneliti adalah adanya ketidakkonsistenan yang terjadi antara penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang membahas manajemen laba.  Bukti empiris tentang pengujian manajemen laba telah diungkapkan oleh penelitian-penelitian sebelumnya.  Akan tetapi, ada beberapa penelitian yang tidak menemukan adanya bukti manajemen laba yang terjadi pada perusahaan yang akan melakukan IPO seperti penelitian yang dilakukan oleh Aharony et al. (1993) dan Gumanti (1996).  Sebaliknya, beberapa penelitian yang dilakukan oleh Friedlan (1994), Setiawati (2002), Tiono et al. (2004) dan Teoh et al. (1998) dengan topik yang sama justru telah ditemukan hal yang berbeda.  Dapat dikatakan bahwa terdapat konflik di dalam temuan penelitian dan masih ditemukan obyek yang sama pula.


Alasan lain peneliti merasa tertarik adalah keadaan pasar modal yang berkembang saat ini dengan segala kekurangan dalam peraturan pendukungnya serta sistem akuntansi yang belum berkembang.  Keadaan demikian dapat membuka peluang bagi pembuat laporan keuangan untuk menggunakan teknik-teknik akuntansi tertentu untuk menaikkan tingkat keuntungan perusahaannya.  Alasan ketiga adalah pengaruh manajemen laba terhadap keputusan investor dalam pengalokasian dana dari perusahaan yang prospektif ke perusahaan yang lebih tidak prospektif.  Hal ini dapat menganggu efisiensi arus dana antara pihak-pihak yang saling terkait dalam perekonomian.  Atas dasar fenomena tersebut peneliti ingin melakukan penelitian lanjutan untuk menemukan bukti bahwa perusahaan melakukan manajemen laba pada saat penawaran umum saham perdana dengan meneliti perusahaan yang baru go public di pasar modal Indonesia.


1.3. Rumusan Masalah


Perhatian investor yang seringkali terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan prosedur-prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba suatu perusahaan dapat mendorong manajemen perusahaan tersebut untuk melakukan praktik manajemen laba.  Praktik manajemen laba ini sering dilakukan oleh perusahaan yang akan go public pada periode sebelum, saat, dan setelah  penawaran saham perdana.  Pemilik perusahaan biasanya melakukan manajemen laba pada satu periode sebelum penawaran saham perdana dengan cara menaikkan laba perusahaan, sedangkan untuk mengurangi kecurigaan pasar akan kinerja perusahaan, pemilik perusahaan melakukan manajemen laba dengan cara menurunkan laba pada periode setelah melakukan penawaran saham perdana.


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:




  1. Apakah perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta melakukan manajemen laba sebelum penawaran saham perdana dengan melakukan income increasing discreationary accruals.

  2. Apakah perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta melakukan manajemen laba setelah penawaran saham perdana dengan melakukan income decreasing discreationary accruals.


ANALISIS MANAJEMEN LABA PADA SAAT PENAWARAN SAHAM PERDANA (IPO) (Kasus Perusahaan Go Public Di Bursa Efek Jakarta) 4.5 5 Win Solution 22 April 2009 BAB  I PENDAHULUAN 1.1.  Latar Belakang IPO ( initial public offering) atau penawaran saham perdana merupakan saat yang terpenting yang d...


Skripsi Lengkap (bab 1-5 dan daftar pustaka) untuk judul diatas bisa dimiliki segera dengan mentransfer dana Rp300ribu Rp200ribu. Setelah proses pembayaran selesai skripsi dalam bentuk file/softcopy langsung kita kirim lewat email kamu pada hari ini juga. Layanan informasi ini sekedar untuk referensi semata. Kami tidak mendukung plagiatisme. Cara pesan: Telpon kami langsung atau ketik Judul yang dipilih dan alamat email kamu kirim ke 089 9009 9019

Kami akan selalu menjaga kepercayaan Anda!

No comments:

Post a Comment

Jurnalskripsitesis.com. Powered by Blogger.

Blog Archive