BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan produk keuangan tidak mungkin dihindari pada saat ini, baik produk keuangan yang berasal dari lembaga keuangan bank ataupun non-bank. Keduanya menawarkan manfaat-manfaat yang menjanjikan. Selain terciptanya kemudahan dalam melakukan transaksi dan memberikan fungsi proteksi, lembaga keuangan juga merupakan sarana investasi yang tepat serta mampu bersifat fleksibel dalam menghadapi tuntutan masyarakat. Dikatakan bersifat fleksibel karena lembaga keuangan kini mencoba memasukkan nilai-nilai kerohanian dalam sistemnya, yaitu nilai-nilai yang dibutuhkan masyarakat dalam menyelaraskan kehidupan dunia dan akhirat mereka. Di Indonesia, munculnya berbagai lembaga keuangan berbasis syariah kini tengah menjadi fenomena kontemporer yang telah memberikan warna dalam perekonomian. Setelah dunia perbankan yang menerapkan prinsip syariah berkembang cukup pesat, kini giliran industri perusahaan asuransi yang mencoba melakukan penerapan prinsip syariah dalam mekanisme operasionalnya.
Asuransi syariah di Indonesia dinilai masih baru dalam dunia perasuransian Indonesia, dimana asuransi syariah dikenal di Indonesia baru 20 tahun yang lalu dan menjadi tren baru dua tahun belakangan. Hingga tahun 2004 pangsa pasar asuransi syariah juga masih sangat rendah, yaitu baru mencapai satu persen (Syakir: 2004). Angka ini jauh dibawah market share asuransi syariah di Malaysia, yang cukup pesat perkembangan asuransi syariah-nya. Walaupun demikian, berbagai kalangan optimis bahwa potensi asuransi syariah di Indonesia sangat tinggi, berbagai target diharapkan dari pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia. Diperkirakan permintaan atas asuransi syariah akan membantu peningkatan penetrasi asuransi di Indonesia, hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya pengetahuan masyarakat atas manfaat dari produk asuransi yang ditawarkan serta membaiknya keadaan ekonomi (Reisch: 2004).
Gambar 1.1
Market Share Perusahaan Asuransi Syariah di Indonesia
Per 31 Desember 2001
No | Keterangan | Polis | Premi Bruto (Rp) | Klaim Dibayar (Rp) | Jumlah Aset (Rp) | ||
1. | Seluruh Asuransi Jiwa | 25.293.099 | 9.140 | 5.247 | 22.440 | ||
Asuransi Jiwa Syariah | 1.288.293 | 67,4 | 22,4 | 234,96 | |||
Persentasi As. Syariah | 5,09% | 0,74% | 0,43% | 1,04% | |||
2. | Seluruh Asuransi Kerugian | - | 10.330,9 | 5.691,1 | 14.133 | ||
Asuransi Kerugian Syariah | - | 41,2 | 7,05 | 43,4 | |||
Persentase Asuransi Kerugian Syariah | - | 0.40% | 0,12% | 0,31% | |||
Sumber: Dirjen Lembaga Keuangan Direktorat Asuransi dalam www.djlk.org
Melihat data diatas, dapat dikatakan bahwa memang market share dari perusahaan asuransi syariah di Indonesia belum menunjukkan sebuah angka yang besar, karena rata-rata angka yang ada di atas belum sampai menyentuh angka satu. Ini berarti peluang untuk menggarap bisnis dalam usaha perasuransian syariah masih terbuka lebar, apalagi pasar dari usaha ini diorientasikan kepada umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia.
Fenomena yang terjadi diawali dengan berdirinya perusahaan asuransi syariah murni, PT Asuransi Takaful Indonesia (tahun 1994), kemudian asuransi berbasis syariah mulai digarap oleh beberapa perusahaan asuransi konvensional dengan pendirian divisi syariah. Hal ini terjadi karena memang dalam perkembangannya, Asuransi Takaful mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga menarik minat beberapa perusahaan asuransi konvensional untuk membuka divisi syariah dan menciptakan produk-produk syar'i. Sebagai pelopor lahirnya perusahaan asuransi syariah, pertumbuhan Asuransi Takaful hingga akhir tahun 2004 mencapai 40 persen dibanding asuransi konvensional yang hanya 20 persen. Padahal modal awal Asuransi Takaful ketika didirikan pada tahun 1994 hanya Rp 2,4 miliar (Syakir: 2004).
Sampai tahun 2005 sudah ada sekitar 30 lembaga asuransi syariah di Indonesia, tiga diantaranya adalah perusahaan asuransi yang murni secara utuh berdiri menerapkan prinsip syariah, sementara lainnya adalah perusahaan asuransi konvensional yang menjadikan asuransi syariah sebagai bagian dari produk dan layanan mereka.
Perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional mungkin tidak terlalu besar, karena secara teknis operasional hampir mirip dengan asuransi konvensional. Perbedaan yang mendasar terletak pada beberapa hal, yaitu masalah akad (perjanjian) dan masalah pengelolaan dana. Sehingga dalam pelaksanaannya, asuransi syariah harus benar-benar menerapkan secara tepat prinsip dasar syariah, yang tentunya harus dibedakan dan tidak terpengaruh dengan prinsip-prinsip konvensional yang bertolak belakang dengan prinsip syariah.
Namun demikian, asuransi sebagai lembaga keuangan nonbank terorganisir secara rapi dalam bentuk sebuah perusahaan yang berorientasi pada aspek bisnis kelihatan secara nyata pada era modern (Rahman, 1995:49). Sehingga jika kita merujuk pada faktor strategi bisnis, dimana semua sektor bisnis menciptakan berbagai strategi dalam usaha mereka untuk memperluas pasar (termasuk strategi menggunakan istilah "syariah" pada dunia perbankan dan asuransi), maka sebuah kondisi dilematis akan muncul dengan sendirinya. Yaitu sebuah kondisi yang memaksa perusahaan asuransi syariah harus menerobos batasan syariah ketika ingin mencapai tujuan bisnis mereka, walaupun secara teoritis semangat yang terkandung dalam sebuah lembaga asuransi syariah tidak bisa dilepaskan dari semangat sosial dan saling tolong menolong antara sesama manusia.
Menurut survei dari Karim Business Consulting (KBC), potensi pasar asuransi syariah di Indonesia, setidak-tidaknya dapat digolongkan menjadi tiga kelompok potensial, yaitu:
- Pengguna produk keuangan syariah yang menghendaki agar transaksi asuransinya benar-benar memiliki orientasi syariah. Jumlah pengguna seperti ini tidak terlalu besar, mengingat kesadaran terhadap produk-produk asuransi bernilai syariah masih belum signifikan.
- Pengguna produk keuangan syariah yang melakukan perpindahan (switching) dari model asuransi konvensional. Mereka ini lebih menginginkan profit dan benefit daripada nilai syariahnya. Jumlahnya sangat dominan dan umumnya berasal dari kelas menengah.
- Pengguna produk keuangan syariah yang selama ini setia pada produk asuransi konvensional dan sulit untuk berpindah ke model lain karena sudah merasa nyaman dan percaya. Satu-satunya penyebab mereka melakukan perpindahan adalah karena kualitas model asuransi syariah dianggap sama atau lebih dari model konvensional yang selama ini mereka preferensikan.
Oleh karenanya baik dari sisi perusahaan maupun nasabahnya, konsep asuransi berbasis syariah yang ditawarkan perusahaan dan diminati oleh nasabahnya bukan semata-mata berorientasi pada sisi keislaman-nya saja, akan tetapi juga mempertimbangkan sisi strategi bisnis dan profit.
Asuransi dalam literatur keislaman lebih banyak bernuansa sosial daripada bernuansa ekonomi atau profit oriented (keuntungan bisnis). Hal ini dikarenakan oleh aspek tolong menolong menjadi dasar utama dalam menegakkan praktik asuransi dalam Islam. Maka ketika konsep asuransi syariah tersebut dikemas dalam sebuah organisasi perusahaan yang berorientasi kepada profit, akan berakibat pada penggabungan dua visi yang berbeda , yaitu visi sosial (social oriented) yang seharusnya menjadi landasan utama dan visi ekonomi yang menjadi landasan periferal.
Lebih lanjut lagi Hasanuddin dalam Gemala (2004) mengatakan bahwa,
"Yang menjadi dasar pijakan utama dalam membangun kelembagaan ekonomi Islam dalam tataran riil, semacam perbankan dan asuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai; pelarangan riba dan bunga bank, mengutamakan dan mempromosikan perdagangan dan jual-beli, keadilan, kebersamaan dan tolong menolong, serta saling mendorong untuk meningkatkan prestasi. Beberapa prinsip utama tersebut harus ada dalam sebuah lembaga keuangan syariah, khususnya prinsip bebas riba. Maka sebuah lembaga keuangan belum dikatakan syariah tatkala dalam realitanya masih memakai instrumen bunga sebagai pijakan operasionalnya"
Seperti dikatakan sebelumnya, bahwa kini ada sekitar 30 lebih perusahaan asuransi syariah di Indonesia, dimana dalam perindustrian asuransi syariah tersebut terdiri dari perusahaan asuransi syariah yang murni dan utuh menawarkan produk-produk syar'i serta perusahaan konvensional yang mendirikan divisi syariah atau menawarkan produk syariah. Asuransi Takaful Indonesia, sebagai salah satu perusahaan asuransi yang secara murni berdiri sebagai perusahaan asuransi yang menerapkan prinsip syariah dalam sistem operasional dan pengelolaan dananya, kini bersaing dengan perusahaan-perusahaan asuransi konvensional yang menawarkan produk dan layanan yang sejenis. Seperti misalnya Asuransi Allianz Life Indonesia, yang telah menawarkan produk asuransi jiwa syariah tetapi berada pada satu atap dengan produk asuransi konvensional yang mereka miliki. Indonesia merupakan negara pertama dimana Allianz Asia mulai menciptakan dan menawarkan produk-produk syariah-nya. Hal tersebut sangat menarik, mengingat Allianz adalah perusahaan asuransi konvensional yang terkemuka pada beberapa negara di dunia.
Berdasarkan realita tersebut maka diperlukan sebuah kajian dan penelitian mengenai kesesuaian konsep asuransi syariah dengan praktiknya pada kedua jenis perusahaan asuransi syariah tersebut, yaitu Asuransi Takaful sebagai perusahaan asuransi syariah murni dan Asuransi Allianz Life Indonesia sebagai perusahaan asuransi konvensional dengan produk syariah didalamnya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin mengkaji dan menganalisa tentang sejauh mana konsep syariah benar-benar diterapkan dalam tataran riil, serta membandingkan hal tersebut pada dua jenis perusahaan asuransi yang memiliki perbedaan latar belakang, melalui sebuah penelitian yang berjudul:
"ANALISIS KOMPARASI PENERAPAN PRINSIP SYARIAH PADA MEKANISME OPERASIONAL ASURANSI TAKAFUL KELUARGA DAN ASURANSI SYARIAH ALLIANZ LIFE INDONESIA"
No comments:
Post a Comment