BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh suatu negara kepada warga negaranya berdasarkan Undang-undang dimana atas pungutan tersebut negara tidak memberikan kontraprestasi langsung kepada si pembayar pajak. Pada umumnya negara yang memiliki administrasi pemerintahan yang modern seperti Indonesia mengandalkan penerimaan perpajakan sebagai penopang APBN-nya. Oleh negara pajak digunakan untuk membiayai pelayanan publik dan pembangunan seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya sampai belanja untuk pembelian alat pertahanan negara. Hasil pemanfaatan dari penerimaan perpajakan dapat dinikmati oleh semua rakyat Indonesia.
Saat ini pajak merupakan sumber utama penerimaan negara, berbeda dengan era tahun 1970 s/d 1980-an dimana penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam terutama minyak bumi dan gas masih cukup signifikan. Tabel di bawah ini menunjukkan kontribusi pajak sebagai sumber penerimaan Negara, yang dimana ketergantungan penerimaan negara terhadap perpajakan semakin besar dari tahun ke tahun bahkan untuk RAPBN Tahun anggaran 2006 target penerimaan perpajakan sebesar 66,5 % dari penerimaan dalam negeri. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia semakin mandiri didalam pembiayaan APBN-nya. Semakin besar penerimaan APBN bersumber dari penerimaan perpajakan berarti semakin besar peran serta masyarakat di dalam pembangunan melalui pembayaran pajak.
Tabel 1.1.
Penerimaan Perpajakan
Tahun Anggaran | Penerimaan Perpajakan | Penerimaan Dalam Negeri (PDN) | PDB | Persentase Terhadap | |
Rp | Rp | Rp | PDN % | PDB % | |
2002 2003 2004 2005 2006 | 210,1 242,0 279,2 347,6 416,3 | 298,8 341,4 403,8 516,2 625,2 | 1.897,8 2.086,8 2.303,5 2.636,5 3.040,8 | 70,3 70,8 69,2 67,3 66,5 | 11,1 11,6 12,1 13,2 13,7 |
Catatan :
1. Angka dalam triliun rupiah
2. APBN tahun anggaran 2005 adalah angka perkiraan realisasi
3. Sumber : http:/www.fiskal.depkeu.go.id
Undang-undang perpajakan Indonesia sejak tahun 1984 menganut sistem Self Assessment yang memberi "kepercayaan penuh" kepada wajib pajak (WP) untuk melaksanakan hak dan kewajibannya, mulai dari menghitung, memungut, memotong, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak penghasilan terutang. Dalam pemberlakuan sistem ini kepatuhan WP diharapkan dapat meningkat, yang ditandai dengan pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh WP secara sukarela. Tetapi dalam kurun dua dekade tersebut kesadaran yang ditunggu-tunggu tidak muncul juga, tercermin dari masih kecilnya WP yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dari jumlah penduduk di Indonesia yang berjumlah 213 juta jiwa, yaitu sampai tahun 2005 jumlah wajib pajak orang pribadi berjumlah 2.893.960 WP (www.pajak.go.id). Hal ini menandakan kebijakan perpajakan tidak cukup kuat untuk melakukan ekstensifikasi pajak disamping proses pendataan wajib pajak kurang gencar dilakukan, disamping itu pandangan negatif masih merebak ditengah masyarakat pada instansi perpajakan mengenai korupsi atau kolusi dengan wajib pajak, sehingga mempengaruhi tingkat kepatuhan rakyat dalam membayar pajak.
Sejak tahun 2000 Dirjen pajak telah memulai langkah reformasi administrasi perpajakan (tax administration reform) yang menjadi landasan terciptanya administrasi perpajakan yang modern, efisien dan dipercaya oleh masyarakat. Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Reformasi perpajakan yang sekarang menjadi prioritas, menyangkut modernisasi administrasi perpajakan jangka menengah (tiga hingga enam tahun) dengan tujuan tercapainya : pertama, tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi. Kedua, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi. Dan ketiga, produktivitas aparat perpajakan tinggi. Dalam jangka pendek, upaya-upaya yang dilakukan adalah dimungkinkan WP untuk menyampaikan SPT secara elektronik (e-Filing). Dalam rangka peningkatan pelayanan permohonan restitusi kepada WP, sedang dikaji agar permohonannya dapat diberikan cukup dengan penelitian saja.
Langkah reformasi yang signifikan adalah pembentukan Kantor Wajib Pajak Besar. Guna memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih baik terhadap WP besar yang memberikan kontribusi yang relatif besar terhadap penerimaan pajak, Dirjen pajak membentuk Kantor Wilayah dan KPP WP besar (LTO). Pada KPP WP besar tersebut dibentuk Account Representative (AR) yang bertujuan untuk mengetahui segala tingkah laku, ruang lingkup bisnis dan segala sesuatu yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perpajakan WP yang diawasinya (knowing your taxpayer) dan pelayanan kepada wajib pajak dapat dilakukan secara tuntas pada satu meja.
Disamping itu, peningkatan pelayanan terhadap wajib pajak dilakukan dengan membangun on-line system yang menyangkut pembayaran pajak (e-payment), pendaftaran NPWP (e-Registration) serta pelaporan SPT (e-Filing) sehingga WP tidak perlu lagi datang ke kantor pajak, namun cukup melakukan kegiatan tersebut secara on-line dari rumah/kantor mereka. Dengan demikian persinggungan antara wajib pajak dengan petugas dapat diminimalisir dan bermanfaat bagi semua pihak. Selain itu, reformasi pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan meliputi: pertama pembentukan bank data (alat pengawasan). Kedua, mengembangkan E-mapping dan smart-mapping dan ketiga melakukan law enforcement antara lain penyanderaan (gejzling) dan penyidikan.
Sejak tahun 2001 Dirjen pajak telah melakukan kampanye sadar dan peduli pajak. Kampanye juga dilakukan kepada seluruh lapisan masyarakat seperti kalangan akademis, politisi, pengusaha, selebritis tokoh agama, tokoh masyarakat dan LSM-LSM. Upaya membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membayar pajak, DJP telah melaksanakan intensifikasi pajak. Intensifikasi adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak melalui wajib pajak yang sudah terdaftar, untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kegiatan intensifikasi ini berupa penyuluhan berbagai ketentuan yang berlaku, memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak, pemeriksaan dan penagihan pajak.
KPP batu merupakan instansi pemerintah yang mengurusi penerimaan negara khususnya dibidang penerimaan pajak yang bernaung dibawah naungan Departemen Keuangan. Semenjak berdiri pada tahun 2002 penerimaan pajak yang diperoleh dari PPh orang pribadi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun tetapi peningkatan ini belum sesuai dengan target yang akan dicapai. Mulai tahun 2002 sampai dengan tahun 2005, jumlah penerimaan PPh OP yang dapat melebihi target hanya pada tahun 2003, selebihnya untuk tahun 2002, 2004 dan 2005 belum dapat mencapai target yang ditetapkan. Untuk selengkapnya disajikan dalam tabel berikut :
Tabel. 1.2.
Target dan Realisasi Penerimaan PPh OP
Tahun | Target | Realisasi |
2002 | 722,64 | 710,92 |
2003 | 580,09 | 942,40 |
2004 | 1.387,07 | 1.277,43 |
2005 | 1.793,95 | 1.791,53 |
Sumber : Laporan Penerimaan Pajak KPP Batu
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2002, penerimaan PPh OP yang ditargetkan sebesar Rp 722.640.000 hanya terealisasi Rp 710.920.000. Hal serupa juga terjadi pada tahun 2004 dan tahun 2005. Pada tahun 2004 penerimaan PPh OP tidak terealisasi sebesar Rp 106.640.000. Sementara pada tahun 2005 hanya sebesar Rp 2.420.000 tidak terealisasi dari jumlah penerimaan PPh OP yang ditargetkan. Hal ini disebabkan masih kurang patuhnya WP OP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Dirjen pajak memiliki tiga cara untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, pertama membuat program dan kegiatan yang dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya wajib pajak yang belum patuh. Kedua, meningkatkan pelayanan terhadap wajib pajak yang sudah patuh agar kepatuhan tetap dipertahankan. Ketiga, memerangi ketidakpatuhan. Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan pajak. Dengan demikian pengkajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak sangat perlu dapat perhatian. Pada akhirnya dapat mengoptimalkan penerimaan disektor pajak. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak Penghasilan (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Batu).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
- Apakah faktor penyuluhan, pelayanan dan pemeriksaan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam membayar Pajak Penghasilan.
- Faktor manakah yang lebih dominan pengaruhnya terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam membayar Pajak Penghasilan.
No comments:
Post a Comment