BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak tahun 1983/1984 ketika penerimaan negara melalui sektor migas menurun secara drastis, pemerintah orde baru pada waktu itu terpaksa mengurangi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan menganjurkan kepada pemerintah daerah untuk bekerja keras meningkatkan pendapatan asli daerahnya masing-masing. Dengan demikian subsidi pemerintah pusat tidak lagi merupakan sumber dana yang dominan, melainkan hanya menjadi sumber dana pelengkap saja. Sejak saat itu ide untuk mengembangkan otonomi daerah terus menggema (Suparmoko, 2002:17).
Pada tahun 1998 ketika reformasi mulai berjalan, tuntutan pelaksanaan otonomi daerah demikian besar terutama dari daerah-daerah yang kaya sumber alam. Daerah terus mendorong terjadinya pergeseran paradigma kebijakan pembangunan nasional dari paradigma pembangunan yang bersifat top down, sentralistik dan terfokus hanya pada pertumbuhan ekonomi menjadi paradigma pembangunan yang berlandaskan prinsip-prinsip dasar demokrasi, kesetaraan dan keadilan.
Sebagai jawaban terhadap tuntutan tersebut, maka dikeluarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Undang-undang tersebut merupakan landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dengan diberlakukannya kedua Undang-undang tersebut, maka kewenangan daerah menjadi lebih besar.
Perubahan sistem pemerintahan daerah selalu mengikuti perubahan sistem politik. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya dengan memberi kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah sesuai dengan Ketetapan MPR RI No XV/MPR/1998 :
" Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah ".
Otonomi daerah merupakan hak, kewenangan dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri secara luas dan menyeluruh berdasarkan peraturan yang berlaku. Dengan otonomi daerah, daerah diberi pelimpahan kewenangan untuk mengelola potensi yang dimiliki oleh daerah baik sumber daya yang bersifat fisik maupun non fisik. Semua tadi untuk menunjang pendapatan daerah dan memiliki peranan yang sangat krusial dalam meningkatkan kesejahteraan warganya. Hal ini mendorong pemerintah daerah berusaha menggali, memberdayakan dan meningkatkan kemampuannya untuk menaikkan pendapatan daerahnya. Dengan demikian sistem pemerintahan di daerah serta kehidupan politik, sosial dan ekonominya dapat tetap berjalan. Oleh karena itu, potensi-potensi yang merupakan sumber pendapatan daerah tersebut harus digali dan diusahakan agar kontribusinya terhadap pendapatan daerah dapat meningkat. Sumber-sumber penerimaan daerah menurut Undang-undang No 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :
- Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;
- Dana Perimbangan;
- Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pajak daerah merupakan salah satu sektor utama dalam penerimaan negara, oleh karena itu memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan pembangunan nasional. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah memberikan kekuasaan kepada daerah untuk melaksanakan otonomi yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pemerintah daerah perlu untuk lebih meningkatkan secara maksimal potensi-potensi yang ada pada pajak daerah. Harapannya kontribusi terhadap pendapatan asli daerah meningkat dan daerah tidak selamanya menggantungkan harapan pada pemerintah pusat serta mampu berusaha sendiri sesuai dengan cita-cita daerah yang telah ditetapkan. Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang penting. Gunanya untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Adapun gambaran lebih lanjut tentang sumber-sumber pendapatan asli daerah di Kabupaten Malang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1
Realisasi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Malang Tahun Anggaran 2003-2005
No | Tahun | Komponen Pendapatan Asli Daerah | |||||||||||
Pajak Daerah (Rp) | Retribusi Daerah (Rp) | Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan (Rp) | Lain-lain PAD (Rp) | Total PAD (Rp) | |||||||||
1 | 2003 | 17.563.559.000,- | 10.553.888.000,- | 1.272.280.000,- | 7.459.672.000,- | 36.849.399.000,- | |||||||
2 | 2004 | 19.823.696.000,- | 11.149.392.000- | 2.373.253.000,- | 4.639.561.000,- | 37.985.902.000,- | |||||||
3 | 2005 | 24.265.590.000,- | 17.765.875.000,- | 2.494.006.000,- | 7.924.387.000,- | 52.449.858.000,- | |||||||
Total | 61.652.845.000,- | 39.469.155.000,- | 6.139.539.000,- | 20.023.620.000,- | 127.285.159.000,- | ||||||||
Sumber:Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Malang
Dari tabel tersebut terlihat bahwa total pendapatan asli daerah Kabupaten Malang sebesar Rp 127.285.159.000,-. Dari jumlah keseluruhan tersebut sektor pajak daerah memberikan sumbangan sebesar Rp 61.652.845.000,- dengan prosentase 48,44%. Dengan melihat penerimaan yang diperoleh serta kontribusinya terhadap PAD, hal ini membuktikan bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang cukup penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Diantara beberapa jenis pajak daerah yang dapat dipungut oleh daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah adalah pajak hiburan. Sementara itu, jika dilihat perkembangan Kabupaten Malang dari hari ke hari mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Hal ini nampak dengan didirikannya sejumlah lembaga pendidikan baik yang bersifat formil maupun non formil, serta semakin banyaknya usaha-usaha industri baik yang berskala kecil hingga besar sehingga hiburan menjadi suatu kebutuhan yang sangat diperlukan oleh masyarakat Kabupaten Malang. Selain itu, Kabupaten Malang dikenal memiliki beragam obyek wisata dengan berbagai fasilitas penunjang yang juga merupakan obyek pajak hiburan yang potensial. Dengan demikian, pajak hiburan merupakan salah satu jenis pajak yang mempunyai potensi cukup besar bagi pemerintah daerah Kabupaten Malang.
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Malang, penerimaan daerah dari sektor pajak hiburan mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari tabel penerimaan pajak hiburan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir berikut ini.
Tabel 1.2
Penerimaan Pajak Hiburan Di Kabupaten Malang Tahun Anggaran 2003-2005
Tahun | Target (Rp) | Realisasi (Rp) | % |
2003 | 3.200.000.000,- | 3.242.253.000,- | 101,32 |
2004 | 3.210.000.000,- | 3.258.641.000,- | 101,52 |
2005 | 3.270.000.000,- | 3.382.179.000,- | 103,43 |
Sumber:Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Malang
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun anggaran 2003 sampai dengan tahun anggaran 2005 jumlah penerimaan dari sektor pajak hiburan mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 realisasi pajak hiburan Kabupaten Malang sebesar Rp 3.242.253.000 dari target Rp 3.200.000.000,-. Tahun 2004 realisasi sebesar Rp 3.258.641.000,- dari target sebesar Rp 3.210.000.000,-. Pada tahun 2005 realisasi sebesar Rp 3.382.179.000,- dari target Rp 3.270.000.000,-.
Sementara itu untuk mengetahui besarnya kontribusi pajak hiburan baik itu terhadap pajak daerah maupun pendapatan asli daerah selama tahun anggaran 2003 sampai dengan 2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.3
Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Malang Tahun Anggaran 2003-2005
Tahun Anggaran | Pajak Hiburan (Rp) | Pajak Daerah (Rp) | % | PAD (Rp) |
No comments:
Post a Comment