BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang memproduksi barang mentah menjadi barang jadi maupun dari barang setengah jadi menjadi barang jadi. Pertambahan jumlah penduduk dari tahun ketahun, menyebabkan permintaan terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur juga mengalami peningkatan. Oleh karena itu, perusahaan juga harus beroperasi dengan baik agar dapat memenuhi permintaan konsumen.
Saat ini perusahaan dituntut untuk dapat mengelola keuntungan atau laba yang diperoleh secara tepat dan optimal. Karena besar kecilnya laba yang diperoleh perusahaan akan menentukan keberlangsungan perusahaan tersebut dimasa yang akan datang. Bagi perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT), laba yang diperoleh akan dialokasikan pada dua komponen yaitu dividen dan laba ditahan. Laba yang dialokasikan pada laba ditahan akan digunakan oleh perusahaan untuk diinvestasikan kembali pada ativa-aktiva yang menguntungkan, misalnya digunakan untuk membeli sekuritas. Sedangkan laba yang dialokasikan pada dividen akan dibagikan kepada investor sebagai return atas dana yang diinvestasikan dalam bentuk saham.
Berdasarkan data yang yang terdapat di Indonesian Capital Market Directory yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta pada tahun 2002 sampai dengan 2004 banyak perusahaan yang tidak membagikan dividen selama tiga tahun berturut-turut. Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang jumlahnya paling banyak. Pada periode tahun 2002 sampai dengan 2004, terdapat 150 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Dari 150 perusahaan manufaktur tersebut, hanya 24 perusahaan yang membagikan dividen selama tiga tahun berturut-turut.
Kebijakan dividen dalam suatu perusahaan merupakan hal yang kompleks karena melibatkan kepentingan berbagai pihak seperti pemegang saham, manajer, kreditor dan pihak eksternal lain yang memiliki kepentingan terhadap informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan. Tujuan investasi pemegang saham adalah untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan memperoleh return dari dana yang telah diinvestasikan. Sedangkan manajemen perusahaan lebih berorientasi pada peningkatan nilai perusahaan. Kreditor memerlukan informasi tentang kebijakan dividen suatu perusahaan untuk menilai dan menganalisa tentang kemungkinan return yang akan ia peroleh apabila memberikan pinjaman kepada suatu perusahaan.
Kebijakan dividen pada dasarnya adalah penentuan besarnya porsi keuntungan yang akan diberikan kepada pemegang saham. Kebijakan keputusan pembayaran deviden merupakan hal penting yang menyangkut apakah arus kas akan dibayarkan kepada investor atau akan ditahan untuk diinvestasikan kembali. Besar kecilnya dividen yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham tergantung pada kebijakan dividen masing-masing perusahaan. Oleh karena itu pertimbangan manajemen mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen sangat diperlukan.
Menurut Halim (2005:92) sampai saat ini terdapat kontroversi tentang dividen yang seharusnya dibayarkan. Ada pihak yang berpendapat bahwa dividen seharusnya dibayarkan setinggi-tinginya, dividen dibayarkan serendah-rendahnya, dan dividen seharusnya dibayarkan setelah semua kesempatan investasi yang memenuhi persyaratan didanai.
Pihak yang mengatakan bahwa sebaiknya dividen dibayarkan setinggi-tingginya beranggapan bahwa harga saham dipengaruhi oleh dividen yang dibayarkan. Bagi investor, jumlah rupiah yang diterima dari pembayaran deviden resikonya lebih kecil dari pada keuntungan dari kenaikan harga saham (capital gain) dan deviden lebih dapat diperkirakan sebelumnya sedangkan capital gain lebih sulit diperkirakan. Disamping itu pembayaran dividen yang tinggi akan memberikan informasi yang baik tentang pertumbuhan laba perusahaan sehingga harga saham akan naik.
Pihak yang mengatakan bahwa dividen sebaiknya dibayarakan serendah-rendahnya beranggapan bahwa biaya mengambang dan tarif pajak dividen lebih besar dari pada tarif pajak capital gain. Namun keputusan perusahaan untuk membayar dividen yang rendah akan menimbulkan pandangan pihak eksternal bahwa profitabilitas perusahaan buruk sehingga akan berdampak pada turunnya harga saham.
Pihak yang mengatakan bahwa dividen dibayarkan setelah adanya kesempatan investasi yang menguntungkan yang memenuhi persyaratan didanai, beranggapan bahwa tidak ada pajak perseorangan atau perusahaan, tidak ada biaya mengambang, kebijakan dividen tidak mempengaruhi biaya modal sendiri dan keputusan investasi terpisah dari keputusan pendanaan. Bila dievaluasi secara mendasar dari tiga perbedaan pendapat tentang kebijakan dividen tersebut, sampai saat ini belum ada jawaban yang pasti mengenai berapakah besarnya proporsi dividen yang menguntungkan bagi pemegang saham maupun bagi perusahaan.
Uyara dan Tuasikal (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Moderasi aliran kas bebas terhadap rasio hubungan pembayaran dividen dan pengeluaran modal dengan earning response coefficients dengan menggunakan sampel seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1993-1996 bahwa free cash flow memilki pengaruh positif dan signifikan terhadap hubungan antara rasio pembayaran deviden dengan earning response coefficients. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jensen (1986). Jensen menjelaskan bahwa apabila perusahaan memiliki aliran kas bebas, biasanya manajer perusahaan tersebut mendapat tekanan dari pemegang saham untuk membagikan dividen. Semakin besar aliran kas bebas yang dibayarkan kepada pemegang saham mengindikasikan bahwa manajer sebagai agen pemegang saham pada nilai perusahaan memiliki perhatian yang besar terhadap pemegang saham.
Nuriningsih (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 1995 sampai dengan 1996. Penelitian tersebut mengungkapkan adanya hubungan antara kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, return on asset (ROA), dan ukuran perusahaan dengan kebijakan dividen. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, variabel kebijakan hutang memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan, variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan, dan variabel ROA memiliki pengaruh negatif dan sinifikan terhadap kebijakan dividen.
Free cash flow atau aliran kas bebas merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak digunakan sebagai modal kerja. Free cash flow atau aliran kas bebas diperoleh dengan mengurangi Aliran kas operasi perusahaan dengan pengeluaran modal dan modal kerja bersih perusahaan. Manajer lebih menginginkan agar sisa dana tersebut dibagikan sehingga akan menambah kesejahteraan mereka.
Pada tingkat managerial ownership yang tinggi manajer mengalokasikan pada laba ditahan dari pada dividen. Alasan utamanya adalah karena sumber dana internal lebih hemat dari pada sumber dana eksternal. Hasil penelitian Ismiyanti dan Hanafi (2003) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini berarti bahwa pada perusahaan yang memiliki kepemilikan manajerial yang besar akan membayar dividen dalam jumlah yang kecil. Sedangkan persentase kepemilikan manajerial kecil menetapkan dividen pada jumlah yang besar. Dalam penelitian ini variabel kepemilikan manajerial diukur dengan membandingkan antara jumlah saham yang dimiliki oleh direksi dan manajerial dengan total saham yang beredar.
Menurut Wahidahwati (2002) apabila penggunaan hutang tinggi maka akan menyebabkan pembayaran beban tetap berupa biaya bunga sehingga menyebabkan penurunan laba dan kemudian akan menyebabkan tingkat rasio pembayaran dividen menurun. Dalam penelitian ini, variabel kebijakan hutang diukur dengan membandingkan antara total hutang dengan total aktiva.
Variabel Return On Assets (ROA) sebagai proksi profitabilitas digunakan sebagai variabel independen untuk mengetahui pengaruh profitabilitas yang dimiliki perusahaan untuk menetapkan kebijakan dividen. Return On Assets (ROA) merupakan perbandingan antara laba bersih dengan total aktiva. Ismiyanti dan Hanafi (2003) menemukan bahwa Return On Assets (ROA) menunjukkan pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Artinya pada tingkat profitabilitas yang tinggi perusahaan akan cenderung untuk menahan dividen agar memiliki sumber dana internal yang tinggi. Dengan cara ini perusahaan dapat menunda penggunaan hutang yang relatif lebih berisiko dari pada penggunaan dana internal.
Dari penelitian-penelitian terdahulu yang meneliti tentang kebijakan deviden, diperoleh hasil yang berbeda-beda terhadap pengaruh variabel yang digunakan. Berdasarkan hal itu penelitian tentang variabel yang mempengaruhi kebijakan dividen perlu untuk dilakukan kembali. Penelitian ini mengembangkan empat variabel independen yaitu free cash flow, kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, dan return on asset (ROA), yang mempengaruhi kebijakan dividen dengan menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002 sampai dengan tahun 2004. Pemilihan keempat variabel tersebut berdasarkan penelitian sebelumnya yang meneliti tentang variabel-variabel yang mempengaruhi kebijakan dividen. Penelitian yang dilakukan oleh Nuriningsih (2005) mengungkapkan adanya hubungan antara kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, return on asset (ROA), dan ukuran perusahaan. Penelitian lain dilakukan oleh Jensen (1986) yang mengungkapkan hubungan antara arus kas bebas terhadap rasio pembayaran dividen dan pengeluaran modal.
1.2 Rumusan Masalah
- Apakah variabel free cash flow, kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, dan Return On Asset (ROA), berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2004?
- Apakah variabel dominan yang mempengaruhi kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2004?
No comments:
Post a Comment