BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya tidak akan terlepas dari masalah pemenuhan kebutuhan dana untuk pembiayaannya. Kebutuhan akan pembiayaan dapat dipenuhi dari berbagai sumber, yaitu dengan pendanaan dari modal sendiri, hutang dari bank, pengeluaran surat hutang, atau dari emisi saham.
Untuk sumber pendanaan yang berasal dari saham, pada umumnya perusahaan akan menawarkan sahamnya kepada publik atau masyarakat. Dengan beredarnya saham perusahaan ke tangan publik mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut telah berubah dari perusahaan pribadi (private) menjadi perusahaan publik atau lebih dikenal dengan go public. Perusahaan penerbit saham disebut emiten atau investee, sedangkan pembeli saham disebut investor.
Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder (bursa efek), terlebih dahulu saham perusahaan yang akan go public dijual di pasar perdana (Daljono, 2000). Kegiatan yang dilakukan dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana disebut IPO (Initial Public Offering). Harga saham pada penawaran perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan/emiten dengan underwriter (penjamin emisi efek). Underwriter dalam hal ini memiliki informasi lebih baik mengenai permintaan terhadap saham-saham emiten, dibanding emiten itu sendiri. Oleh karena itu underwriter akan memanfaatkan informasi yang dimilikinya untuk memperoleh kesepakatan yang optimal dengan emiten, yaitu dengan memperkecil resiko keharusan membeli saham yang tidak laku terjual dengan harga murah. Hal ini menyebabkan emiten harus menerima harga yang murah bagi penawaran saham perdananya. Dengan demikian akan terjadi underpricing, yang berarti bahwa penentuan harga saham dipasar perdana lebih rendah dibanding harga saham dipasar sekunder pada saham yang sama (Rosyati dan Sabeni, 2002). Underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham dipasar sekunder dengan harga saham dipasar perdana atau saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai initial return (IR) atau positif return bagi investor. Underpricing adalah fenomena yang umum dan sering terjadi di pasar modal manapun saat emiten melakukan IPO (Yolana, C dan Dwi Martini, 2005).
Prastiwi dan Kusuma (2001), mengungkapkan bahwa fenomena underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan go public, karena dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum, tetapi dipihak lain akan menguntungkan investor. Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalkan underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada investor (Beatty,1989).
Ketika perusahaan akan melakukan IPO, perusahaan harus membuat prospektus yang merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM. Informasi prospektus dapat berisi informasi keuangan maupun non keuangan. Prospektus antara lain berupa skala perusahaan (total aktiva), profitabilitas (ROE/ROA), kurs, reputasi penjamin emisi, reputasi auditor, umur perusahaan. Informasi yang diungkapkan dalam prospektus akan membantu investor dalam membuat keputusan yang rasional mengenai risiko dan nilai saham yang ditawarkan perusahaan emiten (Kim et al. 1995 dalam Trisnawati, 1998). Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor/calon investor dan underwriter untuk memilih perusahaan yang akan go public. Salah satu persyaratan dalam proses go public adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (keputusan Menteri Keuangan RI No. 859/KMK. 01/1987). Laporan keuangan yang telah diaudit akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada pemakainya. Investor membutuhkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor yang berkualifikasi (Rosyati dan Sabeni, 2002).
Balves et al. (1988) dalam Rosyati dan Sabeni (2002) mengungkapkan bahwa underwriter yang memiliki reputasi tinggi, akan menggunakan auditor yang mempunyai reputasi pula. Underwriter dan auditor yang memilki reputasi, keduanya akan mengurangi underpricing. Daljono (2000) menambahkan, pada umumnya perusahaan yang akan go public memilih untuk menggunakan auditor yang dipersepsikan memiliki kualitas tinggi. Auditor yang berkualitas akan menerima premium harga terhadap kualitas pengauditannya yang lebih baik (Titman dan Trueman, 1986; Beatty, 1989). Auditor yang berkualitas akan dihargai di pasaran dalam bentuk peningkatan permintaan jasa audit. Dengan demikian auditor yang berkualitas akan memiliki reputasi yang tinggi pula.
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing telah dilakukan oleh Beatty (1989), penelitian tersebut berhasil menunjukkan bahwa reputasi auditor, reputasi underwriter, prosentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, tipe penjamin emisi dan indikator perusahaan minyak dan gas berpengaruh negatif terhadap initial return. Hasil penelitian yang berbeda dilakukan oleh Daljono (2000) dan Trisnawati (1998), dimana dalam penelitiannya Daljono (2000) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara reputasi penjamin emisi dengan initial return, sedangkan reputasi auditor, umur perusahaan, prosentase saham yang ditawarkan pada publik, profitabilitas perusahaan yang diwakili ROA, dan solvability ratio, terbukti tidak signifikan mempengaruhi initial return.
Trisnawati (1998) melakukan penelitian di BEJ dengan mengambil data tahun 1994-1995. Ia memfokuskan penelitiannya pada informasi keuangan dan non keuangan pada prospektus terhadap return. Faktor keuangan yang digunakan dalam penelitian adalah profitabilitas perusahaan yang diukur dengan ROA dan financial leverage. Sedangkan faktor non keuangan adalah reputasi auditor, reputasi penjamin emisi, persentase saham yang ditawarkan, dan umur emiten. Penelitiannya berhasil membuktikan bahwa umur perusahaan mempengaruhi initial return secara signifikan dan berkorelasi positif, tapi tidak berhasil membuktikan hipotesisnya yang menyatakan bahwa ada hubungan antara reputasi auditor, reputasi penjamin emisi, persentase saham, ROA, financial leverage dengan initial return secara signifikan. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Rosyati dan Sabeni (2002) yang menganalisis faktor-faktor market (kondisi pasar), reputasi underwriter, reputasi auditor dan umur perusahaan terhadap underpricing saham dalam periode penelitian tahun 1997-2000. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa dari empat variabel tersebut, hanya variabel underwriter dan umur perusahaan yang berhasil menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap tingkat underpricing, sedangkan kondisi pasar dan reputasi auditor tidak mempunyai hubungan secara signifikan terhadap tingkat underpricing. Kemungkinan yang terjadi dalam penelitian Rosyati dan Sabeni (2002), dikarenakan sampel yang diambil adalah pada tahun-tahun saat kondisi perekonomian tidak stabil (krisis moneter), kemungkinan pada kondisi lain akan memberikan hasil yang berbeda.
Penelitian ini mencoba memperbaiki hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rosyati dan Sabeni (2002), dengan mengambil sampel pada tahun-tahun setelah terjadinya krisis moneter yaitu tahun 2002-2004. Selain untuk mengetahui pengaruh reputasi auditor terhadap tingkat underpricing, peneliti akan berupaya mengembangkan dengan variabel lain, dengan harapan hasilnya akan lebih baik. Variabel yang akan peneliti masukkan yaitu umur perusahaan dan variabel keuangan yang berupa rasio profitabilitas perusahaan yang diukur dengan Return on Equity (ROE). Pertimbangan memasukkan variabel umur perusahaan karena umur perusahaan menunjukkan tingkat kedewasaan pada suatu pasar modal. Dalam suatu pasar yang telah mencapai tingkat kedewasaan, informasi harga saat ini mampu mempresentasikan kondisi perusahaan pada saat itu juga, sehingga fenomena underpricing akan semakin berkurang. Pertimbangan memasukkan variabel profitabilitas (ROE) karena profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektifitas operasional perusahaan. ROE merupakan rasio yang memberikan informasi pada para investor tentang seberapa besar tingkat pengembalian modal dari perusahaan yang berasal dari kinerja perusahaan menghasilkan laba. Semakin besar nilai ROE maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor juga besar (Yolana dan Martini, 2005).
Berdasarkan paparan diatas, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana variabel-variabel independen yang ada mempengaruhi initial return yang menjadi proksi dari underpricing, dan diangkat dalam skripsi yang berjudul "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Perusahaan yang IPO di BEJ Tahun 2002-2004".
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang dan beberapa hasil penelitian sebelumnya, permasalahan yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Apakah terdapat pengaruh antara reputasi auditor terhadap tingkat underpricing saham perusahaan pada saat IPO?
- Apakah terdapat pengaruh antara umur perusahaan terhadap tingkat underpricing saham perusahaan pada saat IPO?
- Apakah terdapat pengaruh antara profitabilitas perusahaan (ROE) terhadap tingkat underpricing saham perusahaan pada saat IPO?
No comments:
Post a Comment