BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaaan Negara yang sangat penting, dimana pajak merupakan salah satu pilar utama dalam menopang jalannya pemerintahan dan pembangunan disuatu Negara. Keuangan yang ditanggung oleh negara untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan tidaklah sedikit yang tidak mungkin untuk ditanggung oleh pemerintah sendiri. Oleh karena itu pemaksimalan sumber-sumber penerimaan negara sangat dibutuhkan.
Negara pun mencanangkan program desentralisasi daerah, dimana daerah diberikan wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengatur daerahnya masing-masing termasuk didalamnya untuk memaksimalkan potensi-potensi yang dapat menjadi sumber penerimaan daerah itu sendiri. Sehingga dengan cara tersebut diharapkan masing-masing daerah dapat berperan lebih dominan dalam memajukan daerahnya masing-masing dalam menggali potensi sumber-sumber keuangan didaerahnya guna membiayai keperluannya sendiri tanpa semata-mata menggantungkan diri pada bantuan atau subsidi dari Pemerintah Pusat. Jalan yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah dalam menggali potensi daerahnya adalah melalui pajak dan retribusi.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok sebagaimana di bawah ini :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan perundang-undangan, meliputi:
a. pajak daerah;
b. retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama pihak ketiga;
d. lain-lain PAD yang sah
2. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Daerah juga sebenarnya mendapatkan sumber penerimaan lainnya selain dari pendapatan asli daerah yaitu berasal dari pembagian hasil penerimaan pajak propinsi. Seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 2A ayat 1 mengatur bahwa hasil penerimaan pajak propinsi sebagian diperuntukkan bagi daerah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor & Kendaraan Atas Air diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 30%
b. Hasil penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor & Kendaraan Atas Air diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 30%
c. Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada daerah kabupaten/kota palin sedikit 70%
d. Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada daerah kabupaten/kota paling sedikit 70%
Bagian daerah kabupaten/kota yang berasal dari pajak propinsi ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan daerah propinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi antardaerah kabupaten/kota. Jika hasil penerimaan pajak kabupaten/kota dalam suatu propinsi terkonsentrasi pada sejumlah kecil daerah kabupaten/kota, gubenur berwenang merelokasikan hasil penerimaan pajak tersebut kepada daerah kabupaten/kota dalam propinsi yang bersangkutan. Penggunaan bagian daerah kabupaten/kota ditetapkan sepenuhnya oleh daerah kabupaten/kota (Marihot P, 2005:107)
Jenis-jenis Pajak Daerah yang ditetapkan dan dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah Kota Malang dalam upaya menghimpun dana guna meningkatkan kualitas maupun kuantitas pembangunan daerah saat ini antara lain :
- Pajak Hotel
- Pajak Restoran
- Pajak Hiburan
- Pajak Reklame
- Pajak Penerangan Jalan
- Pajak Kendaraan Bermotor
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
- Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan galian Golongan C
- Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
- Pajak Parkir
Menyadari hal tersebut kiranya untuk mempersempit pokok pembahasan, dimana dalam hal ini penulis memfokuskan pada salah satu sektor pajak daerah yang perlu diitensifkan penerimaannya didaerah Kota Malang yaitu Pajak Kendaraan Bermotor. Sedangkan yang menjadi alasan penulis memilih Pajak Kendaraan Bermotor sebagai objek penelitian adalah karena Kota Malang pada saat ini sedang aktif membangun selain itu posisi Kota malang sabagai kota pendidikan ikut berperan dalam peningkatan permintaan akan kendaraan bermotor, dengan pembangunan disegala sektor tersebut tentu saja dibutuhkan alat transportasi baik itu motor maupun mobil untuk memudahkan masyarakat dalam beraktifitas. Dewasa ini kebutuhan akan kendaraan bermotor bukan merupakan kebutuhan tersier lagi namun berubah menjadi kebutuhan primer dimana setiap masyarakat dapat memperolehnya dengan mudah karena ditunjang dengan fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak dealer dalam menjaring konsumen sebanyak-banyaknya.
Oleh karena itu dengan segala kemudahan yang diberikan kepada konsumen, maka permintaaan akan kendaraan bermotor ditingkat masyarakat akan semakin bertambah banyak. Dengan bertambah banyaknya permintaan akan kendaraan bermotor tersebut maka pungutan akan pajak kendaraan bermotor pun akan semakin tinggi yang akhirnya akan berakhir pada bertambahnya penerimaan daerah utamanya yang berasal dari pos bagi hasil dengan pemerintah provinsi.
Berdasarkan kondisi dan uraian di atas maka penulis mengambil judul "ELASTISITAS PERMINTAAN MOBIL DAN MOTOR SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PENERIMAAN PAJAK DAERAH di KOTA MALANG "
1.2 Perumusan Masalah
- Berapa besarnya elastisitas permintaan mobil dan motor di Kota Malang ?
- Apakah omzet penjualan mobil dan motor di Kota Malang mempengaruhi penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor ?
No comments:
Post a Comment