BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional yang berlandaskan pemerataan pembangunan dan hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis merupakan isi dari trilogi pembangunan dimana didalamnya juga terdapat unsur kesempatan kerja yang merupakan salah satu unsur dari pemerataan pembangunan dalam rangka mewujudkan kondisi perekonomian yang mantap dan dinamis.
Usaha mikro mempunyai perana cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, penyediaan barang dan jasa murah, serta penanggulangan kemiskinan. Di samping itu, usaha mikro juga merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan ekonomi lokal yang mampu memberikan kontribusi siknivikan terhadap perekonomian nasional. Sebagai gambaran, pada tahun 2003 tenaga kerja yang diserap oleh industri rumah tangga dan industri kecil mencapai 59% dari tenaga kerja yang diserap oleh industri (Anonim, 2004). Ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi, usaha kecil terbukti mampu bertahan, antara lain tampak dari penyerapan tenaga kerja yang tidak banyak berkurang. Bahkan, usaha kecil mampu berperan sebagai penyangga dan kutup pengaman dalam menyediakan lapangan pekerja alternatif bagi pekerja disektor industri formal yang terkena dampak akibat krisis moneter.
Industri kecil di Indonesia mempunyai peluang yang sangat besar untuk berkembang, perkembangan ini sangat dihargai apabila dapat berlangsung atas prakarsa dan dengan kekuatan masyarakat sendiri, sehingga pemerintah tinggal membantu dengan fasilitas-fasilitas dan kemudahan-kemudahan serta perlindungan yang diperlukan. Masyarakat desa biasanya mampu dengan kekuatan sendiri menumbuhkan industri kecil (Dumairy, 1997).
Pada hakikatnya industri kecil dan menengah (IKM) tidak seterpukuk industri besar, alasanya adalah : Pertama, mayoritas industri kecil lebih mengandalkan pada non banking financing dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi karena akses industri kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas. Kedua, pada umumnya industri kecil melakukan spesialisasi produksi yang ketat dalam artian hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja. Modal yang terbatas merupakan salah satu faktor yang melatarblakanginya. Dilain pihak, mengingat struktur pasar yang dihadapi IKM mengarah pada persaingan sempurna (banyak produsen dan banyak konsumen), tingkat persaingan sangatlah ketat. Akibatnya, yang bangkrut atau keluar dari area usaha relatif banyak, namun pemain baru yang masuk pun cukup banyak pula, sehingga secara rill jumlah pelaku tidak mengalami pengurangan ataupun menambahan yang berarti. Spesialisasi dan struktur pasar persaingan sempurna inilah yang membantu industri kecil cenderung fleksibel dalam memilih dan berganti jenis usaha, apaliagi mengingat industri kecil tidak membutuhkan kecanggihan teknologi dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Ketiga, terbentuknya industri-industri kecil baru, terutama disektor informal, sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja disektor formal karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. Banyaknya unit usaha disektor informal ini pada akhirnya membuat tidak terjadi penurunan jumlah IKM dan koperasi, bahkan dalam kenyataan mengalami meningkatan lebih dari satu juta unit. Bukti-bukti nyata menunjukan bahwa pada saat krisis ekonomi, sektor industri kecil telah berparisipasi lebih baik dari pada industri besar. Ini dapat dimengerti karena industri kecil tidak terlalu membuka diri terhadap sektor keuangan modern dan mereka cenderung memproduksi barang-barang primer bukan barang mewah, selain itu juga mereka lebih fleksibel dan tidak terbebani oleh biaya overheabs yang mahal, jadi secara tidak langsung industri kecil telah berpartisipai baik dalam dekade terakhir ini (Anonim, 2004).
Membicarakan tentang masalah industri tentunya tidak saja ditujukan hanya kepada industri-industri besar dan menengah saja, tetapai perhatian yang sepadan harus pula diarahkan pada industri kecil dan rumah tangga yang banyak di temui dipedesaan. Industri kecil dan rumah tangga telah berperan penting dalam perekonomian nasional selama PJP I, walaupun tingkat kemampuan industri kecil dan rumah tangga mempunyai potensi yang besar dalam memperkokoh struktur industri di Indonesia terutama berperan sebagai sumber pertumbuhan ekeonomi, peningkatan evisiensi industri secara keseluruhan, peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Demikian pula potensi industri kecil dan rumah tangga cukup besar dalam mendukung persebaran industri, mengatasi ketimpangan struktural antara perekonomian perkotaan dan pedesaan dan mendukung strukturisasi perekonomian pedesaan ke arah yang lebih maju.
Tampaknya terdapat beberapa alasan kuat yang mendasari eksistensi dari keberadaan industri kecil dan rumah tangga dalam perekonomian Indonesia. Alasan Pertama, yaitu sebagian besar populasi industri kecil dan rumah tangga berlokasi di daerah pedesaan, sehingga jika dikaitkan dengan kenyataan tenaga kerja yang semakin meningkat serta luas tanah garapan yang relatif berkurang, industri kecil merupakan jalan keluarnya. Kedua, beberapa kegiatan industri kecil dan rumah tangga banyak menggunakan bahan baku dari sumber-sumber dilingkungan terdekat (di samping tenaga kerja yang murah) telah menyebabkan biaya produksi dapat ditekan rendah. Ketiga, harga jual yang relatif murah sesungguhnya mempunyai suatu kondisi tersendiri yang memberikan peluang bagi industri kecil dan rumah tangga untuk tetap bertahan. Keempat, tetap adanya permintaan terhadap beberapa jenis komoditi yang tidak diproduksi secara maksimal juga merupakan salah satu aspek pendukung yang kuat (Irzan Ashary Saleh, 1986).
Mengingat banyaknya angkatan kerja yang diserap oleh sektor industri formal pada saat ini pada hakekatnya merupakan refleksi ketidak mampuan sektor industri formal dalam membuka kesempatan kerja yang lebih luas terhadap sebagian besar penduduk usia kerja.
Bertolak dari keadaan yang demikian, menyebabkan semakin banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap dalam industri kecil. Hal ini didukung oleh kenyataan Presiden RI dalam pidato kenegaraan didepan Sidang Umum DPR pada tanggal 15 Agustus 1992, bahwa jumlah tenaga kerja baru yang dapat diserap oleh industri kecil sampai akhir tahun 1991 mencapai 6,3 juta orang. Kenyataan ini menunjukan bahwa industri kecil dan rumah tangga berperan sebagai "kantong" melimpahnya tenaga kerja. Atas dasar ini, maka suatu fisi yang seimbang mengenai pilihan untuk mengembangkan sektor industri kecil menuju industri menengah dan besar adalah suatu tuntutan yang mutlak.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi pembangunan dan dianggap sebagai jalan pintas untuk mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran. Pembangunan industri pada umumnya diarahkan pada peningkatan industri kecil demi perluasan kesempatan kerja. Dalam ekonomi kerakyatan, peranan industri kecil sangat dominan terhadap penyerapan tenaga kerja. Pemerintah dalam jangka panjang bertujuan meningkatkan kesempatan kerja, khususnya pada sektor industri di kota Malang juga masih banyak terdapat angkatan kerja yang belum mendapat pekerjaan atau masih banyak terdapat pengangguran. Banyak industri yang gulung tikar karena keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan.
Industri kecil kripik tempe di Kota Malang hingga saat ini masih mampu bertahaan untuk tetap berproduksi dan bahkan mampu membantu pemerintah dalam usahanya menyerap tenaga kerja, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi pengangguran.
Didi Prabowo, (1998) "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja dalam Sub-sektor Industeri Kecil di Kabupaten Dati II Malang". Pada penelitiaan ini mengatakan bahwa pada Sub-sektoe industri kecil di kabupaten Dati II Malang, jumlah modal, unit usaha, dan nilai PDRB berpengaruh secara positif terhasap penyerapan tenaga kerjadan mampu meningkatkan kemampuan industri kecil.
Tangklisan, Jonny (1999) "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Krja dalam Upaya Pengembangan Industri Kecil di Kota Malang". Pada penelitian ini menemukan bahwa keseluruhan industri kecil di Kota Malang, faktor unit dan nilai produksi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja, sedangkan faktor modal berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil di Kota Malang.
I Made Dewantara (1999) "Peran Investasi pada Industri Kerajinan Bambu terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Desa Belaga Kecamatan Belahbatu Kabupaten Gianyar Bali". Pada penelitian ini, terjadi hubungan yang erata dan positif antara faktor investasi dan nilai produksi terhadap penyrapan tenaga kerja pada industri kerajinan bambu di Desa Belaga Kecamatan Belahbatu Kabupaten Gianyar Bali".
Eri Yusnita Arvianti (2001) "Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Agroindustri Tepung Tapioka (Studi Kasus di Pt. Saritanam Pratama Ponorogo)". Pada penelitian ini menyatakan bahwa faktor harga bahan baku dan jumlah produksi tepung tapioka berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
Yakya Afandi (2003) "Analisis Peran Investasi dan Nilai Produksi Pada Usaha Kecil Menengah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus pada Pengrajin Industri Tas dan Koper Tanggulangin)". Pada penelitian ini mengatakan bahwa pada Industri Tas dan Koper di Tanggulangin di Sidoarjo, faktor investasi dan nilai produksi mempunyai hubungan yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
Imammila Catur Nur Februarita (2004) "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pelaksanaan Produksi Pada PT. PG. Krebet Baru Bululawang Malang". Pada penelitian ini, mengatakan bahwa secara simultan faktor luas tanah, jumlah bahan baku dan jumlah produksi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja.
Widayanti Ratna (2005) "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil Genteng di Desa Kalor Kecamatan Ngerongkot Kabupaten Nganjuk". Pada penelitian ini, mengatakan bahwa faktor modal, pengalaman bekerja dan volume penjualan mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar blakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
- Apakah variabel yang terdiri dari modal, pengalaman bekerja dan volume penjualan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil kripik tempe di Kecamatan Blimbing Kota Malang.
- Variabel manakah yang berpengaruh dominan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil kripik tempe di Kecamatan Blimbing Kota Malang.
No comments:
Post a Comment