BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan manusia lain. Untuk menjalin hubungan tersebut diperlukan suatu alat komunikasi. Alat komunikasi yang utama bagi manusia adalah bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat menyampaikan ide, pikiran, dan pesan kepada orang lain sehingga terjadi komunikasi. Agar komunikasi berjalan dengan baik, diperlukan penguasaan keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa dalam bahasa Inggris disebut language arts atau language skills. Istilah art berarti seni atau kiat dan dipergunakan untuk melukiskan sesuatu yang bersifat personal, kreatif, dan original. Sebaliknya kata skill dipakai untuk menyatakan sesuatu yang bersifat mekanis, eksak, impersonal ( Tarigan 1994:10).
Menurut Tarigan ( 1994:2 ) keterampilan berbahasa ( language arts, language skills) mencakup empat segi, yaitu menyimak (listening skill), berbicara (speaking skill), membaca (reading skill), dan menulis (writing skill). Menyimak merupakan keterampilan berbahasa awal yang dikuasai oleh manusia. Keterampilan menyimak menjadi dasar bagi keterampilan berbahasa lain. Pada awal kehidupan manusia lebih dulu belajar menyimak, setelah itu belajar berbicara, kemudian, membaca, dan menulis. Penguasaan keterampilan menyimak akan berpengaruh pada keterampilan berbahasa lain. Sebagaimana Tarigan (1994 : 3) menyatakan bahwa dengan meningkatkan keterampilan menyimak berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
Menyimak selalu digunakan dalam kehidupan manusia karena manusia selalu dituntut untuk menyimak, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam keluarga, manusia selalu dituntut untuk menyimak. Pemerolehan bahasa seorang anak juga berawal dari menyimak ujaran di lingkungan keluarga.
Dalam pergaulan di masyarakat, kegiatan menyimak lebih banyak dilakukan daripada kegiatan berbahasa yang lain. Hal ini dibuktikan oleh Rivers (dalam Sutari, dkk. 1997 : 8), kebanyakan orang dewasa menggunakan 45% waktunya untuk menyimak, 30% untuk berbicara, 16% untuk membaca, dan 9% untuk menulis. Berdasarkan hal di atas terlihat bahwa keterampilan menyimak sangat berperan dalam kehidupan manusia di lingkungan masyarakat.
Peran penting penguasaan keterampilan menyimak sangat tampak di lingkungan sekolah. Siswa mempergunakan sebagian besar waktunya untuk menyimak pelajaran yang disampaikan guru. Keberhasilan siswa dalam memahami serta menguasai pelajaran diawali oleh kemampuan menyimak yang baik. Berdasarkan hal–hal tersebut keterampilan menyimak perlu dikuasai secara baik.
Sebuah keterampilan akan dikuasai dengan baik jika dibelajarkan dan dilatihkan. Demikian pula halnya dengan keterampilan menyimak perlu dibelajarkan. Pembelajaran menyimak yang baik dan kontinu sangat dibutuhkan mengingat pentingnya peran menyimak dalam kehidupan. Perhatian untuk keterampilan ini harus sama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Namun, bagaimanakah realitas pembelajaran menyimak di dunia pendidikan kita? Hal inilah yang perlu dikaji kembali.
Pembelajaran menyimak menjadi bagian dari mata pelajaran bahasa Indonesia. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi disebutkan bahwa ruang lingkup bahan kajian mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia meliputi aspek– aspek kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Aspek kemampuan berbahasa meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan dengan ragam bahasa nonsastra. Adapun aspek kemampuan bersastra juga mencakup keempat keterampilan berbahasa tersebut, tetapi berkaitan dengan ragam sastra. Perhatian terhadap aspek berbahasa baik sastra maupun nonsastra adalah sama dan dibelajarkan secara terpadu.
Berdasarkan teori, pembelajaran menyimak dilaksanakan secara terpadu dan mendapat perhatian yang sama dengan keterampilan berbahasa lain. Namun, dalam pembelajaran di sekolah, hal tersebut belum terlaksana dengan baik. Pembelajaran menyimak masih kurang mendapat perhatian dan seringkali diremehkan oleh siswa maupun guru. Mereka beranggapan bahwa semua orang yang normal pasti dapat menyimak dan keterampilan menyimak akan dikuasai oleh siswa secara otomatis. Pandangan seperti ini seharusnya dihilangkan. Keterampilan menyimak untuk memperoleh pemahaman terhadap wacana lisan tidak akan terbentuk secara otomatis atau hanya dengan perintah supaya mendengarkan saja (Subyantoro dan Hartono 2003 : 1)
Dalam kenyataan yang terjadi di kelas, guru menghadapi siswa yang sulit memahami materi pelajaran yang sudah dijelaskan. Salah satu faktor yang diindikasikan menjadi penyebabnya adalah sebagian siswa didik masih mengalami kesulitan dalam menyimak. Masalah tersebut dapat diatasi dengan pembelajaran menyimak yang benar dan latihan yang kontinu karena suatu keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak latihan (Tarigan 1994 : 2).
Tarigan (dalam Sutari, dkk. 1997 : 117–118) mengemukakan beberapa alasan yang menyebabkan pembelajaran menyimak belum terlaksana dengan baik, yaitu: (1) pelajaran menyimak relatif baru dinyatakan dalam kurikulum sekolah, (2) teori, prinsip, dan generalisasi mengenai menyimak belum banyak diungkapkan, (3) pemahaman terhadap apa dan bagaimana menyimak itu masih minim, (4) buku teks dan buku pegangan guru dalam pembelajaran menyimak sangat langka, (5) guru–guru bahasa Indonesia kurang berpengalaman dalam melaksanakan pengajaran menyimak, (6) bahan pengajaran menyimak sangat kurang, (7) guru–guru bahasa Indonesia belum terampil menyusun bahan pengajaran menyimak, dan (8) jumlah murid per kelas terlalu besar.
Alasan–alasan yang menyebabkan pembelajaran menyimak belum terlaksana dengan baik tersebut bersifat umum, baik untuk pembelajaran menyimak bahasa dan sastra. Kompleksitas hambatan dalam pembelajaran menyimak pada setiap sekolah tidak selalu sama. Pada sekolah tertentu hambatan tersebut dapat diminimalisir, tetapi di sekolah lain dapat lebih kompleks. Hambatan pada setiap kelas pun dimungkinkan berbeda.
Hambatan-hambatan tersebut semakin bertambah dalam pembelajaran sastra karena adanya anggapan bahwa pembelajaran sastra kurang bermanfaat bagi kehidupan siswa. Metode yang digunakan dalam pembelajaran sastra kurang bervariasi sehingga menyebabkan kebosanan pada siswa. Selain itu, guru cenderung kurang memotivasi siswa untuk belajar sastra dan media untuk pembelajaran sastra kurang mencukupi kebutuhan serta siswa belum mempunyai budaya untuk belajar sastra.
Berdasarkan pengamatan, hambatan dalam pembelajaran menyimak dongeng yang ditemukan pada objek penelitian adalah (1) pemahaman siswa terhadap keterampilan menyimak masih kurang, (2) siswa merasa kurang mendapatkan manfaat dari belajar menyimak dongeng, sehingga kurang termotivasi untuk belajar, (3) media pembelajaran menyimak dongeng kurang mencukupi dan belum dimanfaatkan secara efektif, (4) teknik pembelajaran menyimak yang kurang bervariasi, (5) jumlah siswa terlalu besar, dan (6) kondisi ruang belajar yang belum menunjang pembelajaran menyimak. Hal-hal tersebut menyebabkan keterampilan menyimak siswa kelas VIID SMP Negeri 30 Semarang rendah.
Usaha untuk meningkatkan keterampilan menyimak memerlukan metode yang efektif dan efisien. Selain itu, diperlukan pula media pembelajaran yang tepat sehingga siswa dapat menguasai kompetensi yang diharapkan. Dalam proses belajar mengajar, media memiliki peran yang sangat penting untuk menunjang ketercapaian tujuan pembelajaran.
Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran menyimak dongeng diharapkan membangkitkan rasa ingin tahu dan minat siswa serta memotivasi untuk belajar. Media audio visual ini juga diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi dan informasi yang disampaikan. Dengan demikian, pemakaian media audio visual diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menyimak dongeng pada siswa kelas VIID SMP Negeri 30 Semarang.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, hambatan–hambatan yang teridentifikasi dalam pembelajaran menyimak dongeng adalah (1) pemahaman siswa terhadap keterampilan menyimak masih kurang, (2) siswa merasa kurang mendapatkan manfaat dari belajar menyimak dongeng sehingga kurang termotivasi untuk belajar, (3) media pembelajaran menyimak dongeng kurang mencukupi dan belum dimanfatkan secara efektif, (4) teknik pembelajaran menyimak yang kurang bervariasi, (5) jumlah siswa terlalu besar, dan (6) kondisi ruang belajar belum menunjang pembelajaran menyimak.
Faktor pertama adalah pemahaman siswa terhadap keterampilan menyimak masih kurang. Siswa kurang memahami teori dan manfaat menyimak. Untuk itu, guru harus memberikan pengetahuan kepada siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan menyimak dan perannya dalam kehidupan mereka.
Faktor kedua ialah siswa merasa kurang mendapat manfaat dari belajar menyimak dongeng sehingga kurang termotivasi untuk belajar. Hal ini terjadi karena siswa beranggapan bahwa mendengarkan dongeng adalah hal biasa yang sering mereka lakukan ketika kecil. Melihat kenyataan ini guru harus memberitahukan manfaat menyimak dongeng sebelum memulai pelajaran.
Faktor ketiga media pembelajaran menyimak yang kurang mencukupi dan belum dimanfaatkan secara efektif. Media seperti tape recorder jumlahnya terbatas sehingga penggunaannya harus bergantian dan menyesuaikan dengan kegiatan lain yang memanfaatkan media tersebut. Dalam proses belajar mengajar guru terkadang enggan menggunakan media yang ada karena pemanfaatannya memerlukan berbagai persiapan. sehingga media tidak difungsikan secara efektif.
Faktor keempat adalah teknik pembelajaran menyimak yang kurang bervariasi. Dalam pembelajaran menyimak guru hanya membacakan teks dan siswa diminta menyimak. Guru seharusnya menerapkan teknik pembelajaran yang lebih bervariasi dan memanfaatkan media yang tersedia.
Faktor kelima jumlah siswa terlalu besar. Dengan jumlah siswa 40 orang, guru dituntut untuk memilih teknik pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Selain itu, guru harus menguasai pengelolaan kelas secara baik.
Faktor keenam kondisi ruang belajar belum menunjang pembelajaran menyimak. Ruang kelas berdekatan dengan jalan raya sehingga siswa mudah terganggu suara dari luar. Keadaan ini sulit diatasi karena kondisi setiap kelas hampir sama dan sekolah belum memiliki laboratorium bahasa.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah yang muncul sangatlah kompleks sehingga perlu dibatasi. Pembatasan masalah ini bertujuan agar pembahasan tidak terlalu meluas.
Permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian adalah keterampilan menyimak dongeng yang masih rendah. Hal ini disebabkan media pembelajaran yang kurang mencukupi dan belum digunakan secara efektif. Untuk memecahkan masalah itu, guru seharusnya mencari dan memanfaatkan media pembelajaran yang tepat. Media audio visual diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan menyimak dongeng pada siswa kelas VIID SMP Negeri Semarang.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
- Bagaimanakah peningkatan keterampilan menyimak dongeng pada siswa kelas VIID SMP Negeri 30 Semarang setelah dilakukan pembelajaran dengan media audio visual?
- Bagaimanakah perubahan tingkah laku kelas VIID SMP Negeri 30 Semarang setelah pembelajaran menyimak dongeng dengan media audio visual?
No comments:
Post a Comment