BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mulai tahun pengajaran 2004 kurikulum di Indonesia akan diwarnai dengan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini mempunyai beberapa karakteristik, yaitu (a) menekankan pencapaian kompetensi siswa, (b) kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa, (c) berpusat pada siswa, (d) orientasi pada proses dan hasil, (e) pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual, (f) guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan, (g) buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar, (h) belajar sepanjang hayat (Nurhadi 2004:19).
Berdasarkan pengamatan dan informasi media massa, umumnya beberapa sekolah telah menjadi plot implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). SMP Negeri 5 Semarang merupakan salah satu SMP yang tengah menyiapkan diri terhadap implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Berbagai usaha telah diupayakan untuk menyongsong implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tersebut seperti hal-hal berikut ini.
- Mendorong guru memahami Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
- Mengirim guru mengikuti seminar atau workshop Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
- Menyiapkan perangkat atau fasilitas yang dibutuhkan.
Namun demikian, SMP Negeri 5 Semarng merupakan satu dari SMP di Kota Semarang yang tampak belum siap menerapkan prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), salah satu penyebab ketidaksiapan SMP Negeri 5 Semarang adalah kurangnya kreativitas dan motivasi para guru dalam menciptakan kegiatan belajar-mengajar yang berorientasi pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan kurikulum yang menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan, atau kompetnsi tertentu di sekolah yang berkaitan dengn pekerjaan yang ada di masyarakat. Kurikulum Berbasis Kompetensi ini menggunakan standar kompetensi yang memperhatikan perbedaan individu, baik kemampuan, kecepatan belajar, maupun konteks sosial budaya (Mulyasa 2002:166).
Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari orang lain, dan untuk meningkatkan kemampuan intelektual. Adapun kesastraan merupakan salah satu sarana untuk menuju pemahaman tersebut. Kurikulum Berbasis Kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah salah satu program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra Indonesia (Depdiknas 2003:2).
Berkomunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Untuk komunikasi secara lisan orang menggunakan keterampilan menyimak dan berbicara, sedangkan dalam komunikasi secara tertulis orang memanfaatkan keterampilan membaca dan menulis. Keterampilan menulis sebagai salah satu cara berkomunikasi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menyusun dan menggunakan bahasa secara tertulis dengan baik dan benar, sehingga apa yang ditulis, apa yang hendak disampaikan kepada orang lain bisa diterima oleh pembaca atau orang lain dengan tepat sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran penulis. Keterampilan menulis dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Selain itu, keterampilan menulis tidak datang secara otomtis, melainkan harus melalui latihan dan praktik yang kontinyu.
Komunikasi secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa tulis. Sarana komunikasi tertulis yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi kepada pihak lain adalah surat. Menulis surat bertujuan untuk menyampaikan informasi secara tertulis kepada pemberi informasi tidak mungkin berhadap-hadapan dengan penerima informasi dan tidak mungkin menggunakan media lain karena alasan tertentu. Jadi surat adalah sarana salah satu sarana komunikasi tertulis untuk menyampaikan informasi dari satu pihak (orang, instansi, atau organisasi) kepada pihak lain. Apabila surat yang dikirim dari satu pihak kepada pihak lain berisi tentang informasi yang menyangkut kepentingan tugas dan kegiatan dinas instansi yang bersangkutan disebut surat resmi.
Menyadari pentingnya peranan surat resmi dalam kehidupan sehari-hari, dalam pembelajaran menulis surat resmi guru harusnya menelaah lebih jauh lagi keberadaan dan kebenaran surat resmi yang ditulis oleh siswa, di mana hasil kerja siswa nanti dapat digunakan sebagai sarana komunikasi tertulis. Jadi, siswa dituntut untuk mampu membuat surat resmi dengan bentuk dan bahasa yang baik dan benar.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran menulis surat resmi menduduki peranan penting dalam upaya meningkatkan keterampilan menulis. Untuk itu, guru hendaknya memberikan perhatian yang lebih terhadap siswa tentang sejauh mana kemampuan siswa dalam menulis surat resmi agar nanti setelah terjun di masyarakat siswa tidak mengalami kesulitan atau keraguan tentang bentuk dan bahasa dalam menulis surat resmi. Selama ini dalam membuat surat khususnya surat resmi siswa hanya meniru bentuk-bentuk dan bahasa yang dilihat sehingga tidak mengetahui secara tepat apakah bentuk-bentuk dan bahasa surat itu sudah sesuai dengan aturan yang ada atau belum?
Dari observasi di kelas, peneliti menemukan fenomena bahwa pada saat diberi kesempatan menulis surat resmi, siswa banyak melakukan kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah faktor guru, faktor orang tua, dan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan menulis siswa. Guru yang kurang aktif dan kreatif, orang tua yang tidak pernah memberikan dorongan menulis kepada anak, dan lingkungan yang kurang mendukung pendidikan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia SMP Negeri 5 Semarang yang mengajar di kelas VII A, saat ini kemampuan menulis surat resmi kelas tersebut sangat rendah dibandingkan dengan kelas-kelas VII yang lain. Adapun rendahnya kemampuan siswa dalam menulis surat resmi disebabkan masih banyaknya kesalahan pada aspek kebahasaan dan sistematika dalam penulisan surat resmi. Sedangkan, hasil wawancara dengan siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Semarang tahun pengajaran
2004/2005 tentang menulis surat resmi menunjukkan bahwa sebanyak 31 siswa tidak senang dan mengalami kesulitan dalam menulis surat resmi dan 16 siswa lainnya mengatakan senang dan tidak mengalami kesulitan dalam menulis surat resmi. Selain itu, pada umumnya mereka tidak termotivasi dalam menulis surat resmi. Hal ini disebabkan metode yang digunakan guru cenderung membosankan.
Usaha untuk meningkatkan pembelajaran menulis surat resmi sebenarnya telah banyak dilakukan guru, tetapi proses belajar mengajar yang berlangsung masih cenderung pada pengajaran yang kurang mengembangkan aktivitas belajar siswa. Seperti yang terjadi pada observasi awal aktivitas cenderung lebih banyak ceramah dengan hanya menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan teori menulis. Selain itu, guru juga kurang bervariasi dalam menggunakan metode dan media pembelajaran, tidak banyak memberi pertanyaan, kurang merangsang pemikiran siswa dan jarang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan ide atau gagasannya.
Apabila cara-cara pengajaran yang kurang mengembangkan aktivitas belajar siswa tetap dipertahankan, hal ini akan mematikan kreativitas berpikir siswa. Oleh karena itu, perlu segera dilakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan meningkatkan kemampuan menulis siswa.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan dan minat siswa dalam menulis surat resmi, khususnya menulis surat permohonan resmi adalah dengan menggunakan pendekatan kontekstual elemen konstruktivisme dalam proses pembelajaran. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan sekadar transfer pengetahuan guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam konstruktivisme guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar-mengajar siswa berjalan baik, sehingga proses belajar-mengajar bukanlah sekadar kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui serangkaian kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh siswa.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual diharapkan dapat mengatasi kesulitan dalam menulis surat resmi siswa SMP Negeri 5 Semarang, khususnya kelas VII A. Dalam pembelajaran tersebut guru akan mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa. Di samping itu, dalam pembelajaran tersebut akan dihadirkan elemen konstruktivisme.
Selama proses pembelajaran berlangsung, guru harus lebih aktif memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pemikiran siswa, menciptakan persoalan, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan dan konsepnya. Dari semua itu, yang terpenting adalah menghargai dan menerima pemikiran siswa apapun adanya sambil menunjukkan apakah pemikiran itu benar atau salah.
Aktivitas semacam ini belum pernah dilakukan oleh guru, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan menerapkan pendekatan kontekstual elemen konstruktivisme dalam proses pembelajaran. Dengan pendekatan ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis surat resmi, khususnya surat permohonan.
1.2 Identifikasi Permasalahan
Suasana tidak aktif yang sering muncul dalam proses pembelajaran menulis surat resmi menimbulkan berbagai pertanyaan yaitu faktor-faktor apakah yang menyebabkan pembelajaran menulis surat resmi tidak aktif? Usaha-usaha apakah yang harus dilakukan agar siswa senang dengan kegiatan menulis surat resmi? Oleh karena itu, perlu segera dilakukan upaya untuk meningkatkan minat siswa dalam belajar menulis surat resmi dengan cara mengaktifkan siswa.
Selama ini pembelajaran menulis, terutama menulis surat resmi kurang mendapat perhatian dari guru, sehingga guru tidak mengetahui bagaimana sebenarnya hasil tulisan siswa. Penggunaan pendekatan atau metode yang kurang tepat oleh guru dalam proses pembelajaran adalah salah satu penyebabnya. Metode ceramah dijadikan sebagai pilihan utama dalam proses pembelajaran dan selama ini sumber utama pengetahuan adalah guru.
Selain faktor guru, siswa juga menentukan berhasil tidaknya pembelajaran menulis, khususnya menulis surat resmi. Faktor itu adalah kurang sukanya siswa terhadap pembelajaran menulis surat resmi. Kekurangsukaan siswa dalam pembelajaran menulis surat resmi disebabkan kurang variatifnya pembelajaran menulis surat resmi. Guru hanya menerangkan tentang teori-teori menulis surat resmi saja. Harusnya guru lebih banyak menghadirkan situasi dan pengalaman nyata bagi siswa sehingga pengetahuan akan lebih bermakna.
Siswa kurang latihan menulis surat resmi juga merupakan faktor penyebab kemampuan menulis surat resmi sangat rendah. Umumnya siswa membuat surat resmi hanya untuk memenuhi tugas dari guru saja. Mereka tidak pernah menerapkan pengetahuan menulis surat resmi ke dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, membuat surat resmi untuk kegiatan di sekolah maupun kegiatan di masyarakat.
Untuk menarik minat siswa dalam menulis surat permohonan resmi dengan ketentuan-ketentuan dan kaidah bahasa yang benar perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan minat siswa dalam belajar menulis surat permohonan resmi dengan cara mengaktifkan siswa. Dalam hal ini, selama proses pembelajaran berlangsung guru harus lebih aktif memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pemikiran siswa, menciptakan persoalan, dan memberikan kesempatan siswa untuk mengungkapkan gagasan dan konsepnya. Dari semua itu, yang terpenting adalah menghargai dan menerima pemikiran siswa apapun adanya sambil menunjukkan pemikiran itu benar atau salah. Oleh karena itu, dalam menerapkan pendekatan kontekstual elemen konstruktivisme guru harus lebih aktif memberi pertanyaan kepada siswa, menciptakan persoalan, mengungkapkan gagasan dan konsepnya, dan menghargai semua pemikiran siswa sehingga diharapkan siswa lebih aktif dan senang selama proses pembelajaran berlangsung.
1.3 Pembatasan Masalah
Dari beberapa hal yang melatarbelakangi permasalahan di atas, peneliti mengambil satu batasan permasalahan yaitu kemampuan siswa dalam menulis surat resmi belum memuaskan. Pendekatan kontekstual elemen konstruktivisme diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis surat resmi sehingga kegiatan belajar-mengajar menjadi lebih baik.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah disampaikan di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Bagaimanakah peningkatan kemampuan menulis surat permohonan resmi siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Semarang setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual elemen konstruktivisme?
1.4.2 Bagaimanakah perubahan tingkah laku siswa kelas VII A SMP Negeri 5 Semarang setelah mengikuti pembelajaran menulis surat permohonan resmi dengan pendekatan kontekstual elemen konstruktivisme?
No comments:
Post a Comment