BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah menengah pertama perlu diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Komunikasi yang dimaksud adalah suatu proses penyampaian maksud pembicara kepada orang lain dengan menggunakan saluran tertentu (Depdiknas 2003: 4). Dalam konteks alami, fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat komunikasi. Untuk itu, pengajaran bahasa Indonesia lebih banyak melatih siswa terampil berbahasa, bukan dituntut lebih banyak mengetahui pengetahuan tentang bahasa.
Kurikulum berbasis kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah salah satu program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Fungsi dan tujuan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia SMP dan MTs sebagai (1) sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa dan sastra Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan, (5) sarana pengembangan penalaran, dan (6) sarana pemahaman keberagaman budaya Indonesia melalui khasanah kesastraan Indonesia (Depdiknas 2003: 3). Oleh karena itu, tujuan pembelajaran bahasa diharapkan dapat membentuk kompetensi bahasa Indonesia siswa SMP dan MTs dengan menyajikan komponen kebahasaan, komponen pemahaman, dan komponen penggunaan bahasa secara terpadu.
Dalam Kurikulum 2004 terdapat standar kompetensi bahan kajian dan standar kompetensi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia SMP dan MTs. Standar kompetensi tersebut meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis (Depdiknas 2004: 59). Keempat keterampilan berbahasa tersebut dalam pembelajaran harus dilaksanakan secara seimbang, terpadu, dan tematis.
Salah satu keterampilan berbahasa yang dikembangkan adalah keterampilan menulis. Keterampilan menulis merupakan kemampuan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi memakai bahasa tulisan yang baik sesuai kaidah kebahasaan. Selain itu, menulis harus dilakukan secara efektif dan efisien, mengingat menulis merupakan kegiatan produktif dan ekspresif.
Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia SMP dan MTs, standar kompetensi yang harus dicapai siswa kelas VII adalah siswa mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan: menulis buku harian, surat pribadi dan resmi, teks pengumuman, menyunting karangan sendiri atau orang lain, menulis pengalaman, mengubah teks wawancara menjadi bentuk naratif, menulis berbagai surat resmi, dan menulis memo atau pesan singkat (Depdiknas 2004: 78). Ragam tulisan yang dimaksud dalam standar kompetensi ini dipertegas dalam kompetensi dasar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti lebih menfokuskan pada keterampilan menulis pengalaman.
Alokasi waktu pembelajaran menulis di SMP dan MTs dalam Kurikulum 2004 lebih sedikit daripada kurikulum sebelumnya. Akibatnya, pembelajaran keterampilan menulis kurang maksimal. Karena itu dikhawatirkan siswa belum memiliki keterampilan menulis dengan baik. Selain itu, siswa menulis karangan hanya untuk memenuhi tugas mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Berdasarkan observasi terhadap siswa kelas VIID SMP Negeri 38 Semarang ditemukan, pada saat siswa dilatih menulis karangan, siswa lebih mementingkan panjang karangan dibandingkan dengan kualitas karangan. Selain itu, siswa kurang mampu menerapkan pengetahuaan, keterampilan, dan sikap hasil belajar ke dalam kehidupan sehari-hari. Padahal menulis merupakan kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan bahasa tulisan. Keterampilan menulis tidak datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan rutin dan berkesinambungan.
Menurut Purwo (1997: 7), dalam kegiatan menulis bukan panjang tulisan yang dipentingkan, melainkan kejelasan isi tulisan serta efisiensi pemakaian dan pemilihan kata. Karena itu, selama kegiatan menulis berlangsung siswa perlu disadarkan bahwa ada cara penataan atau penyusunan kata dalam pembelajaran keterampilan menulis.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bahasa dan sastra Indonesia SMP Negeri 38 Semarang, ternyata hasil karangan siswa kelas VIID masih rendah dan belum memuaskan. Penyebabnya, siswa kurang mampu dalam menuangkan gagasan (ide), kurang latihan menulis karangan, dan kesalahan pada aspek kebahasaan yang tinggi. Berdasarkan wawancara, siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran menulis karangan. Hal ini disebabkan mereka jarang memperoleh nilai tinggi. Dengan demikian, keterampilan menulis pengalaman pribadi siswa kelas VIID SMP Negeri 38 Semarang perlu ditingkatkan.
Oleh karena itu, pembelajaran keterampilan menulis perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh semua pihak, terutama guru bahasa dan sastra Indonesia. Kegiatan menulis akan lebih optimal bila dipadukan dengan kegiatan membaca. Siswa yang banyak membaca akan mudah dan lancar menulis. Selain itu, guru sebagai fasilitator hendaknya menggunakan teknik pembelajaran menulis yang menarik dan lebih bervariasi agar siswa lebih tertarik dan memiliki kemampuan menulis yang baik. Berdasarkan kenyataan, pembelajaran menulis yang dilaksanakan kurang produktif. Guru umumnya hanya menerangkan hal-hal yang berkenaan dengan teori menulis. Sementara pelatihan yang sebenarnya kurang disentuh. Oleh karena itu, keterampilan menulis perlu dibelajarkan dengan benar, yaitu membelajarkan anak untuk terampil menulis.
Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Dengan demikian, mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), penilaian sebenarnya (authentic assessment), dan refleksi (reflection) (Depdiknas 2002: 5). Dengan konsep pendekatan kontekstual tersebut proses pembelajaran dapat berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Hasil pembelajaran kontekstual diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Dalam hal ini, strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Peningkatan keterampilan menulis pengalamam pribadi melalui teknik modeling dengan pendekatan kontekstual pada siswa kelas VIID SMP Negeri 38 Semarang diharapkan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam pembelajaran menulis karangan. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pemodelan (modeling) sebagai salah satu komponen pendekatan kontekstual mempunyai peran penting dalam pembelajaran keterampilan menulis. Kegiatan pemberian model dalam pembelajaran keterampilan menulis bertujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan dengan cara mendemonstrasikan, kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu. Artinya, ada model yang ditiru dan diamati oleh siswa. Dalam pembelajaran tersebut, dihadirkan beberapa model karangan bersumber pengalaman yang ditulis oleh penulis di sebuah media cetak dan hasil karangan siswa. Dengan model ini, siswa berdiskusi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan menulis pengalaman pribadi. Di samping itu, penghadiran model menulis pengalaman pribadi dalam pembelajaran dapat memberikan nilai positif bagi siswa maupun guru. Komponen pemodelan (modeling) melibatkan guru, siswa, dan model dari luar untuk menjadi model.
Keterampilan menulis pengalaman pribadi melalui teknik modeling dengan pendekatan kontekstual diasumsikan dapat mengatasi permasalahan siswa dalam pembelajaran keterampilan menulis pengalaman pribadi. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian mengenai peningkatan menulis pengalaman pribadi melalui teknik modeling dengan pendekatan kontekstual siswa kelas VIID SMP Negeri 38 Semarang.
1.2 Identifikasi Masalah
Keberhasilan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berkaitan erat dengan komponen menulis dan ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain guru, siswa, teknik pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran, evaluasi pembelajaran, dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut saling mengait dan menentukan dalam pembelajaran keterampilan menulis.
Faktor-faktor penyebab kurangnya keterampilan menulis pengalaman pribadi siswa kelas VIID SMP Negeri 38 Semarang tidak terlepas dari faktor ketidaktepatan pemilihan teknik pembelajaran yang digunakan guru. Selama ini dalam pembelajaran menulis karangan, guru cenderung masih menganggap dirinya sebagai sumber utama pengetahuan, sehingga teknik ceramah dengan pemberian contoh secara lisan masih menjadi pilihan utama dalam pembelajaran menulis. Dalam pembelajaran menulis, hendaknya guru menggunakan teknik yang menarik dan variatif. Salah satu teknik pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran keterampilan menulis adalah teknik modeling.
Hasil karangan siswa yang rendah dan belum memuaskan berkaitan erat dengan faktor siswa. Faktor tersebut antara lain kurangnya minat siswa dalam menulis karangan, kurangnya kreativitas siswa dalam mengembangkan ide yang akan disampaikan, dan kecenderungan siswa ingin menghasilkan karangan panjang tanpa memperhatikan kaidah penulisan. Untuk mengatasi hal tersebut siswa perlu mendapatkan model pembelajaran keterampilan menulis secara rutin, seimbang, terpadu, tematis, dan berkesinambungan.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya hasil karangan siswa yaitu ketidaktepatan pemilihan materi, media, dan evaluasi dalam pembelajaran menulis. Pengembangan bahan ajar menulis dengan berpedoman pada buku paket dan buku pegangan guru merupakan pengembangan yang biasa digunakan guru untuk mengajar. Guru dapat menggunakan kedua bahan ajar tersebut sepanjang dapat menunjang pencapaian kompetensi dasar pembelajaran menulis. Selain itu, guru dapat menggunakan objek yang ada di sekitar siswa maupun sumber dari pembelajaran mata pelajaran lain.
Dalam pembelajaran menulis, tampaknya masih sedikit guru yang menggunakan media dalam mengajarkan keterampilan menulis. Sebaiknya guru mempersiapkan berbagai macam media yang digunakan untuk menggairahkan pembelajaran menulis. Peneliti mencoba memberikan contoh model karangan bersumber pengalaman yang diambil di media cetak untuk menarik perhatian siswa. Faktor evaluasi pembelajaran menulis sering juga difokuskan pada menulis karangan tanpa memperhatikan kriteria penilaian yang baik, sehingga hasil penilaian cenderung subjektif. Oleh karena itu, guru harus menciptakan alat evaluasi yang tepat guna dan berdaya guna.
Di samping keenam faktor tersebut ada satu faktor yang mempengaruhi pembelajaran keterampilan menulis, yaitu faktor lingkungan. Kondisi lingkungan yang kurang kondusif dan memadai dapat menyebabkan minat belajar siswa kurang. Guru harus memperhatikan hal tersebut guna meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran menulis.
1.3 Pembatasan Masalah
Masalah dalam skripsi ini difokuskan pada upaya peningkatan keterampilan menulis pengalaman pribadi melalui teknik modeling dengan pendekatan kontekstual siswa kelas VIID SMP Negeri 38 Semarang.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah disampaikan di atas, permasalahan penelitian ini disusun sebagai berikut.
- Bagaimanakah peningkatan keterampilan menulis pengalaman pribadi melalui teknik modeling dengan pendekatan kontekstual pada siswa kelas VIID SMP Negeri 38 Semarang?
- Bagaimanakah perubahan perilaku siswa kelas VIID SMP Negeri 38 Semarang setelah mendapat pembelajaran menulis pengalaman pribadi melalui teknik modeling dengan pendekatan kontekstual?
No comments:
Post a Comment