BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan industri rokok di Indonesia memang dilematis. Di satu sisi diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan bagi pemerintah karena cukai rokok diakui mempunyai peranan penting dalam penerimaan negara, namun di sisi lain dikampanyekan untuk dihindari karena alasan kesehatan.
Peranan industri rokok dalam perekonomian saat ini terlihat semakin besar, selain sebagai motor penggerak ekonomi juga menyerap banyak tenaga kerja. Dalam sepuluh tahun terakhir industri rokok di Indonesia mengalami pertumbuhan fenomenal. Resesi ekonomi yang dimulai dengan krisis moneter sejak Juli 1997 tidak terlalu berpengaruh dalam kegiatan industri tersebut. Pada tahun 1994 penerimaan negara dari cukai rokok mencapai Rp. 2,9 trilyun dan tahun 1996 mengalami peningkatan sebesar Rp. 4,153 trilyun. Pada tahun 1997 yang merupakan awal dari krisis ekonomi, penerimaan cukai negara dari industri rokok mencapai Rp. 4,792 trilyun dan tahun 1998 melonjak lagi menjadi Rp. 7,391 trilyun (www.Indocommercial.com, 1999).
Dalam industri rokok, dominasi dari para pelaku bisnis ini sudah cukup dikenal. Pada tiga tahun terakhir (1999, 2000 dan 2001) ternyata tiga perusahaan rokok, yaitu PT. Gudang Garam Tbk, PT. HM Sampoerna Tbk dan PT. Djarum, selalu masuk dalam jajaran "Sepuluh Besar Perusahaan Terbaik" di antara 200 Top Companies di Asia yang disusun peringkatnya oleh majalah Far Eastern Economic Review (FEER) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. Pada masa ekonomi yang cukup sulit ini setidaknya ada sepuluh perusahaan yang masuk kategori berkinerja prima di antara 200 perusahaan terbaik di kawasan Asia. Menariknya di antara sepuluh besar tersebut, tiga diantaranya merupakan raksasa kretek Indonesia.
Tabel 1.1
Peringkat Sepuluh Besar Perusahaan Indonesia
Versi Far Eastern Economic Review, 1999-2001
Tahun | Perusahaan | Point | ||
2001 | 2000 | 1999 | ||
1 | 1 | 2 | Astra | 6.06 |
2 | 2 | 3 | Indofood | 5.9 |
3 | 3 | 6 | Sampoerna | 5.72 |
4 | 4 | 1 | Gudang Garam | 5.55 |
5 | 5 | 5 | Indosat | 5.42 |
6 | 8 | 7 | Djarum | 5.1 |
7 | 9 | - | Telkomsel | 5.03 |
8 | - | - | Satelindo | 4.97 |
9 | 7 | - | Sosro | 4.95 |
10 | 10 | - | SCTV | 4.94 |
Sumber: FEER, http://www.feer.com, 23 April 2002
Di Indonesia pada umumnya terdapat empat macam jenis rokok, yaitu:
Rokok Putih, rokok ini berisi tembakau murni yang dibungkus dengan kertas rokok dan proses pembuatannya hampir 100% dikerjakan dengan mesin. Jenis rokok ini rasanya pahit apabila dihisap dan tidak padat.
Rokok Kretek, rokok ini adalah produksi dalam negeri karena hanya ada di Indonesia. Istilah kretek diambil karena bunyinya kretek-kretek saat dibakar. Rokok ini berisi tembakau yang sudah dicampur cengkeh dan rempah-rempah lainnya lalu dibungkus dengan kertas rokok sehingga menimbulkan rasa manis.
Rokok Klobot, rokok ini hampir sama dengan rokok kretek hanya saja yang membedakan rokok ini dibungkus dengan kulit jagung. Rokok jenis ini biasanya banyak dijumpai di daerah pedesaan, hal ini disebabkan selain harganya murah juga menjadi kebiasaan turun-menurun masyarakat pedesaan.
Cerutu, yang membedakan cerutu dengan rokok adalah ukuran dan pembungkusnya. Ukuran cerutu pada umumnya lebih besar daripada rokok dan dibalut dengan tembakau juga, bukan kertas seperti rokok. Cerutu memiliki kandungan tembakau yang sangat padat sehingga biasanya satu batang cerutu bisa dihisap secara bertahap.
Tabel 1.2 menyajikan perkembangan produksi rokok di Indonesia dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2001 terdiri dari rokok kretek, rokok putih, dan klobot/klembak. Pada tabel tersebut terlihat bahwa perkembangan produksi rokok mengalami kenaikan dari tahun 1996 hingga pada puncaknya pada tahun 1998. Pada tahun 1999 produksi rokok secara total mengalami penurunan. Penurunan produksi secara signifikan diakibatkan menurunnya produksi rokok kretek yang lebih besar dibandingkan dengan penurunan produksi rokok putih.
Tabel 1.2
Perkembangan Produksi Rokok di Indonesia (1996 - 2001)
(dalam juta batang)
Tahun | Rokok Ketek | Rokok Putih | Klobot/Klembak | Total |
1996 1997 1998 1999 2000 2001 | 159.500 169.121 167.005 163.665 164.483 168.071 | 53.640 55.973 69.464 67.380 66.706 69.423 | 6.146 7.900 8.510 7.400 6.700 6.500 | 219.286 232.994 244.979 238.445 237.889 243.994 |
Sumber: Indocommercial (1999; 2002)
Gambar 1.1 Perkembangan Produksi Rokok di Indonesia
Sumber: Diolah dari data Indocommercial (1999;2002)
PT. Djarum merupakan perusahan rokok kretek terkemuka di Indonesia dan menguasai pangsa pasar industri rokok kretek terbesar ke tiga di Indonesia. PT. Djarum didirikan oleh Oei Wie Gwan dari sebuah pabrik rokok kecil di Kudus yang dibelinya pada tahun 1951. Perusahaan ini nyaris punah pada saat terbakar dan saat Oei Wie Gwan wafat. Karena kegigihan dari dua bersaudara putra dari Oei Wie Gwan yang membangun kembali puing-puing yang tersisa sehingga PT. Djarum dapat tetap bertahan. Mengawali sukses dengan sigaret kretek tangan (SKT), Djarum kemudian sukses juga merambah sigaret kretek mesin (SKM) (www.Djarum.com, 2006).
PT. Djarum menempati posisi ke tiga dalam industri rokok kretek di Indonesia dengan jumlah produksi 20,9 milyar batang rokok dengan porsi SKM 9,3 milyar batang (44,5%). Pada Tahun 1985 dan 1986 PT. Djarum pernah menduduki tempat teratas dalam produksi rokok kretek dalam negeri meninggalkan PT. Gudang Garam (www.Djarum.com, 2006).
Adapun produk rokok yang diproduksi PT. Djarum antara lain LA Lights, Djarum Super, Djarum 76, Djarum Coklat, Djarum Black Cappuccino, Cigarrilos, Djarum Super Mezzo dan produk terbarunya Djarum Black Tea. Untuk harga setiap produknya dapat dilihat pada Tabel 1.3. Dari beragamnya produk PT. Djarum, LA Lights dianggap cukup diminati banyak kalangan remaja. Hal ini dibuktikan dalam mempromosikan LA Lights baik media elektronik maupun media massa selalu menginisialkan tokoh remaja sehingga membuat citra (brand image) bahwa rokok ini diprioritaskan untuk kalangan anak muda. Adapun promo lain yang sering dilakukan yaitu mensponsori event-event musik yang kerap diminati anak muda sehingga lebih mengenal dan mengerti terhadap rokok LA Lights ini.
Tabel 1.3
Harga Rokok PT. Djarum Mulai Tanggal 23 Oktober 2006
Merk | Harga per Bungkus | Harga Per Slop |
D. 76 12 | Rp. 5.850,- | Rp. 58.500,- |
D. Cigarilos | Rp. 5.850,- | Rp. 58.500,- |
D. Super 12 | Rp. 5.950,- | Rp. 59.500,- |
D. Super 16 | Rp. 7.550,- | Rp. 75.500,- |
D. Super Mezzo 16 | Rp. 7.550,- | Rp. 75.500,- |
LA - Lights 12 | Rp. 4.550,- | Rp. 45.500,- |
LA - Menthol 12 | Rp. 4.550,- | Rp. 45.500,- |
LA - Lights 16 | Rp. 6.450,- | Rp. 64.500,- |
LA - Menthol 16 | Rp. 6.450,- | Rp. 64.500,- |
D. Black Cappucino 12 | Rp. 4.550,- | Rp. 45.500,- |
D. Black Tea 16 | Rp. 6.450,- | Rp. 64.500,- |
D. Coklat | Rp. 3.950,- | Rp. 39.500,- |
Sumber: PT. Anindita Multiniaga Indonesia Rating Malang (2006)
Produk-produk Djarum disalurkan ke seluruh pelosok Indonesia dan mancanegara melalui jaringan distribusi terpadu dan terkomputerisasi yang dibangun untuk memberikan layanan profesional dan tepat waktu pada pelanggan. Distribusi pasar nasional dikelola oleh tiga perusahaan yaitu:
- PT. Anindita Multiniaga Indonesia, untuk wilayah Jawa Timur, Sulawesi, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara dan Papua.
- PT. Lokaniaga Adipermata, untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat.
- PT. Adiniaga Sentrapersada, untuk wilayah Jabotabek, sebagian Jawa Barat, Sumatera, dan Kalimantan Barat (www.Djarum.com, 2006).
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa PT. Djarum berusaha melakukan strategi bauran pemasaran. Bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, distribusi dan promosi ini merupakan faktor yang digunakan untuk mendorong konsumen memberikan respon positif terhadap produk yang ditawarkan.
Bauran pemasaran dari perusahaan dapat dijadikan pertimbangan konsumen dalam keputusan membeli. Bauran pemasaran dapat berdampak positif terhadap keputusan konsumen apabila perusahaan dapat mengetahui perilaku pembelian konsumen. Perusahaan yang mengetahui pola pembelian konsumen dapat mengarahkan konsumen dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan harapan perusahaan. Keputusan pembeli dapat meliputi pilihan produk, pilihan merk, pilihan toko, dan pilihan jumlah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul "Pengaruh Variabel - Variabel Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Rokok La - Lights"
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
- Bagaimana pengaruh variabel bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian rokok LA Lights?
- Diantara variabel-variabel bauran pemasaran, variabel manakah yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen terhadap rokok LA Lights?
No comments:
Post a Comment