BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setiap orang tentu mengenal tentang kebudayaan. Berbagai macam kebudayaan saat ini dapat kita nikmati, baik itu kebudayaan dalam bentuk klasik, tradisional ataupun modern. Pada umumnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan selalu disertai dengan perkembangan kebudayaan, akan tetapi sering pula muncul kecendrungan adanya gejala norma-norma seni budaya yang sudah mulai terabaikan (Kusumastuti, 2004 : 12). Biasanya kebudayaan yang berkembang menjadi tolok ukur kebudayaan Indonesia, yang tidak lepas dari pengaruh budaya lokal. (Lestari, 2000 : 26).
Kebudayaan menurut Bastomi (1985 : 3) merupakan unsur-unsur budi daya luhur yang indah misalnya kesenian, sopan santun, ilmu pengetahuan, kebudayaan adalah merupakan pikiran aktivitas dan segala hasil karya cipta manusia yang berbudi luhur serta halus, sedangkan setiap hasil karya cipta manusia dapat dikatakan seni yaitu salah satu kebudayaan yang mempunyai nilai keindahan (estetis).
Kebudayaan sering diartikan sebagai hasil karya budi daya manusia dalam usahanya mereplasi tantangan alam dan jaman. Dengan kata lain kebudayaan adalah merupakan buah dari daya cipta, daya rasa, dan daya karsa manusia sebagai reaksi aktif bagi kepentingan hidupnya (Aisyah, 200 : 62)
Pada saat membicarakan masalah kebudayaan, tidak akan lepas dari kesenian atau seni, kerena seni merupakan salah satu perwujudan dari suatu kebudayaan. Menurut Bastomi (1985 : 11), seni adalah aktivitas batin dan pengalaman estetis yang dinyatakan dalam bentuk agung yang mempunyai daya menjadikan takjub dan haru. Hubungan antara pengertian seni dan keindahan sering kali menjadi rancu, sehingga terjadi kesalahan-kesalahan dalam menggunakan kata seni dan keindahan. Banyak orang beranggapan bahwa semua seni pasti indah dan yang indah pasti seni, akan tetapi sebenarnya tidak demikian. Karena, sebuah hasil karya seni tujuan utama tidak berfokus pada keindahan semata-mata, melainkan sesuatu yang dapat membuat rasa haru dan pesona yang memuncak karena rasa senang. Adapun yang dimaksud dengan keindahan dalam filsafat seni adalah bahwa secara hakiki bagi manusia hal itu terpaut dengan indra.
Menurut Susantina (2000 : 1) keindahan hanya soal indrawi semata- mata. Seni itu sendiri diciptakan manusia tidak hanya untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk orang lain. Berkaitan dengan itu, maka jelaslah bahwa seni merupakan ekspresi budaya manusia yang senantiasa hadir sebagai ekspresi pribadi dan ekpresi kelompok sosial masyarakat berdasarkan budaya yang diacunya.
Seni dibagi menjadi beberapa cabang yaitu seni musik, seni tari, seni rupa dan seni drama. Seni musik sebagai salah satu cabang seni menurut Jamalus (1998 : 1-2) adalah suatu karya yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik seperti irama, melodi, harmoni, bentuk atau struktur lagu dan ekspresi sebagai satu kesatuan.
Menurut Sunarko, (1985 : 5-6) musik adalah penghayatan isi hati manusia yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang teratur dengan melodi dan ritme serta mempunyai unsur keselarasan yang indah. Selanjutnya dijelaskan musik dibedakan menjadi tiga macam yaitu musik vokal, musik instrumental, dan musik campuran dan dijelaskan bahwa musik vokal adalah musik yang dimainkan dengan cara menggunakan suara manusia, musik instrumental adalah musik yang dimainkan dengan menggunakan alat-alat musik saja, musik campuran adalah perpaduan antara suara manusia (vokal) dengan musik instrumen yang disajikan secara bersamaan. Dalam arti ada yang menyanyikannya dan ada yang mengiringi.
Membicarakan masalah musik campuran, dewasa ini banyak sekali bermunculan grup-grup musik campuran di masyarakat. Masing-masing grup berkembang dengan situasi dan kondisi yang berbeda-beda serta memiliki aliran musik yang berbeda-beda pula, ada yang beraliran rock, pop, keroncong, rnb, campursari, klasik dan dangdut.
Musik dangdut mulai muncul dan berkembang di pulau Sumatra yang perkembangannya melalui dua tahapan yang ditandai dengan era melayu dan era dangdut. Tepatnya, yaitu di daerah pantai Sumatra bagian barat dan pantai Sumatra bagian timur. Dalam perkembangannya, kedua daerah tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda, di daerah pantai Sumatra bagian barat, memiliki ciri khusus musik melayu yang disebut dengan gamat, sedangkan di daerah pantai Sumatra bagian timur tepatnya di daerah Deli dan tanah Semenanjung, yang terkenal dengan sebutan musik melayu Deli yang memiliki ciri khas terletak pada bunyi alat musik kendang, akordion dan biola. Diperkirakan awal periode kolonial masyarakat etnis melayu berimigrasi ke pulau Jawa, tepatnya di daerah Jakarta / Betawi dengan membawa budaya mereka yang akhirnya bercampur dengan budaya Betawi yang kemudian terkenal dengan sebutan melayu Betawi (Muttaqin, 2006 : 111).
Sekitar tahun 1940-an, sebelum dan sesudah masa kemerdekaan, terdapat tiga ragam musik yang popular saat itu yaitu keroncong, gambus dan hawaian. Dari ketiga jenis musik tersebut, musik gambus merupakan cikal bakal musik dangdut yang memiliki dua sumber yaitu melayu dan warna minor dari musik Arab dan Asia Barat, hal ini dikarenakan pengaruh budaya dari Arab, Persia, dan melayu yang berkembang hingga sampai sekarang ini (Muttaqin, 2006 : 112).
Pada tahun 1950-an, ketika film India banyak beredar di Indonesia, musik India secara tidak tanggung-tanggung, masuk ke dalam musik melayu, hal itu terbukti dengan adanya lagu dangdut yang berjudul Boneka dari India yang dicipta oleh Husein Bawafie dan dinyanyikan oleh Ellya Khadam, yang belakangan ini lagu tersebut dipercayai sebagai lagu dangdut pertama, meskipun istilah dangdut pada saat itu belum muncul (Muttaqin, 2006 : 112). Sampai sekarang perkembangan musik dangdut sangatlah pesat, setelah banyak bermunculannya musisi-musisi dan artis muda yang cenderung lebih memperhatikan tentang perkembangan musik dangdut Indonesia, mulai dari Husein Bawafie, Ellya Khadam, A. Rafiq, Roma Irama, Elvie Sukaesih hingga sampai Inul Daratista.
Dalam kaitannya dengan sebuah jenis musik, istilah dangdut diduga berasal dari bunyi sepasang gendang yang dimainkan dengan tehnik glissando sehingga terdengar bunyi dang dan dut. Selanjutnya istilah tersebut digunakan untuk penamaan corak musik melayu yang belakangan berkembang dengan nama musik dangdut (Muttaqin, 2006 : 110-111). Dalam Ensiklopedia Musik Vol 1 (1992 : 26) disebutkan bahwa dangdut merupakan istilah yang ketika lahir digunakan untuk mengejek terhadap corak musik melayu yang disertai tablah, seperti lazimnya dalam musik India.
Hingga sampai saat ini perkembangan musik dangdut di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat, apabila dibandingkan dengan perkembangan musik yang berirama lain, maka kedudukan musik dangdut dapat dikatakan sejajar, sekalipun ada sekelompok kalangan yang berpendapat bahwa dangdut identik dengan kemiskinan, karena pendukungnya berasal dari kalangan bawah/rendah ataupun miskin.
Apabila kita mau melihat lebih dekat, pendapat miring terhadap musik dangdut sudah tidak relevan lagi. Karena pada kenyataannya, pendukung musik dangdut sekarang ini tidak lagi orang-orang kalangan bawah/miskin, akan tetapi sudah mulai merambah di kalangan menengah, bahkan sampai pada kalangan atas/kaya dan pejabat-pejabat pemerintahan.
Di daerah Jawa Tengah bagian utara, musik dangdut sudah merupakan satu kebutuhan masyarakat mulai dari kalangan bawah hingga sampai atas, hal itu terbukti dengan adanya pentas-pentas musik dangdut pada setiap acara yang diadakan oleh masyarakat. Sebagai contoh pada acara khitanan, mantenan, sedekah bumi, peresmian, pertemuan, acara di tempat-tempat rekreasi dan lain-lain, bahkan sampai pada acara selapananpun ada yang dimeriahkan dengan pentas musik dangdut, baik yang dimainkan oleh organ tunggal ataupun dalam bentuk grup musik dangdut.
Musik dangdut sekarang ini bisa lebih diterima oleh semua kalangan masyarakat setelah musisi-musisi daerah lebih kreatif dalam mengemas musik-musik dangdut dengan cara mengkolaborasikan lagu-lagu yang berirama lain yang diiringi dengan alunan musik dangdut, dengan mudah dan cepat diaransir menjadi lagu yang diiringi oleh musik dangdut.
Di satu sisi kita melihat sebuah keberhasilan perkembangan musik dangdut, di sisi lain di desa Kedungsari Kecamatan Tayu Kabupaten Pati, terdapat salah satu grup musik dangdut Gondhang Nada yang perkembangannya sangat lamban dalam hal penerimaan job/pementasan, mengapa demikian? Apa yang menyebabkan perkembangan musik dangdut Gondhang Nada menjadi lamban? Apakah karena musisinya tidak mengikuti perkembangan lagu-lagu dangdut? Apakah karena sarananya tidak mendukung? Apakah karena manajemennya kurang valid? Apakah karena penyanyinya kurang menarik? Dan apakah karena fungsi dari grup musik dangdut Gondhang Nada itu sendiri bagi pemimpin, pemian dan masyarakat hanya sekedar sebagai hiburan? Banyak sekali asumsi- asumsi yang dapat ditemukan. Akan tetapi selama ini apakah pihak yang berkompeten sudah melakukan usaha untuk dapat mengembangkan grup musik dangdut Gondhang Nada? Dari alasan-alasan itulah maka peneliti ingin melihat sampai di mana usaha pengembangan grup musik dangdut Gondhang Nada. Sehingga pada penelitian kali ini peneliti mengambil judul "Grup Musik Dangdut Gondhang Nada di Desa Kedungsari Kecamatan Tayu Kabupaten Pati". (Kajian tentang pengembangan dan fungsi).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah usaha pengembangan grup musik dangdut Gondhang Nada di desa Kedungsari Kecamatan Tayu Kabupaten Pati. Untuk menfokuskan penelitian dirumuskan masalah sebagai berikut :
- Bagaimana usaha pengembangan grup musik dangdut Gondhang Nada di desa Kedungsari Kecamatan Tayu Kabupaten Pati?
- Apakah fungsi/peran grup musik dangdut Gondhang Nada bagi pemimpin, para pemain, dan masyarakat?
No comments:
Post a Comment