BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan Indonesia yang mempunyai tujuan akhir yaitu menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur, materiil dan spiritual, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat.
Selama ini berlaku anggapan bahwa keberadaan sesuatu negara ditopang oleh tiga pilar utama, yakni adanya penduduk, wilayah teritorial yang jelas dan adanya pemerintahan yang mendapat pengakuan internasional. Namun masih ada pilar yang keempat yang tak kalah penting, yakni topangan sistem perpajakan yang berjalan dengan baik, adil dan bersih.
Pajak merupakan suatu fenomena yang menarik dalam kehidupan masyarakat dan negara. Saat ini pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang paling asing bagi masyarakat Indonesia. Sebagian kalangan telah menempatkan pajak sebagai salah satu kewajiban dalam bernegara, yaitu merupakan sarana untuk ikut berpartisipasi dalam membantu pelaksanaan tugas bernegara yang ditangani oleh pemerintah. Indikasi ini terlihat dari semakin banyaknya jumlah Wajib Pajak, demikian juga keikutsertaan masyarakat dari berbagai kalangan apabila ada penyelenggaraan kegiatan mengenai perpajakan seperti halnya seminar, lokakarya, dialog penyuluhan.
Pajak juga merupakan tulang punggung Anggaran Pendapatan dan Pembelanjaan Negara (APBN). Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan pembangunan. Dalam struktur APBN, kontribusi penerimaan dalam negeri dari sektor pajak cukup signifikan secara nominal maupun persentase. Penerimaan dalam negeri dari Tahun 2001-2005 disajikan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 1.1
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Penerimaan Dalam Negeri paling besar diperoleh dari pajak. Pajak mempunyai peran yang paling penting dalam penerimaan negara serta dalam membiayai pembangunan. Tiap tahunnya penerimaan pajak terus meningkat yakni Rp. 346.819,2 (dalam milliar) dengan persentase 70,2% pada tahun 2005. Peningkatan Penerimaan Dalam Negeri dari sektor pajak harus semakin ditingkatkan. Hal ini tidak harus dari pemerintah sendiri tetapi juga perlu peran serta dari rakyat. Adapun alasan perlu ditingkatkannya penerimaan dari pajak adalah ketergantungan yang semakin besar pada dana bantuan luar negeri yang secara nyata membawa dampak terhadap kondisi ekonomi negara baik secara makro maupun mikro.
Di Indonesia, ada bermacam-macam jenis pengenaan pajak. Pajak yang digali pemerintah antara lain adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan. Sistem pemungutan pajak yang digunakan saat ini adalah Self Assessment System dimana Wajib Pajak diberi kesempatan untuk melaporkan, menghitung, dan melaksanakan pembayaran pajak yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak dengan sistem pemungutan semi self assesment dimana pihak fiskus yang lebih proaktif dan kooperatif melakukan penghitungan, penetapan pajak terutang dan mendistribusikan kepada pemerintah daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang diisi oleh Wajib Pajak atau verifikasi pihak fiskus di lapangan. Pemerintah daerah melaui Kelurahan/Desa bahkan mendistribusikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) sampai ketangan Wajib Pajak dan juga menerima pembayaran PBB. Penyetoran pajak terutang selain melaui petugas pemungut kelurahan/desa, juga dapat dilakukan di Bank/Kantor Pos yang telah ditunjuk dalam SPPT dan juga melalui e-payment, transaksi pembayaran melaui perangkat elektronik perbankan, yaitu melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Internet Banking ataupun Teller Bank yang online di seluruh Indonesia. Kebijakan-kebijakan diatas diberlakukan oleh pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak sebagai instansi yang berwenang mengurus masalah pajak dengan tujuan mempermudah Wajib Pajak PBB melaksanakan kewajibannya dibidang perpajakan sehingga kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak yang selama ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik dapat diminimalisir dengan segala kemudahan yang diberikan. Sehingga target penerimaan negara yang berasal dari pajak, khususnya Pajak Bumi dan Bangunan tercapai dengan maksimal.
Menurut Undang-undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, disebutkan bahwa hasil penerimaan pajak merupakan penerimaan negara yang dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 90% untuk Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II dan sisanya untuk Pemerintah Pusat. Bagi pemerintah daerah, hasil penerimaan PBB ini merupakan Pendapatan Asli Daerah yang harus dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan penggunaanya harus diselaraskan dengan pembangunan nasional.
Guna lebih mengetahui dan memahami lebih lanjut tentang tingkat penerimaan PBB di Kota Blitar, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Blitar (Suatu Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Blitar)".
1.2. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah penelitian, maka masalah utama yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah :
- Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Blitar?
- Faktor apa yang paling dominan dalam mempengaruhi tingkat penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Blitar?
No comments:
Post a Comment