ANALISIS PENGARUH PENERIMAAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI JAWA TIMUR (Studi Tahun 2003-2005)

 On 19 September 2011  

BAB I


PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan ekonomi secara sempit dapat diartikan dengan meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi tidak akan pernah lepas dari peranan para pelaku ekonomi yakni pemerintah yang berperan dengan instrument kebijakan publik dan fiskal, swasta yang berperan dalam pengembangan investasi serta masyarakat itu sendiri yang dapat berperan sebagai input dari faktor produksi dan jaminan terciptanya pasar dalam perekonomian Investasi dalam pembangunan dapat dinyatakan pada nominal yang terdapat dalam APBN atau APBD, dimana  sebenarnya seluruh angka-angka pada APBD merupakan investasi pemerintah (public  investment). Selain itu pihak swasta dalam perkembangan ekonomi juga memberikan kontribusi positif, yakni dengan melakukan investasi yang biasa di kenal dengan privat investment. Perbandingan investasi pemerintah dengan swasta berkisar antara 30% - 70 % tehadap total investasi. (Prasetyo ; 2002).


Jawa Timur sebagai salah satu propinsi  di Indonesia merupakan daerah yang memiliki potensi yang tinggi dalam pembangunan ekonomi, selain karakteristik daerahnya daerah pantai, daerah persawahan, atau perkebunan dan daerah industri. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Timur dalam Jawa Timur dalam Angka 2004 mencapai Rp 230.499.443.000.000 pada tahun 2003 dan mengalami peningkatan menjadi Rp 394.532.804.680.000 pada tahun 2005. Sedangkan daerah pemerintahan Kabupaten/Kotamadya yang menjadi posisi pertama dalam PDRB adalah Kota Surabaya yang mencapai point Rp. 59.533.876.000.000 pada tahun 2003 dan menjadi Rp. 102.604.764.270.000 pada tahun 2005. Sedangkan selanjutnya pemerintahan Kota Kediri yang mencapai Rp. 22.121.761.000.000 tahun 2003 dan menjadi Rp. 34.166.182.260.000 pada tahun 2005. (BPS Jawa Timur ; 2006).


Peranan penduduk dalam perekonomian sangat nyata, sesuai dengan asumsi klasik bahwa jumlah penduduk mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Karena jumlah penduduk yang besar merupakan gambaran pasar yang luas dan jaminan tersedianya input faktor produksi. Tersedianya pasar yang luas serta input produksi yang banyak merupakan pendorong bagi keberlangsungan produksi. Namun jumlah penduduk yang besar juga merupakan hambatan bagi pertumbuhan ekonomi apabila tidak terjadi adanya akumulasi kapital. Akumulasi kapital merupakan suatu lingkaran perputaran modal bagi input faktor produksi tenaga kerja yang dapat berupa upah. Dimana alokasi upah tersebut tidak hanya digunakan sebagai konsumsi tetapi juga merupakan jaminan investasi karena semakin tinggi pendapatan perkapita diasumsikan akan meningkatkan jumlah tabungan. Sedangkan tabungan masyarakat merupakan jaminan atas tersedianya investasi, sehingga terdapat akumulasi kapital Penduduk di Jawa Timur yang mencapai 37.070.731 jiwa pada 2005 merupakan potensi ketersediaan supply labour yang baik dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.


Campur tangan pemerintah dalam perekonomian sangat diperlukan dalam menjaga kestabilan ekonomi terutama dalam menjaga luasnya kesempatan kerja, inflasi dan pemerataan pembangunan. Hubungan pemerintah pusat dan daerah seharusnya berlandaskan pada penciptaan perekonomian yang tinggi. Intervensi pemerintah dalam menjaga kestabilan pasar dan pertumbuhan ekonomi dapat dilaksanakan dalam kebijakan publik maupun fiskal. Dengan kebijakan publik pemerintah pusat dapat mengembangkan sarana-sarana kepentingan publik yang nyata dapat meningkatkan kesejahteraan dan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dengan kebijakan fiskal pemerintah dapat memperbesar pengeluarannya baik konsumsi maupun investasi dengan tujuan untuk meningkatkan permintaan agregat serta penciptaan iklim usaha yang baik.


Dengan hadirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ternyata membawa nuansa baru Pemerintahan Indonesia. Undang-undang tersebut memberikan keleluasaan untuk menyelenggarakan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah sesuai dengan prinsp-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi keanekaragaman Daerah. Otonomi Daerah berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004 mendorong Daerah Otonom (Kabupaten/Kota)untuk mandiri dan tidak bergantung pada Pusat dalam mengelola dan meggunakan kewenangan yang dilimpahkan kepadanya. Dan juga pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan Pengawasan keuangan dan belanja daerah, pelaksanaan Tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran pendapatan dan belanja daerah. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 5 Tahun 1974, bahwa daerah otonom memperhatikan syarat-syarat mengenai ; kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan nasional. Adapun tujuan dilaksanakannnya otonomi daerah memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat serta mengembangkan peran dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).


Tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan desentralisasi yang semestinya akan terdapat berbagai perubahan dalam kebijakan pembangunan nasional. Maka seyogyanya pemerintah daerah lebih aktif dalam mengolah potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Dengan demikian terjadi perubahan pola hubungan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat secara keseluruhan atas periode atau tahun-tahun sebelum otonomi daerah dengan masa diberlakukannya  UU No.32 Tahun 2004 dan UU No.33 Tahun 2004. Konsekuensi hubungan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berlaku sejak pemerintahan orde baru hingga diberlakukannya otonomi sejak tahun 2001 lalu  menyebabkan relatif kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan kata lain bahwa kontribusi penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari pemerintah pusat mendominasi konfigurasi APBD, dan sumber-sumber penerimaan daerah yang relatif besar dikelola oleh pemerintah pusat. Sebagaimana telah menjadi suatu target kebijakan untuk tahun 2001 diantaranya terdapat lima buah target atau rencana perubahan kebijakan ekonomi pemerintah yakni, (1). Menaikkan target pajak sebesar Rp. 20 - 30 Triliun, (2). Menurunkan dana perimbangan Rp. 10 - 15 Triliun, (3). Menurunkan dana pendamping pembangunan dari 40% menjadi 15% sampai 20 %, (4). Intensifikasi penjualan bank terlikuidasi dan privatisasi BUMN senilai Rp. 33,5 Triliun, (5). Pengurangan subsidi BBM yang diperkirakan mencapai Rp. 5 Triliun. (Erani; 2002). Dapat disimpulkan dari rencana pemerintah pada tahun 2001 ini merupakan hambatan sekaligus tantangan bagi daerah dalam merintis otonomi dan kemandirian daerah. Dengan demikian mutlak pemerintah daerah harus berupaya menggali potensi Pendapatan Asli Daerah sebagai stimulus rencana pembangunan ekonomi masing-masing daerah. Sesuai dengan pendapat aliran klasik bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk, modal, ketersediaan sumber daya alam dan teknologi yang digunakan. Maka dalam tujuan mencapai pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi diperlukan upaya dari pemerintah daerah dalam mengelola sumber-sumber penerimaan baik yang berasal dari perimbangan pusat dan daerah dan pendapatan asli daerah. Jika dilihat Penerimaan Asli Daerah untuk tiap pemerintah daerah di Jawa Timur diduga 84,61 % dari total Penerimaan Asli Daerah Jawa Timur dinikmati oleh sebelas (11) daerah yakni propinsi Jawa Timur (60,59%), Kota Surabaya (10,48%), Kabupaten Sidoarjo (2,68%), Kabupaten Jombang (1,19 %), Kabupaten Pasuruan (1,67 %), Kabupaten Gresik (1,6 %), Kabupaten Malang (1,19%), Kabupaten Tuban (1,19%), Kota Malang (1,15%), Kabupaten Banyuwangi (1,13%), Kabupaten Sumenep (1,01%).


Demikian juga perspektif subsidi akan terdapat penurunan, mengingat defisit anggaran tahun 2001 yang mencapai Rp 87,5 triliun (Suparmoko; 2002). Sampai detik ini efektifitas subsidi dan dana pendamping lainnya untuk pembangunan masih merupakan pertanyaan. Dimana banyak terdengar penyelewengan dana subsidi tersebut oleh berbagai oknum yang berwenang, atau alokasi dana bantuan dari pusat yang kurang sesuai dengan rencana program pembangunan nasional maupun regional. Kemudian menjadikan pertanyaan bahwa dana subsidi bagi pembangunan daerah ini nyata mendukung pertumbuhan ekonomi. Tidak lepas dari itu apakah dana alokasi pendamping dan subsidi relevan bagi suatu daerah sehingga nantinya benar-benar memberikan kontribusi positif bagi pembangunan ekonomi daerah. Sebenarnya bagaimanapun juga kucuran dana dari pemerintah pusat sangat diperlukan dalam mengatasi finansial daerah serta memberikan keleluasaan daerah dalam menjalankan program pembangunan khususnya pada daerah-daerah yang kekurangan dana dalam melaksanakan program pembangunan.


Memasuki tahun 2005 pada Jawa Timur Dalam Angka 2006 diperkirakan sumber penerimaan APBD yang berasal dari dana perimbangan khususnya DAU  (Dana Alokasi Umum) yakni jumlah seluruh DAU untuk seluruh pemerintahan daerah di Jawa Timur Rp. 4.546.400.000 mengalami penurunan sebesar Rp. 9.723.063.475 dari Dana Alokasi Umum pada tahun 2003. Sedangkan Penerimaan Asli Daerah Jawa Timur adalah Rp. 1.506.600.787.000 pada tahun 2003 naik menjadi Rp. 1.555.189.890.000 pada tahun 2005 .


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini dengan memilih judul "Analisis Pengaruh Penerimaan Asli Daerah Dan Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap  Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)  Di Jawa Timur."



1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas maka dapat di kemukakan suatu rumusan masalah sebagai berikut:


Apakah ada pengaruh penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto riil di Jawa Timur?


ANALISIS PENGARUH PENERIMAAN ASLI DAERAH (PAD) DAN PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI JAWA TIMUR (Studi Tahun 2003-2005) 4.5 5 Win Solution 19 September 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi secara sempit dapat diartikan dengan meningkatnya produksi total suatu daerah. Se...


Skripsi Lengkap (bab 1-5 dan daftar pustaka) untuk judul diatas bisa dimiliki segera dengan mentransfer dana Rp300ribu Rp200ribu. Setelah proses pembayaran selesai skripsi dalam bentuk file/softcopy langsung kita kirim lewat email kamu pada hari ini juga. Layanan informasi ini sekedar untuk referensi semata. Kami tidak mendukung plagiatisme. Cara pesan: Telpon kami langsung atau ketik Judul yang dipilih dan alamat email kamu kirim ke 089 9009 9019

Kami akan selalu menjaga kepercayaan Anda!

No comments:

Post a Comment

Jurnalskripsitesis.com. Powered by Blogger.

Blog Archive