BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Agama Buddha adalah agama yang mengutamakan ketenangan dan ketentraman di dalam kehidupan setiap umatnya. Ajaran Buddha sendiri mengutamakan untuk hidup dalam kesederhanaan dan jauh dari hal-hal keduniawian yang kebanyakan hanya membawa kesengsaraan bagi setiap manusia. Di dalam agama Buddha pemimpin agama disebut bikkhu atau bikshu. Seorang bikkhu adalah umat Buddha pria yang melepaskan kehidupan berumah tangga untuk berusaha sepenuhnya mencapai kesucian batin serta mengabdikan diri demi ketentraman dan kebahagiaan masyarakat. Untuk menjadi seorang bikkhu tidaklah mudah, mereka harus tinggal di vihara agar dapat lebih berkonsentrasi untuk mendalami agama Buddha dan tidak terpengaruh oleh dunia luar. Seorang bikkhu berarti seorang pertapa.
Hidup dalam vihara bukan berarti lepas dari kehidupan dunia sepenuhnya. Meski hidup di dalam vihara untuk mencari ketenangan batin namun menjadi seorang bikkhu tetap harus hidup selaras dengan masyarakat sekitar mereka. Hal itu merupakan bentuk dari sosialisasi yang merupakan salah satu kebutuhan pokok dari setiap manusia. Apalagi melihat tugas seorang bikkhu yang harus menjaga ketenangan dan ketentraman masyarakat, maka sudah tentu bikkhu harus hidup di tengah masyarakat dan tentu saja melakukan interaksi dengan masyarakat sekitar lingkungannya.
Interaksi sosial adalah syarat utama bagi terjadinya aktivitas sosial dan hadirnya kenyataan sosial, kenyataan sosial didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan sosialnya. Ketika berinteraksi seorang individu atau kelompok sosial sebenarnya tengah berusaha atau belajar bagaimana memahami tindakan sosial seorang indvidu atau kelompok sosial lain. Interaksi sosial akan berjalan dengan tertib dan teratur dan anggota masyarakat bisa berfungsi secara normal, yang diperlukan bukan hanya kemampuan untuk bertindak sesuai dengan kontek sosialnya, tetapi juga memerlukan kemampuan untuk menilai secara objektif perilaku pribadinya dipandang dari sudut sosial masyarakatnya (Narwoko, 2004:21).
Setiap bikkhu selain menyebarkan agama Buddha juga memiliki tugas untuk menjaga ketentraman masyarakat. Oleh sebab itu mereka tetap harus menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar bagaimanapun keadaannya. Hubungan-hubungan sosial yang terjadi secara dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok dan berhubungan satu dengan yang lain disebut dengan interaksi sosial (Narwoko, 2004:22)
Pengertian vihara sendiri adalah biara yang didiami oleh para bikkhu (KBBI,1976:265). Kehidupan dalam vihara adalah kehidupan yang sangat sederhana, hidup tanpa rumah, meninggalkan kehidupan berumahtangga atau tanpa wanita dan menjalankan kehidupan moral yang sangat lurus. Di Vihara Mendut tinggal dan hidup menetap seorang bikkhu yang disebut banthe yang ditemani oleh beberapa orang bikkhu yang tidak menetap yang disebut dengan samanera. Selain itu ada juga beberapa orang penjaga dan pengurus vihara yang berasal dari masyarakat sekitar.
Meskipun di Kelurahan Mendut terdapat vihara dan candi Buddha, masyarakat Kelurahan Mendut mayoritas beragama Islam. Warga beragama non Islam hanya sepertiga dari seluruh jumlah warganya, itupun bukan hanya pemeluk agama Buddha. Ada juga warga pemeluk agama Katholik dan juga Kristen. Di Kelurahan Mendut berdiri beberapa tempat ibadah seperti masjid, gereja, dan juga vihara.
Vihara Mendut telah berdiri lebih dari 30 tahun. Vihara Mendut sendiri terletak di sebelah Candi Mendut, di Kelurahan Mendut Kecamatan Mungkid Kabupaten Megelang. Candi Mendut merupakan candi Buddha. Upacara-upacara keagamaan sering dilakukan di Candi Mendut, seperti perayaan-perayaan hari besar agama Buddha. Misalnya saja Waisak yang tidak hanya dilaksanakan di Candi Borobudur namun juga dirayakan di Candi Mendut. Ini berarti Candi Mendut juga berperan penting dalam kelangsungan kehidupan masyarakat Buddha. Vihara Mendut dibangun satu kompleks dengan Candi Mendut.
Melihat kenyataan jika Vihara Mendut dapat bertahan lebih dari 30 tahun di Kelurahan Mendut, dimana Kelurahan Mendut adalah kelurahan yang memiliki warga mayoritas berkeyakinan Islam sedangkan pihak vihara sendiri yaitu para bikkhu berkeyakinan lain dengan warga yaitu agama Buddha maka munculah pertanyaan besar yaitu bagaimana interaksi sosial para bikkhu dengan masyarakat sekitar vihara sehingga Vihara Mendut dapat berdiri sampai saat ini.
Berangkat dari latar belakang seperti yang telah diuraikan di atas maka diangkat sebuah skripsi dengan judul Interaksi Sosial Para Bikkhu Dengan Masyarakat Sekitar Vihara Mendut di Kelurahan Mendut Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang.
No comments:
Post a Comment