BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan, kata ini telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai kalangan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh pandangan dunia (weltanschauung) masing-masing. Pada dasarnya, pendidikan berbeda dengan pengajaran. Jika pendidikan berorientasi pada transformasi nilai (value) dan pembentukan kepribadian, pengajaran hanya mempunyai orientasi pada transformasi ilmu saja.1
Secara lebih filosofis, menurut Noeng Muhajir, pendidikan diartikan sebagai upaya terprogram mengantisipasi perubahan sosial oleh pendidik dalam membantu subyek didik dan satuan sosial untuk berkembang ke tingkat normatif yang lebih baik. Bukan hanya tujuannya, tetapi juga cara dan jalannya.2
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bab I, pasal I ayat (1) menyatakan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3
Pendidikan yang dihubungkan dengan kata “Islam” sebagai suatu sistem keagamaan, kemudian menimbulkan pengertian-pengertian baru, yang secara eksplisit menjelaskan beberapa karakteristik yang dimilikinya.
Dalam kontek Islam, pengertian pendidikan merujuk pada istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang harus difahami secara bersama-sama. Rekomendasi konferensi dunia tentang pendidikan Islam pertama di makkah
1Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 3.
2Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial ; Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), cet. V, hlm. 7-8. tahun 1977 yang menyebutkan bahwa : “The meaning of education in its totality in the context of Islam is inherent in the connotations of the terms tarbiyah, taklim and ta’dib taken together” .4
Dalam rangka merumuskan pendidikan Islam yang lebih spesifik lagi, para tokoh pendidikan Islam kemudian memberikan konstribusi pemikirannya bagi dunia pendidikan Islam. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika banyak dijumpai horizon pemikiran tentang pendidikan
Islam diberbagai literatur.5
Secara lebih umum, pendidikan Islam merupakan suatu sistem pendidikan untuk membentuk manusia Muslim sesuai dengan cita-cita Islam. Pendidikan Islam memiliki komponan-komponen yang secara keseluruhan mendukung terwujudnya pembentukan Muslim yang diidealkan. Oleh karena itu, kepribadian Muslim merupakan esensi sosok manusia yang hendak dicapai.6
Sedangkan secara lebih khusus, sebagaimana dikutip Ismail SM, Syed Muhammad Naquib Al-Attas menjelaskan bahwa pendidikan Islam merupakan upaya peresapan dan penanaman adab pada diri manusia (peserta didik) dalam proses pendidikan sebagai suatu pengenalan atau penyadaran terhadap manusia akan posisinya dalam tatanan kosmik. Al-Attas berpendapat:
3Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hlm. 2.
4Tim Dosen IAIN Sunan Ampel, Dasar-Dasar Kependidikan Islam : Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Karya Abdiyatama, 1996), hlm. 13. Lihat pula Ahmad Ludjito, “Pendekatan Integralistik Pendidikan Agama Pada Sekolah di Indonesia” dalam Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 21. Untuk memperjelas pengertian, analisa maupun perbedaan ke-tiga term tersebut, lihat Mustofa Rahman, “Pendidikan Dalam Pespektif Al-Qur’an” dalam Ismail SM (eds.), Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 56-65. Lihat pula Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 113-122.
5Beberapa pemikiran para tokoh tersebut, bisa dibaca dalam Darmu’in (eds.), Pemikiran Pendidikan Islam ; Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999). Bisa juga dibaca dalam Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam ; Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001).
6Ibnu Hadjar, “Pendekatan Keberagamaan Dalam Pemilihan Metode Pengajaran Pendidikan Agama Islam” dalam Chabib Thoha, dkk, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Kerjasama Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 3.
Pendidikan merupakan pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat- tempat dari segala sesuatu di dalam penciptaan, sehingga dapat membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan secara tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaaannya.7
Muhammad ‘Atiyah Al-Abrashy menerangkan bahwa pendidikan Islam bukanlah sekedar pemenuhan otak saja, tetapi lebih mengarah kepada penanaman akhlak, fadhilah (keutamaan), kesopanan, keikhlasan serta kejujuran bagi peserta didik.8
Sementara itu, pendidikan Islam oleh Hassan Langgulung sebagaimana dikutip Azyumardi Azra merupakan suatu proses penyiapan generasi muda, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia sebagai khalifah fil ardl untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akherat.9
Dengan demikian, pada hakekatnya pendidikan adalah suatu proses “humanisasi” (memanusiakan manusia) yang mengandung implikasi bahwa tanpa pendidikan, manusia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya.10
Dalam pendidikan Islam, muara pembentukan manusia mencakup dimensi imanesi (horizontal) dan dimensi transendensi (vertikal).11 Oleh karena itu, aspek mendasar dari pendidikan Islam adalah upaya melahirkan Insan Kamil.
Dunia pendidikan Islam terkejut, ketika asumsi bahwa setiap usaha pendidikan Islam sebagai suatu kegiatan yang mulia, sakral, mengandung
7Ismail SM, “Konsep Pendidikan Islam ; Studi Pemikiran Pendidikan Syed Muhammad Naquib Al-Attas”, Tesis Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2002), hlm. 52-69, t.d.
8Muhammad ‘Atiyah Al-Abrashy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), hlm. 15.
9Azyumardi Azra, Pendidikan Islam….., op.cit., hlm. 5. Lihat juga dalam Azyumardi Azra, Esai-Esai Intelektual Muslim Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hlm.
5. 10Ahmad Ludjito, “Filsafat Nilai Dalam Islam” dalam Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Filsafat…, op.cit., hlm. 21.
11M. Rusli Karim, “Pendidikan Islam Sebagai Upaya Pembebasan Manusia”, dalam Muslih Usa (ed.), Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), hlm. 31. kebijakan, dalam kenyataanya masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Akibatnya, dunia pendidikan Islam belum mampu melahirkan sosok manusia yang mengedepankan sisi-sisi kemanusiaan (humanisme) nya.
Humanisme dimaknai sebagai potensi (kekuatan) individu untuk mengukur dan mencapai ranah ketuhanan (transendensi) serta mampu menyelesaikan persoalan-persoalan sosial. Humanisme dalam pendidikan Islam adalah proses pendidikan yang lebih memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk berketuhanan dan makhluk berkemanusiaan serta individu yang diberi kesempatan oleh Allah untuk mengembangkan potensi-potensinya.12 Disinilah urgensi pendidikan Islam sebagai proyeksi kemanusiaan (humanisasi).
No comments:
Post a Comment