BAB I
Pendahuluan
I.1. Latar Belakang Penelitian
Keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi memahami dan memuaskan kebutuhan konsumen. Hal ini merupakan inti filosofi marketing concept (Ruekert, 1992; Webster, 1988). Ada dua hal yang tersirat dalam filosofi ini. Pertama, adanya keharusan bagi organisasi untuk mencari informasi mengenai apa yang dibutuhkan oleh konsumen, baik itu kebutuhan yang ekspresif maupun kebutuhan yang latent. Kedua, keharusan untuk melakukan inovasi sebagai konsekuensi usaha organisasi untuk memuaskan kebutuhan konsumen yang teridentifikasi. Drucker (1954) dengan tegas mengatakan bahwa fungsi perusahaan hanya dua, yaitu marketing dan inovasi. Dalam kondisi persaingan, alasan yang melatar belakangi eksistensi suatu organisasi ada dua, yaitu: menciptakan nilai (inovasi) dan memenangkan persaingan (Ma, 1999).
Penurunan jumlah calon mahasiswa baru yang secara nasional mencapai 40% hingga tahun 2005 (Sutoko, 2005) berakibat pada meningkatnya persaingan antar perguruan tinggi dalam menjaring mahasiswa baru. Bagi perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi swasta (PTS), yang sumber pendanaannya terutama berasal dari mahasiswa hal ini tentu dirasakan sangat memberatkan. Dengan demikian kemampuan PTS menjaring mahasiswa baru akan sangat menentukan kelangsungan PTS itu sendiri dimasa yang akan datang. Hal ini juga dirasakan oleh Universitas Widyatama (UTAMA) yang selama beberapa tahun terakhir ini mengalami penurunan jumlah peminat untuk mengikuti ujian saringan masuk. Penelitian niat siswa SMU di kota Bandung yang dilakukan oleh Zulganef & Lasmanah (2004) menemukan bahwa minat siswa SMU untuk memasuki UTAMA belum muncul.
Dampak jangka pendek dari kondisi ini terutama adalah meningkatnya tekanan pada arus dana, sedangkan dalam jangka panjang, dampak yang mungkin terjadi adalah penurunan kualitas. Jika disatu sisi jumlah peserta ujian saringan masuk menurun, dan disisi lain ada keinginan untuk mempertahankan arus dana dengan jalan mempertahankan jumlah mahasiswa yang diterima, maka konsekuensinya adalah passing grade calon mahasiswa baru yang diterima harus diturunkan. Mungkin ini pilihan pahit yang harus diambil, tetapi dalam jangka panjang, apakah pilihan ini bijaksana atau tidak, mungkin akan menimbulkan banyak perdebatan.
Seperti halnya organisasi lain yang berada dalam kondisi persaingan, keberadaan suatu lembaga PTS termasuk UTAMA adalah untuk menciptakan nilai dan memenangkan persaingan (Ma, 1999). Dalam konteks persaingan, lembaga PTS termasuk UTAMA harus mampu menciptakan dan mengeksploitasi advantages yang diharapkan mampu menjadi competitive advantage dalam menghadapi tekanan persaingan yang ada (Ma, 1999). Lebih jauh, lembaga PTS termasuk UTAMA tentunya berharap competitive advantages yang dimiliki dapat menjadi sustainable competitive advantage. Masalahnya adalah apakah UTAMA sebagai sebuah organisasi yang berada di tengah-tengah situasi persaingan memiliki advantages yang dapat dijadikan competitive adavantages yang diarahkan kepada sustainable competitive advantage? Hal ini mungkin sangat perlu untuk diuji.
Resource-based view (RBV) yang diperkenalkan oleh Wernerfelt pada tahun 1984, berargumen bahwa sumber daya organisasi yang unik akan mampu menghasilkan advantages (Wernerfelt, 1984). Dalam waktu lima belas tahun terakhir, RBV berkembang menjadi sebuah teori yang yang sangat berpengaruh pada bidang manajemen stratejik (Cohen, Wesley & Levinthal, 1990; Dixon, 1992; Henri, 2005), dan bidang pemasaran stratejik (Day, 1994; Matear, Morgan, 2004; Santos-Vijande, Sanzo-Perez; Alvarez-Gonzalez, and Vazquez-Casielles, 2005). RBV didasarkan pada prinsip bahwa kemampuan bersaing organisasi merupakan fungsi dari keunikan serta nilai dari resources serta kapabilitas yang dimiliki oleh organisasi tersebut (Henri, 2005). RBV menganggap bahwa kapabilitas merupakan sumber utama untuk mencapai sustainable competitive advantage (Henri, 2005). Kapabilitas terbukti merupakan sumber daya yang sangat sulit untuk digambarkan, bahkan sering disebut sebagai invisible assets, dan dengan demikian kapabilitas menjadi sulit untuk diduplikasi (Henri, 2005). Pada intinya, kapabilitas merupakan skills individu atau kelompok yang bersifat tacit, interaksi-interaksi dimana terjadi koordinasi antar resources, dan budaya organisasi (Barney, 1991; Day, 1994; Hult, Ketchen, and Nicholsl., 2002; Henri, 2005).
Market orientation merupakan salah satu budaya organisasi, yang terbukti jika terimplementasi dengan baik dalam organisasi, akan menjadi salah satu kapabilitas utama yang diperlukan untuk mencapai sustainable competitive advantage (Baker & Sinkula, 1999; Day, 1994; Henri, 2005; Hurley & Hult, 1998; Hurley, Hult & Knight, 2005; Kohli & Jaworski, 1990; Narver & Slater, 1990). Market orientation merupakan operasionalisasi dari marketing concept (Kohli & Jaworski, 1990; Narver & Slater, 1990) yang berfokus tiga hal, yaitu: pertama, usaha untuk memahami apa yang dibutuhkan oleh konsumen, baik kebutuhan ekspresif maupun yang laten; usaha untuk memahami pesaing, dan ketiga, usaha untuk menciptakan kordinasi antar fungsi dalam organisasi yang ditujukan untuk menghasilkan sinergi sumber daya organisasi (Narver & Slater, 1990; Narver, Slater, and MacLachlan, 2000). Implementasi market orientation yang baik akan memampukan organisasi memahami lingkungannya, dan dari pemahaman ini organisasi akan mampu berkreasi menghasilkan inovasi yang digunakan sebagai alat untuk menghantarkan values and benefits bagi konsumen.
Mengingat pentingnya marketing dan inovasi sebagai alat agar organisasi mampu beradaptasi dengan lingkungannya (Drucker, 1954), tentunya akan menjadi menarik dan sangat penting untuk memahami bagaimana level implementasi di UTAMA, dan bagaimana dampaknya terhadap performa UTAM.A. Penelitian ini mengukur level implementasi market orientation UTAMA, yang ditujukan untuk mencoba menjelaskan terjadinya gap berupa penurunan jumlah peserta ujian saringan masuk serta dampaknya terhadap performa UTAMA sebagai sebuah organisasi yang berada di tengah-tengah persaingan.
I.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah utama penelitian ini adalah: "Bagaimana hubungan level implementasi market orientation dengan performa UTAMA, dan apakah level implementasi tersebut dapat menjelaskan kemampuan UTAMA menjaring calon mahasiswa baru?"
No comments:
Post a Comment