ABSTRACT
The objective of this study is to analyze and compare the internal control system in organization or corporation from multi perspectives. The perspectives that used are the evolution of epoch. Boje (1999), Sukoharsono (1997), and Arifin (2005) divided the evolution of epoch into three era or period, that is pre-modern, modern, and postmodern.
As same as the evolution of epoch, organizations also develop and have same and different characteristic in each era. The internal control system that is used by the corporation in each era can be same in some perspectives and different at the other perspectives.
This study compares each perspective based on paradigm, basic philosophy, the former experts and researcher, the form of corporation, the objective of corporation, the activities of control, communication and information, planning, organizing, influencing, leading, controlling, and reporting.
Keywords: Internal Control System, Pre-modern, Modern, Postmodern
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Hasibuan (2002), organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal dari dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Sumarni dan Soeprihanto (1993) mendefinisikan perusahaan sebagai suatu unit kegiatan produksi yang mengolah sumber-sumber ekonomi dan menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan agar dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Kumpulan orang yang memiliki kompetensi berbeda-beda ini saling bergantung satu dengan yang lainnya untuk mewujudkan kepentingan bersama dengan memanfaatkan berbagai sumber daya. Dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi, salah satu bagian yang penting untuk mengarahkan orang-orang, mesin-mesin dan fungsi-fungsi yang terdapat di dalamnya adalah pengendalian.
Di dalam organisasi bisnis, salah satu fungsi dasar manajemen adalah menjalankan fungsi pengendalian yang akan menjamin tujuan organisasi dapat tercapai. Pusat Pengembangan Akuntansi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (PPA - STAN) mendefinisikan pengendalian sebagai langkah-langkah untuk mendapatkan keyakinan apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan tujuan atau rencana yang ditetapkan untuk kemudian diikuti dengan langkah perbaikan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa untuk dapat mencapai rencana dan tujuan yang telah ditetapkan, maka manajemen menetapkan sistem, prosedur dan tindakan yang disebut sebagai pengendalian kegiatan atau yang lebih populer disebut pengendalian manajemen.
Dalam kaitannya dengan pengendalian manajemen, Badan Pemeriksa Keuangan (1995) menyatakan sebagai berikut:
Pengendalian manajemen, dalam arti yang paling luas, meliputi struktur organisasi, metode, dan prosedur yang digunakan oleh manajemen untuk memberikan jaminan bahwa tujuannya dapat dicapai. Pengendalian manajemen mencakup proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian operasi program. Pengendalian manajemen tersebut meliputi sistem pengukuran, pelaporan, dan pemantauan kinerja program.
Istilah lain yang dipersamakan dengan pengendalian manajemen adalah pengendalian intern, yaitu "seluruh kebijakan, prosedur dan praktik akuntansi yang dibuat oleh manajemen untuk membantu mereka melindungi organisasi dari kesalahan (error) dan penyalahgunaan (fraud). (Basalamah, 1995). PPA - STAN (1992) menyebutkan bahwa istilah pengendalian manajemen digunakan oleh auditor intern, sedangkan pengendalian intern digunakan oleh auditor ekstern dalam kaitannya dengan audit umum atau financial.
COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Comissions) mengemukakan sistem yang lebih komprehensif di mana struktur pengendalian internal ini dianggap relevan untuk mencapai tujuan organisasi baik tujuan keuangan maupun non keuangan. Pengendalian internal didefinisikan sebagai sistem, struktur, atau proses yang diimplementasikan oleh dewan direktur, manajemen dan pihak lainnya yang bertujuan untuk menjamin tercapainya tujuan pengendalian. Kategori yang berlaku adalah sebagai berikut: efektivitas dan efisiensi dalam operasi, reliabilitas laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan (Wilkinson, 2000). Sistem pengendalian internal yang dirumuskan COSO memiliki orientasi keuangan maupun non keuangan. Komponen yang ada di dalamnya meliputi lima kategori sebagai berikut: lingkungan pengendalian, pengukuran resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan.
Boje (1999) mengemukakan bahwa secara umum perkembangan jaman dapat dimasukkan dalam tiga masa, yaitu klasik/pramodern, modern, dan postmodern. Setiap masa memiliki beberapa ciri yang berbeda-beda. Sistem pengelompokan masyarakat, perkembangan dan pemanfaatan teknologi, organisasi, dll. Pada masa klasik orang-orang lebih suka bekerja secara individu dan memiliki keahlian khusus terutama dalam bidang kerajinan tangan. Dalam masa modern, orang-orang dikelompokkan ke dalam spesialisasi tugas tertentu dengan maksud meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Sedangkan di masa postmodern, orang-orang diharapkan dapat meningkatkan keahlian individunya dengan melakukan pelatihan pada berbagai bidang, serta keaktifan dalam berbagai hal.
Dalam pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal dalam organisasi bisnis dewasa ini, manajemen cenderung melaksanakan sistem pengendalian yang berorientasi kepada kepentingan atau laba perusahaan. Peningkatan laba perusahaan merupakan salah satu tujuan utama perusahaan, tetapi kita juga harus mengingat bahwa laba perusahaan bukanlah satu-satunya tujuan perusahaan didirikan. Beberapa tujuan lain seperti peningkatan kesejahteraan pegawai sebagai bagian dari perusahan juga harus diperhatikan. Selain itu menjamin bahwa perusahaan tidak melanggar peraturan ataupun hukum yang berlaku juga harus dijadikan pedoman perusahan dalam operasional perusahaan sehari-hari.
Pelaksanaan pengendalian yang hanya mengutamakan pada tercapainya tujuan perusahaan berupa laba yang tinggi juga terjadi pada beberapa perusahaan besar yang berskala internasional, salah satunya adalah pada perusahaan Nike (sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang produksi peralatan dan perlengkapan olah raga)..
Boje (2000) membandingkan kontrak yang diberikan Nike kepada Tiger Woods. Tiger Woods menerima kontrak selama 5 tahun sebesar US$ 100 juta, sedangkan pekerja Nike di Bangkok (Thailand) menerima upah minimum di Thailand, yaitu sebesar 162 baht per hari (sekitar US$ 4 ) dan pekerja di daerah lain di Thailand menerima 130 baht per hari (sekitar US$ 3 ). Ini berarti pekerja Nike harus bekerja selama 26,5 juta hari atau 72000 tahun untuk memperoleh pendapatan yang sama dengan kontrak yang diperoleh Tiger Woods. Pekerja garmen di Thailand harus bekerja selama 14000 hari atau 38 tahun untuk memperoleh pendapatan sebesar US$ 55000 (pendapatan Tiger Woods selama 1 hari dari kontrak tersebut). Atau dengan kata lain, Nike menghasilkan jumlah yang sama untuk membayar 14000 pekerja dengan satu orang Tiger Woods selama sehari. Walaupun pekerja Nike memperoleh upah minimum harian, sebagian besar dari mereka harus bekerja lebih dari delapan jam sehari. Banyak dari mereka bekerja sampai pukul 10 malam dan kadang pukul 2 pagi untuk mendapatkan upah lembur agar dapat memenuhi kebutuhan mereka. Banyak pekerja tidak dibayar per jam, tetapi per potong yang mereka hasilkan. Hal ini menyebabkan mereka harus bekerja lebih lama untuk memenuhi kuota.
Selain pendapatan yang rendah, pekerja Nike di Thailand juga menghadapi situasi kerja yang buruk. Para pekerja seringkali tidak dilengkapi dengan peralatan keamanan dan asuransi. Para pekerja hanya diijinkan untuk menggunakan kamar mandi dua kali sehari. Hal ini menyebabkan para pekerja mengalami infeksi dan masalah kesehatan lainnya.
Selain perlakuan yang dirasa tidak adil terhadap karyawan atau buruh perusahaan, kita dapat melihat contoh pencemaran lingkungan yang terjadi akibat sistem pengendalian yang hanya berorientasi terhadap keuntungan perusahaan. Salah satu perusahaan yang melakukan pencemaran lingkungan adalah PT Freeport yang memiliki ijin pertambangan emas di Papua, Indonesia. Menurut Rosihan dalam Waspada Online (2006), PT Freeport menghasilkan limbah hingga 700.000 ton sehari. Salah satu dampak bahayanya adalah bahwa limbah batu karang di puncak gunung akan meneteskan zat asam (acid) ke dalam jaringan laba-laba di bawah tanah di bawah tambang di dalam suatu iklim basah yang mencapai hingga 3,5 meter per tahun.
Menurut Republika (2006), PT Freeport juga membuang limbah cairnya ke kawasan laut Arafura. Yang menjadi masalah adalah kandungan total suspended solid (tss) limbah PT Freeport yang dibuang mencapai angka tss 2000 hingga 3000 ppm (bagian per sejuta), sedangkan standard baku mutu yang diperbolehkan hanya 200 ppm saja. Hal ini tentu saja akan membahayakan ekosistem kelautan di wilayah laut Arafura.
Beberapa contoh di atas menunjukkan bagaimana sistem pengendalian yang dilakukan oleh perusahaan bisnis seringkali hanya berorientasi pada keuntungan perusahaan atau pemilik saja, tetapi seringkali tidak memperhatikan hal-hal lain seperti kelestarian lingkungan, kesejahteraan penduduk di sekitar lingkungan perusahaan, ataupun kesejahteraan pegawai atau buruh perusahaan itu sendiri.
Bila kita pikirkan lebih lanjut, maka sebenarnya dampak yang dapat ditimbulkan akibat kurang adanya pengendalian yang memperhatikan masalah sosial dan lingkungan cukup besar. Pegawai atau buruh pabrik yang merasa diperlakukan tidak adil oleh perusahaan akan melakukan unjuk rasa yang dapat menghambat produksi perusahaan. Masyarakat sekitar yang merasa dirugikan karena adanya perusahaan tersebut dapat menuntut ganti rugi dari perusahaan tersebut, atau bahkan yang lebih parah dapat saja mereka menuntut agar perusahaan tersebut ditutup. Limbah hasil produksi yang dihasilkan dan menimbulkan pencemaran lingkungan dapat membuat perusahaan dituntut untuk membayar denda dalam jumlah yang cukup besar.
Akibat dari sistem pengendalian perusahaan yang kurang memperhatikan hal-hal tersebut tentu saja merugikan seluruh pihak dalam perusahaan, mulai dari pemilik, direksi, manajemen puncak, hingga buruh dalam level terendah perusahaan.
Terdapatnya beberapa kelemahan dalam sistem pengendalian yang terdapat pada perusahaan tersebut melahirkan pemikiran baru terhadap sistem pengendalian yang dapat memperbaiki kelemahan tersebut. Sistem pengendalian yang baru ini berasal dari orang-orang yang memiliki perspektif postmodern.
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut:
- Bagaimanakah sistem pengendalian pada masa klasik/pramodern, modern dan postmodern?
- Apakah perbedaan sistem pengendalian pada masa klasik/pramodern, modern, dan postmodern?
1.3 Pembatasan Masalah
Agar permasalahan yang dibahas tidak meluas, maka penelitian ini dibatasi hanya kepada beberapa cara pelaksanaan sistem pengendalian yang berbeda dari masa klasik, modern, dan postmodern. Tidak kepada definisi dan sistematika pengendalian mendetail terhadap beberapa bidang tertentu.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini adalah:
- Mengetahui bagaimanakah sistem pengendalian pada masa klasik/pramodern, modern, dan postmodern..
- Mengetahui apakah perbedaan dari sistem pengendalian pada masa klasik/pramodern, modern, dan postmodern.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk:
1. Bagi perusahaan
Perusahaan diharapkan dapat mengetahui beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan sistem pengendalian internal perusahaan mereka.
2. Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
3. Bagi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan literatur akuntansi dan memperkaya referensi bagi pembaca mengenai konsep Sistem Pengendalian Internal
1.6 Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
Bab II : Metode Penelitian
Menjelaskan prosedur penelitian yang dilakukan peneliti untuk memperoleh jawaban berdasarkan masalah yang ada. Bab ini berisi metode penulisan, teknik pengumpulan data, jenis dan sumber data dan metode analisis data yang digunakan.
Bab III : Sistem Pengendalian Internal
Dalam bab ini dijelaskan mengenai definisi sistem pengendalian internal, tujuan sistem pengendalian internal, dan unsur-unsur pengendalian internal.
Bab IV : Sistem Pengendalian Internal Pramodern
Dalam bab ini dijelaskan mengenai masa klasik/pramodern. Bagaimanakah ciri-ciri dari masa klasik, baik awal mula masa ini, sistem masyarakat, pekerjaan, organisasi, dll. Selain itu juga dijelaskan bagaimana sistem pengendalian pada masa ini mulai dari perencanaan hingga pengawasan.
Bab V : Sistem Pengendalian Internal Modern
Dalam bab ini dijelaskan mengenai masa modern. Bagaimanakah ciri-ciri dari masa modern, baik awal mula masa ini, sistem masyarakat, pekerjaan, organisasi, dll. Selain itu juga dijelaskan bagaimana sistem pengendalian pada masa ini mulai dari perencanaan hingga pengawasan.
Bab VI : Sistem Pengendalian Internal Postmodern
Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana sistem pengendalian dari perspektif postmodern. Selain itu juga akan dijelaskan apa perbedaan yang terdapat dalam sistem pengendalian dari perspektif modern dan postmodern.
Bab VII : Kesimpulan dan Saran
Bab ini merupakan penutup yang berisi beberapa kesimpulan dari keseluruhan pembahasan serta saran-saran yang diberikan sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.
No comments:
Post a Comment