BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional ini merumuskan secara tegas mengenai dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional. Pasal 2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, sedangkan fungsinya yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional). Bertitik tolak dari dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut menjadi jelas bahwa manusia Indonesia yang hendak dibentuk melalui proses pendidikan bukan sekedar manusia yang berilmu pengetahuan semata tetapi sekaligus membentuk manusia Indonesia yang berkepribadian sebagai warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kemajuan suatu bangsa sangat ditetukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia tegantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis.
Berdasarkan laporan beberapa lembaga internasional yang berkaitan dengan tingkat daya saing sumber daya manusia Indonesia dengan negara-negara lain menunjukkan fakta yang kurang menggembirakan. Seperti yang terungkapkan dalam catatan Human Development Report tahun 2000 versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Indeks) kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di urutan 105 dari 108 negara. Indoesia berada jauh di bawah Filipina (77), Thailand (76), Malaysia (61), Brunei Darussalam (32), Korea Selatan (30), dan Singapura (24). Organisasi internasional lainnya juga menguatkan hal itu. International Educational Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca anak SD di Indonesia berada diurutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Sementara itu, Thrid Mathematic and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan matematika anak-anak SMP di Indonesia berada diurutan 34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada di urutan 32 dari 38 negara (Nurhadi, 2004:6).
Rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia tidak lepas dari hasil- hasil yang dicapai oleh pendidikan selama ini. Selama ini pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam subtansi materinya. Dampaknya, sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan. Mereka sangat perlu untuk memahami konsep-kosep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya di mana mereka akan hidup dan bekerja. Siswa memiliki kesulitan memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah.
Dunia pendidikan dewasa ini cenderung kembali kepada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik lagi jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan “mengetahuinya”. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu pembaharuan pendidikan harus dilakukan.
Persoalan rendahnya mutu pendidikan merupakan tantangan yang dihadapi oleh guru setiap hari dan pengembang kurikulum. Persoalan-persoalan tersebut dicoba diatasi dengan penerapan suatu paradigma baru dalam pembelajaran di sekolah, yaitu penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah konsep kurikulum yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional RI untuk menggantikan kurikulum 1994. KBK dirancang sejak tahun 2000. Dalam tahap-tahap pengembangannya, konsep kurikulum itu dikenal luas sebagai KBK. Setelah dokumen kurikulum tersebut mendekati sempurna dan mulai diterapkan pada tahun 2004, kurikulum tersebut diberi nama kurikulum 2004. Jadi, kurikulum 2004 adalah sama saja dengan KBK.
Kurikulum 2004 menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pengembangan daya kognitif, afektif, psikomotor siswa, pengembangan kurikulum bersifat desentralisasi, kurikulum ini menggantikan kurikulum 1994 yang pendekatannya adalah penguasaan ilmu pengetahuan dengan berorientasi pada content education dan pola pengembangan bersifat sentralisasi.
Pembelajaran Ekonomi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 15 Semarang masih didominasi oleh pendidikan ekspositorik dan hanya mengejar target yang berorientasi pada ujian akhir, sehingga dalam pembelajaran tersebut para siswa selalu diposisikan sebagai pemerhati ceramah guru. Berdasarkan pengamatan, selama ini dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru terbiasa menggunakan metode konvensional, dimana siswa kurang terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa cenderung hanya mendengar dan menerima penjelasan dari guru tanpa diberi kasempatan untuk mengutarakan pendapatnya secara lebih luas dan terbuka. Setelah itu, siswa diberi tugas atau latihan yang sifatnya cenderung pada penilaian kognitif saja. Tugas atau latihan tersebut juga tidak selalu dievaluasi, atau dibahas bersama siswa, sehingga siswa tidak mengetahui hasil dari pembelajarannya tersebut. Kondisi seperti itu tidak memberdayakan para siswa untuk mau dan mampu berbuat untuk memperkaya belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya. Sehingga tidak akan bisa membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia sekitarnya (learning to know). Lebih jauh lagi mereka pun tidak memiliki kesempatan untuk membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be), maupun kemampuan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang beragam (learning to live together) di masyarakat (Depdiknas, 2004: 9-10).
Menurut Bapak Budiyono (Guru ekonomi SMA Negeri 15 Semarang) dengan metode konvensional kemampuan siswa dalam mengaplikasikan apa yang telah diperoleh di kelas ke dalam kehidupan nyata masih kurang, karena banyak pembelajaran/materi ekonomi yang tidak berhubungan secara langsung dengan kondisi nyata. Guru pun tidak bisa bertindak sebagai pihak yang mengkondisikan dan memotivasi siswa untuk belajar (director of learning) karena siswa tidak dibiasakan mandiri untuk memperkaya pengalaman belajarnya dan guru terlalu protected kepada siswa.
Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan, bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar-mengajar, metode pembelajaran merupakan cara atau strategi yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Menurut Djamarah dan Zain (2002:82) metode memiliki kedudukan sebagai alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam KBM menurut Sardiman A.M (dalam Djamarah dan Zain, 2002:83) metode berfungsi sebagai alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang, sebagai strategi pengajaran metode berfungsi sebagai teknik penyajian pembelajaran agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien. Sedangkan sebagai alat mencapai tujuan metode berfungsi sebagai alat penunjang kegiatan belajar-mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam memilih metode mangajar guru tidak boleh memilih secara asal- asalan. Metode yang digunakan haruslah metode yang direncanakan berdasarkan pertimbangan perbedaan individu di antara siswa, yang dapat memberi feedback dan inisiatif murid untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Dapat dikatakan berhasil tidaknya kegiatan pembelajaran, tergantung pada efektif tidaknya metode mengajar yang dipergunakan oleh guru dalam proses belajar- mengajar. Namun berdasarkan hasil pengamatan, dengan metode pembelajaran konvensional yang selama ini diterapkan oleh seorang guru, hasil pembelajaran yang diinginkan belum dapat tercapai secara optimal, karena siswa belum diberi kesempatan secara luas untuk mengembangkan minat, bakat, dan kemampuannya. Pembelajaran yang dilakukan terkesan monoton dan tidak menggairahkan siswa untuk belajar lebih aktif lagi. Hal itu mengakibatkan siswa kurang berminat untuk mengikuti dan melaksanakan proses belajar-mengajar, sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan tidak dapat tercapai secara optimal.
Berdasarkan wawancara dengan Bu Shanti (Guru ekonomi SMA Negeri 15 Semarang) untuk menyampaikan mata pelajaran ekonomi harus dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode yaitu ceramah, penugasan, studi lapangan. Berkenaan dengan metode studi lapangan beliau menyatakan bahwa pembelajaran ekonomi memang seharusnya siswa dibawa ke lapangan untuk memahami peristiwa ekonomi dan berlatih untuk memecahkan masalah ekonomi yang terjadi di lingkungan masyarakat karena ilmu ekonomi merupakan ilmu yang berkembang dan teori-teorinya selalu berubah sesuai perkembangan zaman. Dengan metode ini siswa sangat senang, responsif, termotivasi untuk belajar, banyak pertanyaan dan pernyataan yang dilontarkan siswa kepada guru. Selain itu siswa dapat memahami secara langsung teori yang dipelajari dengan aplikasinya di masyarakat, guru pun tidak over protected dan mereka dapat berperan sebagai director of learning karena siswa menjadi subyek dalam pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mengujikan metode pembelajaran sebagai alternatif untuk mengatasi rendahnya mutu pendidikan nasional, sekaligus membuat pembelajaran ekonomi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 15 Semarang lebih inovatif, yaitu dengan metode pembelajaran berbasis portofolio (Portfolio Based Learning) dengan pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM) atau dalam bahasa inggrisnya Science Technology Society Approach (STS).
Pengajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan dan strategi pembelajaran yang mendukung pelaksanaan kurikulum 2004, yang di dalamnya dikembangkan metode pembelajaran portofolio dengan pendekatan STM, Pengajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi, 2004:109)
Metode pembelajaran berbasis portofolio dengan pendekatan STM merupakan alternatif cara belajar aktif (CBSA) dan mengajar guru aktif (CMGA).
Karena sebelum, selama, dan sesudah proses pembelajaran guru dan siswa dihadapkan pada sejumlah kegiatan. Dalam pembelajaran ini termuat beberapa metode pembelajaran seperti inquiry, problem solving, discovery, peristiwa, ceramah dan diskusi. Diharapkan siswa akan mendapat banyak manfaat baik hasil belajar utama (yang berinternalisasi secara manusiawi dan mantap) maupun hasil pengiring akademik sosial dan sikap pangertian. Di samping itu melalui pembelajaran portofolio dengan pendekatan STM diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, pengertian, pemahaman, dan daya nalar siswa semakin kreatif dan kritis analitik, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran Ekonomi adalah pendekatan pemecahan masalah-masalah ekonomi di masyarakat terutama dalam mencari alternatif pemecahannya. Agar pembelajaran lebih bermakna maka penyajian materi dimulai dari mengidentifikasi fakta tentang peristiwa dan permasalahan ekonomi, pemahaman beberapa konsep dan ilmu dasar ekonomi, mencari alternatif pemecahan masalah ekonomi serta menilai kebaikan dan keburukan kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah ekonomi (Fajar, 2004:129).
Dari uraian tentang mata pelajaran ekonomi di atas, sangatlah tepat apabila dalam praktik kegiatan pembelajarannya menggunakan pembelajaran portofolio, yaitu portofolio sebagai model pembelajaran dengan pendekatan STM. Hal ini merupakan suatu alternatif dan inovasi dalam kegiatan pembelajaran. Dengan pembelajaran ini siswa dihadapkan pada masalah sehari-hari dan berusaha mencari alternatif pemecahannya. Dengan kata lain melalui pembelajaran ini mendekatkan konsep yang dipelajari pada obyek secara nyata seperti yang dikehendaki pada pendekatan mata pelajaran pengetahuan sosial di atas.
Penelitian ini digunakan untuk membantu guru-guru PS (Pengetahuan Sosial) terutama yang mengampu mata pelajaran ekonomi dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam kegiatan pembelajarannya dan mengembangkan model pembelajaran di kelas yang memotivasi dan mengarahkan minat belajar siswa diharapkan dengan kondisi seperti itu pada akhirnya prestasi siswa dapat meningkat.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mngambil judul “PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PORTOFOLIO DENGAN PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI dan MASYARAKAT (STM) PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X SMA NEGERI 15 SEMARANG”
Adapun alasan dari pemilihan judul tersebut di atas adalah karena sepanjang pengetahuan peneliti, belum ada peneliti lain yang melakukan penelitian mengenai penerapan metode pembelajaran portofolio dengan perndekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM) pada mata pelajaran ekonomi. Selain itu, proses pembelajaran ekonomi yang berlangsung di sekolah selama ini lebih berfokus pada guru, sehingga siswa memiliki kecenderungan untuk bersikap pasif. Hal ini akan berdampak negatif terhadap hasil belajar siswa. Dengan demikian penerapan metode pembelajaran berbasis portofolio dengan pendekatan STM dapat digunakan sebagai solusi alternatif bagi masalah tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Metode pembelajaran berbasis portofolio dengan pendekatan STM merupakan salah satu metode pembelajaran dalam kurikulum 2004, sekarang sudah mulai diterapkan. Tetapi sebagai metode pembelajaran yang baru, penerapan metode portofolio dengan pendekatan STM belum dapat diketahui secara nyata. Oleh kerena itu, penulis tertarik untuk meneliti penerapan metode pembelajaran porofolio dengan pendekatan STM, sehingga penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut:
- Bagaimana penerapan metode pembelajaran portofolio dengan pendekatan STM di SMA Negeri 15 Semarang.
- Hambatan-hambatan apakah yang ditemui dalam menerapkan metode pembelajaran portofolio dengan pendekatan STM di SMA Negeri 15 Semarang.
No comments:
Post a Comment