BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sampai sekarang dunia pendidikan matematika khususnya pada tingkat pendidikan dasar masih memiliki berbagai masalah. Dua masalah diantaranya sebagai berikut. Pertama, sampai sekarang pelajaran matematika disekolah masih dianggap merupakan pelajaran yang menakutkan bagi banyak siswa, antara lain karena bagi banyak siswa pelajaran matematika terasa sukar dan tidak menarik. Kedua, sekalipun dalam banyak kesempatan sering dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, termasuk bagi kehidupan sehari-hari, banyak orang belum merasakan manfaat matematika dalam kehidupan sehari-harinya. Diluar beberapa cabang matematika tentu memberikan pengetahuan dan keterampilan praktis seperti berhitung dan statistik.
Adanya dua masalah tersebut, banyak siswa menjadi kurang termotivasi dalam mempelajari matematika, selain itu dengan adanya dua masalah tersebut juga menyebabkan pendidikan matematika di sekolah kurang memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan anak secara keseluruhan, baik pengembangan kemampuan berpikir, bagi pembentukan sikap maupun pengembangan kepribadian secara keseluruhan. Dalam bidang pembentukan sikap, pendidikan matematika sangat berguna bagi umat manusia khususnya pada diri siswa. Dalam bidang pengembangan kepribadian, pendidikan matematika di sekolah belum mampu mengambil peran mengenai apa yang paling baik bagi dirinya, demokratis, bersifat jujur dan berani bertanggung jawab terhadap segala hal yang telah dilakukan atau diucapkan, sehingga banyak siswa menempuh pelajaran matematika melulu karena diharuskan oleh sistem yang ada sesuai dengan kurikulum.
Dengan situasi seperti itu pendidikan Matematika di sekolah dan pendidikan formal pada umumnya, cenderung menghasilkan lulusan yang mempunyai banyak pengetahuan, tetapi miskin dalam kemampuan berpikir dan miskin dalam hal kepribadian, termasuk berjiwa penakut, kurang berani mengam bil keputusan dan kurang berani bertanggungjawab atas perbuatan yang telah dilakukan.
Pembelajaran matematika di sekolah bertujuan untuk mengacu kepada fungsi matematika serta kepada tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan dalam Garis-garis Besar Halauan Negara (GBHN). Diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP), bahwa tujuan utama diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu – pengetahuan, kondisi yang di harapkan agar prestasi belajar siswa meningkat, guru harus dapat menciptakan suasana yang dapat merangsang siswa, agar aktif dan senang mengikuti proses belajar mengajar. Guru harus memiliki kemampuan untuk memiliki model pembelajaran yang tepat dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa belajar sesuai dengan materi yang diajarkan.
Berdasarkan data dan pengalaman mengajar di SMP 1 Jati Kudus selama lima tahun menunjukkan, sebagian besar siswa kalas VII mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal cerita persamaan linier satu variabel. Kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang memuat persamaan linier satu variabel disebabkan karena siswa kurang mampu dalam mengubah soal cerita tersebut kedalam kalimat matematika.
Hal ini dapat dibuktikan dengan rendahnya hasil belajar siswa, baik dilihat dari nilai hasil tes formatif maupun tes sumatif, rata-rata nilai sumatif kelas VII SMP 1 Jati Kudus tahun 2005/2006 semester I menunjukkan nilai rata-rata hanya mencapai 47,0 dan semester II nilai rata-ratanya sedikit meningkat 53,0. Rata-rata yang diperoleh lebih rendah jika dibanding rata-rata nilai mata pelajaran lain sedangkan untuk nilai dalam penyelesaian soal-soal cerita persamaan linier satu variabel juga rendah hanya mencapai nilai rata-rata 52,0 dan siswa yang tuntas belajar 50%. Sedangkan persentase keaktifan siswa hanya mencapai 30%. Oleh karena itu selanjutnya diharapkan bahwa dengan pengalaman guru melalui implementasi model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw II hasil belajar dan keaktifan siswa dapat ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas mendorong penulis untuk mengadakan penelitian tentang bagaimanakah cara meningkatkan hasil belajar siswa dalam menyelesaikan soal cerita persamaan linier satu variabel melalui implementasi model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw II bagi siswa kelas VII F SMP 1 Jati Kabupaten Kudus tahun pembelajaran 2006/2007.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut .
- Apakah dengan implementasi model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw II ini hasil belajar siswa kelas VII F SMP 1 Jati Kudus tahun pembelajaran 2006/2007 dalam menyelesaikan soal-soal cerita persamaan linier satu variabel dapat ditingkatkan?
- Apakah dengan implementasi model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw II ini keaktifan siswa kelas VII F SMP 1 Jati Kudus tahun pembelajaran 2006/2007 dalam menyelesaikan soal-soal cerita persamaan linier satu variabel dapat ditingkatkan?
No comments:
Post a Comment